Tuesday, December 11, 2012

Memeluk Islam Setelah Baca Majalah Hidayah

PERTAMA kali aku mengenali Majalah Hidayah dari seorang teman. Waktu itu, aku hendak pergi ke gereja untuk belajar Injil, seorang teman menghubungiku melalui telefon dan mengajak bertemu. Kami berdua memang sudah cukup lama tak bersua. Kerana itulah, aku kemudian membatalkan diri pergi ke gereja. Padahal, pergi ke gereja merupakan ‘kewajipan’ yang selalu kulakukan pada setiap hari Ahad. Ibuku bakal melenting marah bila ketahuan aku tidak pergi ke gereja. Nah, temanku itu ternyata suka membaca Majalah Hidayah. Aku perhatikan bacaan majalahnya tampak aneh. Sekilas aku perhatikan majalah berukuran kecil itu. Dari covernya aku mulai terasa ingin tahu apakah isinya. Seingatku, kala itu judul di cover majalah Hidayah itu memuat kisah orang melewati masa-masa sakaratul maut dengan cara mengerikan. Dia mengalami rasa sakit dan terseksa sekali. Aku baru faham bahawa dalam Islam sakaratul maut yang dilewati seseorang sebelum tiba ajalnya terkait erat dengan amal perbuatan dalam hidupnya. Jika ia orang baik, pasti dimudahkan sakaratul mautnya. Tapi, bila ia buruk amal perbuatannya, ia akan merasakan sakitnya sakaratul maut itu. Dalam Islam, perbuatan seseorang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Kerana rasa ingin tahu itulah aku ingin sekali membaca isi majalah itu. Aku lalu beritahunya, “Aku pinjam dulu, ya, majalahnya.”
“Ambil saja,” jawabnya kala itu. Aku lalu membaca majalah itu di rumah. Aku cuba baca berkali-kali. Ada perasaan menyeruak dalam fikiranku. Hingga kemudian aku mulai mengerti dengan apa yang ditulis di majalah ini. Salah satu kolom yang aku sukai di majalah ini adalah Setitis Hidayah, yang memuat kisah-kisah individu bukan Islam yang akhirnya mendapatkan hidayah dan menjadi saudara baru (mualaf). Kisah-kisahnya sangat menarik dan menyentuh hatiku. Bagiku, Hidayah adalah majalah yang berwibawa dan sangat bermanfaat. Aku sangat menyukainya, bahkan aku kini sangat mencintainya. Kisah-kisahnya sangat menyentuh hati. Majalah Hidayah tampil dengan dakwah yang sangat mengena di hati pembacanya. Tidak ketara seperti mahu mengajar, tapi sangat menyentuh hati.  “Sepanjang hidupku baru kali ini aku menemukan majalah yang membuat aku berubah pantas. Maha Suci Tuhan, dari Majalah Hidayah itulah aku mendapatkan hidayah dari Allah, dan akhirnya aku memeluk Islam.” Melalui Majalah Hidayah inilah, aku pertama kali mengenal ajaran agama Islam. Boleh dikatakan bahawa Majalah Hidayah adalah perantara aku mengenal dan memahami apa itu Islam.

Didikan Keras
Aku dilahirkan di Pati, Tayu, Jawa Tengah, dan hari lahirku setiap tarikh 27 Jun. Nama kecilku Widi Setio Rini. Aku anak bongsu dari tiga bersaudara. Kesemuanya wanita. Aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana sekali. Apa adanya. Ibuku beragama Kristian sementara ayahku pula beragama Islam. Kedua kakakku juga beragama Islam. Sejak kecil aku dididik keras oleh ibuku tentang ajaran Kristian. Setiap hari Ahad aku diharuskan ibuku pergi ke gereja. Sebagai anak, aku selalu mematuhi apa kata ibu. Sebenarnya sejak umur antara 8 atau 9 tahun aku mulai tertarik dengan Islam. Tapi, kerana pengawasan ibu begitu ketat dan keras, aku selalu dimarahi bila berhubungan dengan sesuatu yang berbau Islam. Pernah satu ketika aku dimarahi ibu lantaran mengintip anak-anak seusiaku mengaji di surau. Kalau ibu sudah marah, marahnya tidak terbatas. Aku pernah dipukul, dilempar dan bahkan dipaksa tidur di lantai. Kerana aku masih kecil, aku hanya mampu menangis dan merintih. Aku bahkan menangis meronta-ronta, kedua tanganku diikat di kayu, lalu diberi semut merah, sambil disebat dengan kayu. Pendek kata, ibuku memang sangat ‘kejam’ kepadaku mengenai agama. Dia menginginkan aku menjadi penganut Kristian yang taat. Tapi, sejak kecil aku sudah tidak suka. Masa-masa itu adalah masa-masa keras yang aku terima dari ibuku. Masa itu adalah masa perjuanganku menghadapi seksaan keras ibuku. Dari kecil, aku juga sudah terbiasa kerja keras. Setelah lulus Sekolah Dasar (SD) aku tidak melanjutkan sekolah lagi. Padahal, dari pihak gereja telah menawarku masuk sekolah SMP secara percuma. Aku tolak dan tidak mahu bersekolah.

Selanjutnya dapat Hidayah Disember 2012 di pasaran...

No comments: