Monday, October 10, 2011

Ibnu Taimiyah: Para Ulama Terpikat Kecerdasannya

Nama lengkapnya adalah Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy al Harrany Ad-Dimasyqi. Ia lahir di Harran, Turki, salah satu kota induk di Jazirah Arab yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin, 10 Rabiulawwal tahun 661H [22 Januari 1263 M]. Ia berhijrah ke Damaskus pada tahun 1268 bersama ibu bapa dan keluarganya ketika umurnya masih kecil (enam tahun) disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinya. Mereka menempuh perjalanan pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan pun pada mereka.
Suatu saat, gerobak mereka mengalami kerosakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh mengesannya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat. Ibnu Taimiyah berasal dari keluarga agamawan. Ayahnya, Syihabuddin bin Taimiyah, adalah seorang syeikh, hakim, dan khatib. Datuknya, Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani, adalah seorang ulama yang menguasai ilmu fiqih, hadis, tafsir, ilmu ushul dan penghafal al-Quran (hafiz). Sejak kecil, sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan al-Quran dan mencari berbagai cabang ilmu kepada para ulama, hafiz dan ahli hadis negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para ulama tersebut mengkaguminya. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu Ushuluddin [Dasar-dasar Agama] dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadis, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubus Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir. Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, ada seorang ulama besar dari Aleppo, Syria, yang sengaja khusus datang ke Damaskus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan ujian dengan cara menyampaikan belasan matan hadis sekaligus. Ternyata, Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, ia pun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: “Jika budak ini hidup, nescaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang kanak-kanak sepertinya”. Memang, sejak kecil Ibnu Taimiyah hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan menggali ilmu, di antaranya ilmu hitung (matematik), khat (ilmu tulis-menulis Arab), nahwu, ushul fiqih, al-Quran dan Hadis Nabi. Sehingga pada usia 19 tahun, ia sudah boleh memberi fatwa dalam masalah-masalah keagamaan. Ibnu Taimiyah amat menguasai Ilmu Rijalul Hadis (perawi hadis) dan Fununul hadis (macam-macam hadis) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadis yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujah atau dalil, ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir [ahli tafsir]. Tiap malam ia menulis tafsir, fikih, ilmu ushul sambil membahas dan berkomentar para ahli filsafat. Dalam sehari semalam, ia mampu menulis empat buah kurrasah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syariah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahawa karangan Ibnu Taimiyah mencapai lima ratus judul. Karya karyanya yang terkenal adalah Majmu’ Fatawa yang berisi masalah fatwa-fatwa dalam agama Islam. Karya lainnya yang ditulis Ibnu Taimiyah adalah Minhajus Sunnah. Keilmuan Ibnu Taimiyah hampir tak tertandingi pada masanya, sehingga banyak ulama yang memujinya. Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah... dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap Kitabullah dan sunnah Rasulullah s.a.w. serta lebih ittiba’ dibandingkannya.” Sedang Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat ia adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, bila-bila saja ia menginginkannya, ia tinggal mengambilnya, terserah padanya. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manusia seperti anda.” Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukan Syeikhul Islam, lalu siapa ia ini? Syeikh Ahli Nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah ia berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang sepertinya...” Kemudian melalui bait-bait syairnya, ia banyak memberikan pujian kepada Ibnu Taimiyah.”
Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, akidah, hadis, fikih, bahasa Arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga ia melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (meninggal th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawapannya) akan menyangka bahawa ia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahawa tidak ada seorang pun yang boleh menandinginya”.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Oktober 2011 di pasaran...

No comments: