Wednesday, March 9, 2011

Variasari Keluaran Mac 2011


Sudahkah anda memiliki Variasari edisi Mac 2011? Kalau belum dapatkan segera sebelum kehabisan...

Kami ucapkan jutaan terima kasih kepada pembaca yang sudi menatap majalah ini. Sokongan yang cukup memberansangkan hari demi hari amat kami hargai.

Variasari menyajikan anda bahan bacaan 100% misteri. Dijamin anda puas membaca kisah-kisah yang dipaparkan.

Dapatkan segera majalah Variasari keluaran Mac 2011 sebelum terlambat.

Amaran keras: Ibu-ibu mengandung tidak di galakkan membacanya.

Harga cuma RM3.00 saja

Siri Bercakap Dengan Jin


Anda sedang membaca kisah yang turut dibaca oleh ribuan pembaca setia Siri Bercakap Dengan Jin sejak berpuluh tahun lamanya. Ia makin hangat diperkatakan oleh pembaca Variasari generasi kini. Pastikan anda terus mengikuti cerita bersiri ini ...

Tuesday, March 8, 2011

Antara Yang Menarik Dalam Variasari Mac 2011













Hidayah Mac 2011

Hidayah keluaran Mac 2011 sudah beredar di pasaran. Pastikan anda tidak ketinggalan memilikinya. Dapatkan segera sebelum kehabisan... Beli 2 naskhah...satu untuk anda satu lagi berikan pada jiran...!
Kami himpunkan
berbagai kisah-kisah menarik khusus buat tatapan anda untuk dijadikan iktibar. Isi kandungannya masih padat, cukup menawan sesuai dibaca semua lapisan masyarakat...Segera ke kedai-kedai buku berhampiran untuk mendapatkannya!

Senaskhah cuma RM3.90 sahaja

Iklankan Apa Saja Dalam Hidayah...

Langganlah Segera Melalui Pos

Salam Kami Mac 2011

ASSALAMUALAIKUM WR.WBT.
SEGALA puji dan syukur kita ke hadapan Allah s.w.t. serta salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. Arus masa terus berjalan. Dan apa yang menariknya perkembangan mutakhir ialah tumbangnya rejim diktator di Tunisia dan pergolakan rakyat yang menggoncangkan rejim Mubarak di Mesir. Tepat benarlah dengan firman Allah s.w.t. bermaksud: “...Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau Kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali ‘Imran: 26) Ayat tersebut adalah menjadi pengubat jiwa bagi setiap pejuang Islam dan mereka yang tertindas baik dimana saja berada. Ianya menjadi peringatan bagi mana-mana pemimpin yang berada di puncak kekuasaan. Kezaliman yang kamu lakukan, pembunuhan, penganiayaan terhadap para ulama yang kamu lakukan, penindasan kamu terhadap Islam akan mendapat balasan yang sewajarnya dari Allah s.w.t. Jika seandainya kamu terselamat daripada hukuman di dunia, di akhirat kamu akan berhadapan dengan pengadilan di padang mahsyar yang kamu tidak akan dapat berlindung dan dilindungi oleh para pengikut kamu. Jatuh dan tumbangnya pemerintahan ‘zalim’ sering belaku zaman berzaman sejak zaman Firaun di Mesir lagi. Namun manusia tidak belajar dari sejarah. Pemimpin yang menzalimi rakyatnya hanya akan sedar apabila dia sendiri jatuh tersungkur. Ada pemimpin yang hampir jatuh, namun selagi ‘misai’ belum menyentuh bumi pantang dia mengambil iktibar dan mengaku kalah. Hendaknya diri kita juga mengambil iktibar yang sama. Jangan sombong dan takbur apabila berada di puncak kekuasaaan, kekayaan dan kegemilangan. Renunglah hadis berikut ini bermaksud: Dari Abi Sa’id Al Khudri r.a. berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan memperolehi kedudukan dekat denganNya, adalah seorang pemimpin yang adil. Orang yang paling dimurkai oleh Allah pada hari kiamat dan memperolehi tempat paling jauh dariNya ialah pemimpin yang zalim.” (HR. Termizi) Pembaca budiman, sebagaimana biasa Hidayah tetap muncul menemui anda. Kami persembahkan kepada anda keluaran ini untuk dibaca, dihayati dan diinsafi bersama.
Kita berjumpa lagi dalam keluaran akan datang. Wassalam!

Pengarang.

Shahimisaifulislam@yahoo.com.my

Mayat Qariah Sukar Diangkat

DEDAUNAN pohon buluh sepanjang jalan itu mendesah-desah, diterpa tiupan angin. Kicauan burung sesekali terdengar di pucuk pepohonan yang rimbun. Langit sebenarnya cukup terik, namun terasa tak terlalu panas lantaran tertutup oleh banyaknya pepohonan di sekitar tempat itu. Ketika itu, Atika, 22, tengah mengambil air. Akan tetapi, baru saja gadis itu berjalan beberapa langkah, tiba-tiba, ia tergelincir. Kedua kakinya tak mampu menahan tubuhnya hingga ia terlentang ke belakang. Tentu saja, timba yang dijinjingnya di tangan kanannya melayang dari genggamannya. Airnya habis tertumpah. “Aawww....!” teriak Atika spontan sebelum jatuh ke tanah. Dan tubuh gadis itu pun menghentam bumi dengan keadaan terlentang. “Tolooong!” jerit Atika. Atika berusaha bangkit, tapi tak sanggup. Teriakan kerasnya sempat terdengar oleh Hamdan, 35, yang ada di hujung jalan. Langsung saja lelaki ini berlari menuju arah teriakan tersebut. Dilihatnya Atika telah terkapar di tempat itu. Tangannya masih sempat melambai-lambai seakan meminta tolong kepada Hamdan yang sudah tiba di tempat itu. Hanya saja, kali ini, satu kata pun sudah tak dapat terkeluar dari mulut Atika. Tanpa berfikir panjang, Hamdan segera menghampiri dan cuba membantu. Ia menggapai tangan kiri Atika, bermaksud untuk memapahnya. Dengan seluruh tenaga yang dimilikinya, Hamdan hendak mengangkat badan perempuan dari sisi sebelah kanan.
“Bismillahirrahmanirrahim...” Apa yang terjadi, ternyata tubuh gadis itu tak bergeser sedikit pun. Kepalanya hanya sedikit tergerak, tetapi belakangnya sedikit pun tak mampu terangkat. Hamdan kembali mengulangi sampai beberapa kali, namun tetap tak sanggup. Kebetulan, di saat yang bersamaan, Saerozi sedang melintas. Hamdan segera memanggilnya untuk meminta tolong mengangkat gadis itu. Hamdan menceritakan peristiwa tadi hingga Saerozi pun faham. Dari sisi sebelah kanan Atika, lelaki yang kedua ini turut membantu. “Mari kita angkat bersama-sama dalam kiraan ketiga. Satu... dua... tiga..!” ujar Hamdan memberi semangat. Aneh. “Tak bergerak pun...” jawab Saerozi. “Kita cuba lagi. Satu... dua... tiga...” “Astaghfirullah... Tak boleh juga.” Keduanya hairan sekali kenapa boleh demikian berat, padahal bentuk potongan tubuh perempuan itu mereka yakini tidak lebih dari 50 kg. saja. Pastilah ini bukan hal biasa, tetapi mereka tidak putus asa. Saerozi pun berlari mencari bantuan. Dua orang lagi lelaki kemudian didapatkan. Sekarang, mereka berempat bersama-sama berusaha mengangkat gadis itu. Harapannya tentu saja kali ini boleh berhasil. Tapi sekali lagi, mata mereka terbelalak saat mulai mengangkat tubuh perempuan yang telah tak sedarkan diri tersebut. Mereka mengulangi lagi namun hal sama mereka dapatkan. Memang aneh sungguh, tubuh gadis itu betul-betul terasa sangat berat. Padahal keempatnya sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengangkat gadis yang terlentang di jalan tersebut. Mereka seolah mengangkat beban seberat setengah tan. “Ini benar-benar mustahil,” salah seorang bersungut. “Ya, sungguh tak masuk akal,” sahut lainnya. “Bagaimana sekarang, kita semua gagal?” “Kita cari saja Ustaz Sholeh. Mungkin saja boleh kita dapatkan nasihatnya,” tiba-tiba Saerozi mengusulkan. 15 minit menunggu akhirnya orang yang ditunggu-tunggu sudah berada di tempat tersebut. Ustaz Sholeh mendengar dengan teliti cerita Hamdan dari awal hingga akhir. Si ustaz itu mengernyitkan dahi, petanda memang ada keganjilan pada gadis di hadapannya. “Cuba sekali lagi!” kata Ustaz Sholeh. Serentak mereka bersedia dalam hitungan ketiga cuba mengangkatnya. Hasilnya sama, tak bergerak pun gadis itu. “Berat... berat...” “Cuba ulang lagi!” Keempatnya kembali mengikuti arahan Ustaz Sholeh. Raut muka mereka basah oleh keringat yang terus bercucuran. Malahan salah seorang di antaranya tak henti-henti menyeka keringatnya. “Betul-betul berat, Ustaz,” kata Hamdan seolah sudah menyerah kalah.
“Begini saja, kalian cuba lagi. Sebelumnya, mari kita sama-sama berdoa kepada Allah s.w.t., mudah-mudahan keanehan tadi tidak terulang lagi,” kata Ustaz Sholeh. Kemudian Ustaz melafazkan doa sambil menengadahkan kedua tangannya agar Allah memudahkan mereka saat mengangkat gadis yang terasa berat tersebut. Setelah Ustaz memberi arahan, mereka serentak membaca ‘basmalah’. Seketika itu juga tubuh gadis tersebut boleh diangkat. Lega rasanya perasaan mereka setelah berhasil membawa tubuh Atika yang langsung dibawa ke rumahnya. Rupanya gadis tersebut sudah meninggal dunia. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râjiun.

Mayat terkoyak-koyak
Kesedihan menyelimuti keluarga Atika, terutama bagi ibunya, satu-satunya orang yang sentiasa menemani Atika di rumah tersebut. Hati si ibu kian tersayat tatkala mendengar sebahagian orang berbisik tentang keanehan menjelang meninggal anak perempuannya itu dimana tubuh Atika begitu berat hingga baru boleh diangkat oleh empat orang. Itu pun diiringi doa oleh Ustaz Sholeh. Kini tiba waktunya jenazah Atika diusungkan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Beberapa orang kampung turut menyaksikan proses pengkebumian. Usai dikubur dan didoakan, mereka segera meninggalkan kawasan penguburan. Namun, baru sekitar 20 depa melangkah, rupanya salah seorang sempat menoleh ke belakang, melihat ada kepulan asap putih yang keluar dari kubur baru tersebut. Tentu saja pemandangan ini mengejutkan. Terburu-buru mereka menuju asap itu untuk memastikan apa sebenarnya yang sedang terjadi. Sampai di tempat, mereka benar-benar melihat secara nyata dan jelas bahawa asap itu berasal dari kuburan Atika. Atas persetujuan bersama, para penggali kembali menggali kuburan yang berasap tersebut. Hingga di galian terakhir, tersingkaplah jasad Atika. Dan betapa terkejutnya para penggali saat melihat jasad baru itu telah terkoyak-koyak. Kulit tubuh Atika telah hangus. Sebagian besar kain kafan yang membungkus tubuhnya telah robek di sana-sini. Asap juga masih terlihat keluar dari sela-sela tanah galian.
Percaya atau tidak percaya, pemandangan ganjil inilah yang ada di hadapan mereka. “Saya sendiri sungguh tak menyangka. Jasad yang baru dikuburkan itu boleh demikian cepatnya berubah. Terkoyak-koyak, berasap dan hangus di sekujur tubuhnya,” kata Abidin, penggali kubur yang menyaksikan kejadian itu kepada Hidayah.
Sebahagian orang kembali terhenyak begitu menyaksikan keganjilan yang sulit diterima akal. Mereka pulang ke rumahnya masing-masing seraya ditenggelami pengalaman yang aneh. Terlebih bagi Hamdan dan kawan-kawan yang sebelumnya sempat menolong Atika sewaktu terjatuh di jalan saat mengambil air. Untuk kedua kalinya, Hamdan benar-benar terpegun menyaksikan secara langsung detik-detik keganjilan proses penggalian kuburan Atika.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Nabi s.a.w. Jawab Pertanyaan Mengenai Bidadari

DALAM majalah HIDAYAH beberapa keluaran yang lalu, ada disiarkan satu intisari ceramah yang disampaikan oleh Datuk Hassan Din Al-Hafiz berhubung dengan soal Bidadari. Dalam ceramahnya itu, Datuk Hassan telah menyebut tidak ada “bidadari” dalam syurga sebagaimana yang diwar-warkan oleh setengah-setengah orang agamawan. “Sebenarnya yang ada dalam syurga sebagai khadam manusia didalam syurga ialah “Malaikat”, kerana malaikat bukanlah lelaki dan bukanlah perempuan,” katanya, sambil menyambung: “Tokoh agama atau pun para ustaz kita menyalahkan tafsirkan ayat-ayat Quran yang terdapat dalam Surah Al-Waqi’ah.” Berhubung dengan soal ini saya terbaca dalam sebuah kitab yang berjudul “I’lamul Muwaqi’in” hasil karya Imam besar Syeikh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Kitab tersebut mengandungi “Empat jilid” yang didalam bahasa Melayunya sudah diterjemahkan berjudul “Panduan Hukum Islam.” Dalam jilid “ke empat” kitab tersebut menerangkan mengenai bab “Fatwa-Fatwa Rasulullah s.a.w.” mengenai “ALHURUN ‘IN” Ibnu Qayyim menyebut begini:
“Dalam Mu’jam Ath-Thabrani bahawa Ummu Salamah r.a. bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: “Wahai Nabi, beritahukan kepadaku tentang firman Allah, yang antaranya: “Dan (didalam syurga itu) ada Bidadari-Bidadari yang bermata jeli.” (al-Waqi’ah: 22). Baginda menjawab: “Hur adalah wanita-wanita yang putih, dan “’lin” adalah wanita yang bermata besar. Rambut Bidadari laksana sayap burung nazdar.” Saya berkata: “Wahai Nabi, beritahu kepadaku tentang Firman Allah yang ertinya: “Laksana mutiara yang tersimpan baik.” (Al-Waqi’ah: 22). Baginda menjawab: “Kerjenihan mereka bagaikan jernihnya mutiara yang ada di dalam kulit kerang yang belum tersentuh tangan.” Saya berkata: “Wahai Nabi, beritahukan kepadaku tentang firman Allah (yang ertinya) “Didalam syurga itu ada Bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.” (Ar-Rahman: 70) Baginda s.a.w. menjawab: “Baik budi pekertinya dan cantik-cantik wajahnya.” Saya berkata: “Wahai Nabi! Beritahukan kepadaku tentang firman Allah (Yang ertinya): “Seakan-akan mereka telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Ash-Shaffat: 49) Baginda bersabda: “Kelembutan mereka laksana tipisnya kulit yang engkau lihat dalam telur mendekati kulit keras.” Saya berkata: “Wahai Nabi! Beritahu kepadaku tentang firman Allah: “Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Al-Waqi’ah: 37). Baginda menjawab: “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia dalam keadaan tua renta, dan beruban. “Allah menjadikan mereka setelah ketuaan itu gadis perawan.” “Uruban” ertinya rindu cinta “Atraban” ertinya lahirnya “bersamaan”. Saya bertanya: “Wahai Rasul, mana yang lebih utama wanita di dunia atau Bidadari?” Baginda menjawab: “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada Bidadari-Bidadari bermata jeli, seperti keutamaan bahagian luar daripada bahagian dalam.” Saya bertanya: “Dengan sebab apa hal itu terjadi?” Baginda menjawab: “Sebab solat mereka, puasa mereka, dan ibadah mereka, Allah menerangi wajah mereka dengan cahaya, dan memakaikan sutera pada tubuh-tubuh mereka. Putih-putih warnanya. Hijau-hijau pakaiannya. Kuning-kuning perhiasannya. “Pendupaan mereka terbuat daripada mutiara. Sikat mereka terbuat dari Emas. Mereka berkata: “Kami kekal. Maka kami tidak mati. Kami mendapat kenikmatan, dan kami tidak mendapat musibah selamanya. “Kami menetap, dan kami tidak akan berpindah selamanya. Kami puas, kami tidak akan benci selamanya. Beruntunglah lelaki yang memiliki kami dan menjadi milik kami.” Saya bertanya: “Wahai Nabi! Sebahagian daripada kami ada yang menikah dengan dua atau tiga orag suami, lalu dia mati, dan masuk syurga dan diikuti suami-suaminya. Siapa yang menjadi suaminya?”
Baginda menjawab: “Hai Ummu Salamah, dia suruh memilih lalu dia akan memilih lelaki yang paling baik budi pekertinya.”

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

10 Wasiat Rasulullah s.a.w. Terhadap Muslimah

PAGI tadi, ketika menjamah sarapan pagi di rumah, saya membaca sebuah buku di dalamnya terdapat 10 wasiat Rasulullah kepada puterinya Fatimah binti Rasulullah. Sungguh syahdu membacanya, dan sekaligus membakar azam untuk melakukan sesuatu agar kelak saya menikmati seperti mana yang telah Baginda wasiatkan itu. Sepuluh wasiat yang Baginda sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya, apabila kemudiannya dimiliki oleh setiap isteri salihah. Wasiat tersebut adalah:
1. YA FATIMAH, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah s.w.t. pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan darjat wanita itu.
2. YA FATIMAH, kepada wanita yang berpeluh ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, nescaya Allah s.w.t. menjadikannya dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.
3. YA FATIMAH, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah s.w.t. akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
4. YA FATIMAH, tiadalah wanita yang menahan keperluan tetangganya, melainkan Allah s.w.t. akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.
5. YA FATIMAH, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adaah keredhoan suami terhadap isteri. Andaikata suamimu tidak redho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah s.w.t.
6. YA FATIMAH, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah s.w.t. menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah s.w.t. menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan daripada kandungan ibunya. Apabila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikit pun. Di dalam kubur akan mendapat taman indah yang merupakan bahagian dari taman syurga. Dan Allah s.w.t. memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.
7. YA FATIMAH, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah s.w.t. memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.
8. YA FATIMAH, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah s.w.t. memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Orang Melaka Bertandak Hingga Ke Subuh

SATU adat yang menyalahi hukum hakam agama yang ada suatu ketika dulu jadi ‘tradisi’ orang-orang Melayu/Islam masih lagi dalam ingatan ramai. Adat itu ialah apa yang disebutkan “Mandi Safar”. Temasya ini memang dinanti-nantikan oleh mereka yang merayakannya setahun sekali. Temasya mandi safar ini akan dirayakan pada hari Rabu penghabisan dalam bulan Safar. Entah kenapa mereka memilih hari Rabu, dan mengapa mereka memilih akhir Rabu dalam bulan itu sebagai perayaannya tidak pula dapat dipastikan. Dalam rencana ini saya cuba hendak memperkatakan cara “orang-orang Melaka” merayakan temasya mandi Safar. Orang-orang Melaka menyebutnya “Mandi Safau”. Adat yang menjadi tradisi tahunan orang-orang Melaka ini yang mahu saya himbau kembali kira-kira “empat puluh tahun” lalu, atau lebih dari itu. Semasa itu saya masih bersekolah. Tetapi sudah “berkhatan”. Orang-orang kampung zaman itu, bila seorang budak lelaki sudah berkhatan, bererti budak lelaki itu sudah “dewasa” dan sudah “remaja”. Walaupun ia ketika itu baru 11 atau pun 12 tahun, tetapi sudah boleh berfikir secara orang-orang dewasa, dan boleh membezakan “buruk” dan “baik”.
Saya tinggal di sebuah desa, namanya ialah “Kampung Kandang Batu 5 Melaka”. Saya juga bersekolah di kampung saya yang tidak jauh dari rumah saya. Ketika melanjutkan persekolahan itu, saya ke sekolah di kampung lain, iaitu “Sekolah Bukit Lintang”, dan “Sekolah Ayer Molek”. Kedua sekolah ini masih lagi menjadi ingatan saya, siapa guru yang mengajar saya, dan siapa guru besarnya, dan buku apa yang saya baca, saya masih ingat lagi. Semasa di Sekolah Kandang juga saya masih ingat guru yang mengajar saya. Siapakah murid-muridnya yang sama sedarjah dengan saya, tetap dalam ingatan saya. Semasa saya bersekolah di Sekolah Bukit Lintang, saya adalah seorang murid yang sangat pantas berlari. Saya mendapat jolokan “School Runner”. Dalam temasya-temasya sukan, saya akan dipilih oleh guru sukan sebagai pelumba lari yang penghabisan, dan ketika itulah saya akan pecut memotong siapa yang ada di depan. Datuk Othman Mohammad, yang sekarang menjadi “Speaker” Dewan Undangan negeri Melaka, adalah junior saya. Semasa saya masih bersekolah, dia kecil lagi yang didukung oleh emaknya yang menghantar abangnya ke Sekolah Kandang. Tetapi beliau bernasib baik yang sudah ditentukan oleh Allah s.w.t. semasa di alam Azali lagi dimana beliau akan menjadi “orang besar” di negeri Melaka. Saya tidak pasti, apakah dia tahu atau pun dia ingat atau dia mengalami adat orang–orang Melayu/Islam Melaka merayakan temasya “mandi safau” ini. Kalau beliau mengalaminya, beliau tentu akan “geleng kepala” apabila membaca rencana ini. Sebenarnya, adat temasya mandi safar yang dilakukan oleh sesetengah dari orang-orang Melayu/Islam di negeri Melaka, adalah merupakan satu perbuatan yang menyimpang jauh dari ajaran agama. Banyak kemungkaran yang wujud semasa perayaan-perayaan itu diadakan. Saya masih ingat dan masih tergambar di mata saya dan masih terdengar di telinga bunyi rebana, tabuh yang dipukul oleh mereka yang merayakan mandi safar ini. Tempat perayaan itu biasanya diadakan di tepi-tepi laut. Bagi mereka yang tinggal jauh dari laut, mereka akan melakukannya di tepi-tepi bukit, dan di atas bukit ataupun di tepi-tepi sungai ataupun di kuala-kuala sungai. Di bahagian Melaka tengah, kebanyakan mereka pergi beramai-ramai ke Tanjung Keling (Pantai Kundur). Di sini, pantainya tidaklah begitu baik, tidak seperti pantai Port Dickson, Negeri Sembilan.
Kebanyakan orang-orang kampung yang suka merayakan “temasya mandi safar” ialah mereka yang mempunyai kenderaan kereta lembu. Kebanyakan kampung-kampung itu adalah dari daerah “Bukit Lintang” dan kampung-kampung sekitarnya seperti “balik Bukit”, Kampung “Ketapang”, Kampung “Ayer Molek”, “Kampung Pengkalan Minyak” dan kampung-kampung sekitarnya. Kampung-kampung yang saya sebutkan ini ADALAH KAMPUNG-KAMPUNG BANYAK “KERETA LEMBU”. Kenderaan ini sangat penting dizaman itu. Mereka mempunyai dua ekor lembu, sebuah “pedati” yang dibuat dari kayu. Rodanya besar dari kayu juga, dikelilingi dengan besi. Semuanya ini ditempah dari mereka yang mahir bertukang membuat pedati kereta lembu ini. Pada waktu-waktu harian, kereta lembu ini digunakan untuk mengisi “kayu api” untuk dijual di Bandar Melaka.
Kebanyakan kayu api itu dari pokok getah yang tua dari ladang-ladang orang putih yang tidak dipakai lagi. Mereka yang mempunyai kereta lembu ini menyediakan tiga empat orang pekerja untuk menebang pokok-pokok getah ini. Mereka bawa pulang batang-batang getah itu ke rumah, kemudian dipotong pendek, diracek, dijemur sehingga kering, kemudian diikat dan diisi dalam kereta lembu.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Tiga Yang Menolong

Setiap orang hidup pasti mempunyai masalah. Tidak ada orang hidup di dunia ini tanpa memiliki masalah. Ada yang besar, ada yang kecil. Ada yang terasa berat untuk dihadapi, dan ada pula yang terasa ringan untuk dijalani. Hidup itu sendiri adalah sebuah ‘masalah’, iaitu sesuatu yang harus diselesaikan. Yang membedakan adalah bagaimana seseorang menghadapi suatu masalah. Tentu saja, sebagai umat Islam kita hendaknya menteladani tokoh manusia sempurna di muka bumi ini. Ia tak lain adalah Nabi Muhammad s.a.w. Apa yang ia lakukan ketika menghadapi masalah? Hal apa yang ia lakukan ketika mendapat khabar tak baik? Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah s.a.w. Ia menyebutkan bahawa jika tertimpa sesuatu yang mengejutkan, maka yang pertama dilakukan Nabi s.a.w. adalah solat. Hadis dari Abdullah Ibnu Abbas juga menyebutkan demikian. Saat Nabi s.a.w. sedang melakukan perjalanan bersama para sahabat, Ibnu Abbas memberikan khabar tentang kematian puterinya. Nabi s.a.w. diminta untuk pulang. Nabi s.a.w. menjawab, “Aurat ditutup Allah, keperluan hidup dicukupkan Allah, dan pahala dilimpahkan Allah.” Nabi s.a.w. lalu mengucapkan kalimat istirja’, iaitu kalimat Innaa lillaahi wa-innaa ilaihi raaji’uun. Selesai mengucapkan itu, Nabi s.a.w. menyingkir dalam jalan, lalu melaksanakan ibadah solat. Kata Nabi s.a.w., “Hatiku merasa tenteram bila sedang solat.” Setelah itu, Nabi s.a.w. menuju ke untanya seraya membaca ayat ini: “Mintalah pertolongan dengan sabar dan solat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Menurut sejumlah ulama tafsir, ayat di atas turun ketika Nabi mendapatkan khabar tentang kematian puterinya itu. Hal ini ditegaskan Syeikh Ismail Haqqi al-Burusywi dalam Kitab Tafsir Ruhul Bayan. Sementara itu, Ibnu Katsir, ulama ahli tafsir, berpandangan lain. Ayat ini turun ketika Nabi s.a.w. mendengar khabar kematian Qatsam. Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Uyainah bin Abdurrahman, dari ayahnya bahawa Ibnu Abbas memberitahukan kepada Nabi s.a.w. ehwal kematian Qatsam, ketika Uyainah dalam perjalanan. Kemudian Nabi membaca: Innaa lillaahi wa-innaa ilaihi raaji’uun. ‘Uyainah menepi dari jalan lalu berdiam. Kemudian turunlah ayat tersebut. Terlepas dari perbedaan soal asbabun-nuzul ayat tersebut, yang jelas, ayat tersebut turun ketika Nabi s.a.w. mendengar khabar tak baik. Nabi s.a.w. menjadikan khabar buruk sebagai momentum untuk kian dekat kepada Allah. Nabi s.a.w. melaksanakan solat bila mendengar khabar tak bagus. Ali bin Abi Thalib juga menceritakan bahawa ketika umat Islam tengah berada dalam Perang Badar, Nabi s.a.w. menjadikan solat sebagai gerak untuk meminta pertolongan kepada Allah. Di saat malam tiba, di saat umat Islam terlelap dalam tidurnya, Nabi s.a.w. justeru melaksanakan solat hingga Subuh. “Menurut penglihatan kami pada malam Perang badar, orang-orang pada tidur, kecuali Rasulullah. Baginda solat dan berdoa hingga subuh.”

Tiga Kata
Dari ayat di atas, ada tiga kata kunci yang harus kita perhatikan, iaitu sabar, solat dan khusyuk. Ketiga kata kunci ini memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali. Pesan sederhananya seperti ini: kalau kita sedang menghadapi masalah, maka jadikanlah sabar dan solat sebagai cara untuk menghadapinya. Tapi, harus diakui pula, bahawa sabar dan solat bukanlah hal enteng. Itu berat sekali. Maka, jalani kedua cara itu dengan khusyuk. Kira-kira seperti itu! Sabar (as-shabr) sendiri adalah keadaan kejiwaan dimana seseorang menahan dirinya dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Sabar juga bererti ketabahan. Ibnul Mubarak berkata dengan sanadnya dari Said bin Jubair. Dia berkata, “Sabar adalah pengakuan hamba kepada Allah atas apa yang menimpanya, mengharapkan redho Allah semata-mata dan pahalaNya.” Imam Ghazali mendefinisikan sabar sebagai ketetapan hati melaksanakan tuntunan agama dan menghadapi rayuan nafsu. Syeikh Ahmad Musthafa al-Maraghi, ulama tafsir asal Mesir, mengertikan sabar sebagai bentuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya dengan mengekang nafsu dari larangan tersebut. Menurutnya, seperti yang ia tulis dalam karya tafsirnya, hakikat sabar terletak pada mengingat janji Allah yang akan memberi pahala kepada siapa saja yang sabar dan menahan diri dari kemahuan hawa nafsu terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Secara umum, menurut Profesor DR. Quraish Shihab, kesabaran dapat dibahagi dalam dua bahagian pokok. Pertama, sabar jasmani, iaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan atau sabar dalam peperangan membela kebenaran. Termasuk sabar dalam menerima cubaan atau ujian yang menimpa jasmani seperti penyakit, penganiayaan, dan semacamnya.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Dua Surah Terakhir Yang Menakjubkan

SUATU hari, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Uqbah, mahukah kau kuajari dua surah yang belum pernah diketahui sebelumnya?” Uqbah bin ‘Amir menjawab dengan senang, “Tentu saja, ya Rasulullah.” Rasulullah kemudian mengajarinya al-Mu‘awwidzatain, yakni Qul a‘udzu bi-rabbil-falaq dan Qul a‘udzu bi-rabbi an-nas. Lantas, Rasulullah bersabda kepadanya: “Bacalah dua surah itu setiap kali kau hendak tidur dan setiap kali bangun tidur.”
Sejak hari itu, bahkan hingga maut menjemputnya, Uqbah bin ‘Amir tak pernah luput mengamalkan pesan suci nan penting dari Rasulullah tersebut. Tentu saja di balik pengajaran Rasulullah kepada Uqbah bin ‘Amir terkait dengan dua surah terakhir dalam al-Quran itu memiliki keistimewaan dan keutamaan. Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah: apa sebenarnya kandungan dua surat terakhir dalam al-Quran tersebut? Juga, apa keistimewaan tersembunyi dari dua surat tersebut?

Kenapa Disebut al-Mu‘awwidzatain?

Surat al-Falaq [113] terdiri dari lima ayat. Sementara surat an-Nas [114] terdiri dari enam ayat. Kedua surat itu – sebagaimana pendapat jumhur ulama - tergolong surat makkiyyah (diturunkan sebelum hijrah Nabi s.a.w.). Surat al-Falaq bersama dengan surat an-Nas disebut sebagai “al-Mu’awwidzatain” kerana secara harfiah bererti “dua surat perlindungan”. Disebut demikian kerana keduanya mengandung ta’widz (perlindungan). Nama tersebut sebenarnya terambil dari kata kedua surah itu yang menggunakan kata ‘A’udzu’ yang berarti ‘Aku berlindung’ sehingga al-Mu’awwidzatain itu sendiri bererti dua surah yang menuntun pembaca kepada tempat perlindungan atau memasukkannya ke dalam arena yang dilindungi. Dari nama tersebut, ada juga ulama yang menamai surah al-Falaq dengan surah al-Mu’awwidzah al-Ula (yang pertama) dan surah an-Nas dengan surah al-Mu’awwidzah ats-Tsaniyah (yang kedua). Adapun menurut mufassir Qurthubi, kedua surah itu dinamai al-Muqasyqisyatain, yang bererti yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Kandungan al-Falaq dan an-Nas
Surat al-Falaq –sebagaimana ditulis M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah - mengajarkan untuk memohon perlindungan dari Allah s.w.t.(Si Pencipta falaq, yakni yang terbelah - maksudnya cahaya pagi/fajar yang membelah kegelapan malam) dari segala macam kejahatan yang telah wujud atau belum. Sementara pada ayat berikutnya menggarisbawahi tiga keburukan atau kejahatan khusus. Bentuk keburukan atau kejahatan itu adalah; pertama, kejahatan dan keburukan yang biasanya terjadi pada kegelapan malam, pada saat ia gulita (ayat 3), sebagaimana binatang yang sering berkeliaran di malam hari mahupun makar yang dirancang dalam kegelapan. Kedua, dari keburukan peniup-peniup pada buhul-buhul (ayat 4), yakni dari ulah siapapun, baik lelaki mahupun perempuan, yang memiliki kemampuan tinggi meniup-niupkan atau mengipas-ngipas untuk mengobarkan api permusuhan dan perpecahan antara mereka yang memiliki hubungan harmonis, baik dengan sihir mahupun isu negatif. Ketiga, dari kejahatan pengiri (penghasad) dan pendengki jika dia iri (ayat 5), yakni yang mengharapkan hilangnya anugerah yang dinikmati pihak lain dan mencetuskan isi hatinya yang buruk itu dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Kalau dalam surah al-Falaq, permohonan perlindungan itu dijelaskan dari adanya kejahatan yang bersumber dari luar. Sementara itu, dalam surat an-Nas, permohonan perlindungan itu dijelaskan dari kejahatan yang datang dari dalam atau boleh jadi dari manusia sendiri. Allah s.w.t. pada surah an-Nas, masih menurut M. Quraish Shihab, mengajarkan kepada Nabi s.a.w. agar memohon perlindungan dengan berfirman: “Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, “Aku berlindung kepada Tuhan Pemelihara yang membimbing dan melimpahkan kasih kepada manusia (1). Tuhan yang merupakan Maha Raja yang menguasai manusia (2). Serta membela hamba-hambaNya yang mendekatkan diri kepadaNya.” Seterusnya, ayat 3 menyifati yang dimohonkan perlindunganNya sebagai: Tuhan yang disembah dan dipatuhi oleh manusia, suka atau tidak suka, dan yang kepadaNya tertuju segala pengabdian. Setelah menyebut tiga sifat Allah yang menjadikanNya wajar untuk diarahkan kepadaNya permohonan, ayat-ayat berikutnya menyebut apa yang dimohonkan, iaitu perlindungan dari kejahatan syaitan pembisik yang menghilang jika diusik (4) dengan berzikir mengingat Allah. Selanjutnya, pada ayat 5 dijelaskan tentang sifat syaitan itu, yakni ‘Yang sentiasa membisikkan ke dalam hati manusia’ (5). Yakni membisikkan hal-hal yang menghantar manusia terjerumus ke dalam kebinasaan. Para pembisik yang dimohonkan perlindungan dari gangguan itu ditegaskan oleh ayat 6 sebagai: ‘Dari kelompok syaitan -jin mahupun syaitan - manusia.’
Pelajaran dan pesan penting yang boleh dipetik dari dua surat terakhir al-Quran itu antara lain, bahawa dalam QS. Al-Falaq Allah menekankan bagi hambaNya untuk meminta perlindungan kepada Allah semata dari semua hal yang membahayakan, khususnya dari kegelapan, sihir dan pelakunya, hasad dan pelakunya kerana besarnya keburukan atau kejahatan tersebut. Sementara dalam surat an-Nas, Allah menekankan agar memohon perlindungan dari godaan syaitan, bahkan “bisikan” negatif yang datang dari syaitan, dan juga dari nafsu manusia.
Tetapi, lebih dari itu, sebenarnya ada hal yang boleh dikesan lebih jauh mengenai sifat Allah. Dalam surah an-Nas disebutkan tiga sifat Allah, iaitu Rabb, Malik, dan Ilah, sedang yang dimohonkan perlindungan hanya satu, yakni bisikan syaitan. Ini berbeda dengan surah al-Falaq yang hanya menyebut satu sifat Tuhan sebagai Rabb al-Falaq tetapi yang dimohonkan perlindungan adalah kejahatan makhluk yang secara khusus disebut tiga macam, iaitu ghasiq(in) idza waqab, an-naffasat fi al-’uqad, dan hasid(in) idza hasad. Ini menunjukkan bahawa rayuan syaitan yang merasuk ke dalam dada manusia — atau dengan kata lain musuh yang berada dalam diri manusia — jauh lebih berbahaya daripada musuh yang berada di luar dirinya, dan kerana itulah maka permohonan untuk dilindungi dari musuh yang ada di dalam itu dimohonkan dengan berulang kali menghadirkan kuasa Allah s.w.t.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Ibu Dan Anak Tertidur Ketika Sa'i

KISAH tentang ibadah haji adalah sebuah gambaran tentang keagungan dan kesucian. Keagungan kerana di sana kita melihat bagaimana agungnya Masjidil Haram dan kebesaran Kaabah, kiblat yang selama ini kita berhadap saat solat wajib atau sunat. Sedangkan kesuciannya kerana Tanah Haram adalah wilayah yang sangat mencabar keimanan seseorang. Apa yang terlintas dalam fikiran dan benak kita, baik positif mahupun negatif, kerapkali langsung berwujud menjadi kenyataan. Bahkan, perbuatan kita saat sebelum berangkat ibadah haji, akan menjelma menjadi nyata di Tanah Haram. Maka, banyak orang yang sangat berhati-hati saat melaksanakan ibadah haji. Namun, ada saja orang yang lalai ketika sudah sampai di sana. Boleh jadi, hal ini terkait dengan perbuatan dia sebelumnya saat masih di tanah air, ataukah dia memiliki fikiran buruk atau tidak baik saat di sana.
Kisah berikut ini memang agak unik. Bagaimana tidak, dua orang perempuan (ibu dan anak) boleh sampai tertidur saat melakukan ibadah sa’i. Padahal, kita tahu sendiri, bahawa ibadah sa’i merupakan ibadah yang dilakukan dengan berlari-lari kecil atau berjalan cepat, tapi kenapa masih sempat tertidur. Begini kisah lengkapnya! Kita sebut saja namanya Jamroh dan Saodah (keduanya nama samaran). Mereka adalah pasangan ibu dan anak yang tinggal di Bogor, Jawa Barat. Mereka berangkat ibadah haji belum lama, yakni tahun 2009. Mereka boleh berangkat menunaikan ibadah haji kerana hasil menjual tanah. Nenek ini memang terkenal memiliki tanah-tanah yang sangat luas, dikatakan beribu-ribu hektar, sehingga anak cucunya boleh hidup dengan menjual tanah ini. Setelah menjual tanah, Jamroh pun mengajak anaknya untuk berangkat tunai ibadah haji. Mereka mendaftar tahun 2008 dan baru dapat berangkat tahun 2009. Sebuah penantian yang tidak panjang sebenarnya. Maka, keadaan ini pun disambut positif oleh keluarga Jamroh dan anaknya, Saodah. Sampai waktunya, seminggu sebelum berangkat, Jamroh mengadakan walimah al-safar, iaitu mengadakan pengajian selama seminggu penuh. Setelah itu, mereka pun berangkat. Keluarga besarnya mengiringi kepergian mereka. Di usianya yang sudah berpangkal enam (65 tahun), Jamroh akhirnya dapat berangkat juga ke Tanah Suci, itu pun kerana desakan sanak keluarganya. Selama ini, jika dia menjual tanah selalu dipakai untuk kehidupan sehari-hari, tak pernah digunakan untuk kepentingan ibadah. Selama melaksanakan ibadah haji, segala tuntutan berhaji itu berhasil dia tunaikan. Namun, hal aneh kemudian terjadi saat mereka melakukan ibadah sa’i. Ketika mereka melewati Bathnul Waadi, iaitu kawasan yang terletak di antara Bukit Shafa dan Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau), tiba-tiba mereka terlalu mengantuk lalu tertidur tanpa disedari . Sementara orang lalu lalang di depan mereka seperti membiarkan mereka kerana memiliki kesibukan masing-masing. Mereka baru sedar setelah petugas keamanan di sana membangunkan mereka dan menghantarkan mereka pulang ke hotel penginapan. Mereka seperti ‘mamai’ saat dibangunkan. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan kami?” tanya salah seorang dari mereka. Merasa ibadah sa’inya tak dapat disempurnakan, mereka pun kemudian mengulanginya kembali dan akhirnya berhasil. Itu pun mereka lakukan setelah mereka bertaubat sebelumnya kepada Allah atas apa yang mereka perbuat selama ini. Apa yang dialami oleh ibu dan anak tersebut benar-benar sebuah peristiwa yang agak ganjil. Bagaimana tidak? Ketika sa’i, sebenarnya mereka akan melakukan perjalanan yang cepat. Bagaimana mengantukpun, jika keadaan kita dalam keadaan berlari atau berjalan cepat, apalagi di kanan kiri kita ada lautan manusia, maka rasa mengantuk itu pasti dapat diatasi, apalagi sampai tertidur. Tapi, rupanya, mereka tak tahan menghalang rasa mengantuk sehingga tanpa disedari mereka pun tertidur saat sa’i tersebut.
Hal-hal ganjil seperti itu sebenarnya tidak perlu kita risaukan kerana memang begitulah yang terjadi di Masjidil Haram. Hal-hal yang sifatnya diluar kebiasaan terkadang boleh terjadi, seperti ada jemaah haji yang tidak dapat melihat Kaabah, bahkan sampai berkali-kali padahal Kaabah sudah di depan matanya. Ada pula jemaah haji yang terantuk alang pintu padahal tubuhnya pendek dibandingkan tinggi pintu itu sendiri. Bahkan ada jemaah haji yang seliparnya hilang saat solat di Masjidil Haram hanya kerana punya fikiran remeh untuk menyembunyikan kasut sahabatnya dan sebagainya. Yang jelas, peristiwa ganjil di Masjidil Haram selalu terkait dengan fikiran buruk kita saat ibadah haji atau perbuatan kita sebelumnya saat masih di tanah air. Lalu, apa yang Jamroh dan Saodah perbuat sebenarnya sehingga saat sa’i keduanya boleh tertidur?

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Keberkatan Islam Di Rwanda

Umugwaneza Sulaiman adalah pemuda yang bangkit dari puing-puing. Ketika dia berusia 6 tahun, dia harus menyelamatkan diri ke hutan dan menyusuri sungai-sungai untuk menyelamatkan diri. Tahun itu adalah tahun 1994, tahun mengerikan bagi sejarah Rwanda dimana terjadi pembunuhan beramai-ramai yang dilakukan kumpulan bersenjata dari suku Hutu terhadap suku Tutsi. Saat pelarian, Sulaiman melihat sendiri tubuh-tubuh tanpa nyawa yang anggota badannya tersembelih bergeletakan di jalan-jalan raya dan terapung di sungai. Sulaiman sendiri harus kehilangan ayahnya dalam peristiwa itu. Tapi, alhamdullillah, dia selamat. Selepas peristiwa itu pada usia 11 tahun, dia masuk Islam. Walaupun lahir dari keluarga Katholik, Sulaiman selalu merasa nyaman dengan suara azan. Entah mengapa, dia juga suka berada di masjid dan lingkungan sekitarnya. Baginya, itulah pesona yang menenangkan hatinya. Dia pun bertekad menjadi seorang al-hafiz [penghafal Quran]. Lapan tahun kemudian, ketika usianya 19 tahun, Sulaiman menjadi orang Rwanda pertama yang mengikuti Musabaqah Al-Quran Antarabangsa di Dubai, UAE. Tak ada tentangan dari keluarganya saat ia menyatakan masuk Islam di usia semuda itu. Islam memang memiliki posisi strategi selepas konflik berdarah tahun 1994. Tak terlibat dalam konflik, umat Islam justeru membantu orang ramai yang diancam dibunuh waktu itu dengan menyembunyikan mereka di masjid dan rumah-rumah. Tak berapa lama setelah masuk Islam, keluarga Sulaiman juga mengikuti jejaknya memeluk Islam. Sulaiman mesti bekerja keras menghafal al-Quran kerana kurangnya guru al-Quran di Rwanda. Hal inilah yang membuatnya memutuskan pergi ke Nairobi, Kenya, untuk belajar al-Quran. Waktu itu, dia pergi bersama lima orang kawannya. Selama dua tahun penuh Sulaiman menghafal al-Quran sampai menjadi al-hafiz. “Saya berusia 15 tahun ketika saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Kenya untuk mencari ilmu bersama kawan-kawan saya. Dua dari kawan saya itu juga seorang saudara baru seperti saya,” ujarnya sebagaimana dipetik muslimmatters.org. Kini Sulaiman sudah balik ke kampung halamannya dan bekerja sebagai pengajar al-Quran dan imam di masjid. Sulaiman sangat gembira kerana ghairah Islam sangat kuat di Rwanda sekarang. Orang-orang beramai-ramai memeluk Islam di sana. “MasyaAllah! Begitu ramai orang Islam di negeri saya sekarang. Saya sekarang bekerja untuk menyiapkan generasi baru Islam di sini melalui pengajaran al-Quran. Saya juga ingin belajar lagi tentang Islam dengan lebih mendalaminya kerana saya ingin kedamaian menyebar lebih luas lagi di negeri saya,” ujarnya terharu.

Islam Solusi
Rwanda adalah negara di Afrika Tengah bekas jajahan Belgium. Luasnya hanya 26 ribu kilometer persegi. Majoriti penduduk Rwanda adalah Katholik, 56 peratus. Pada tahun 1890, Rwanda berada di bawah kendali Jerman dan kemudian berpindah ke tangan Belgium pada 1918. Rwanda mendapat kemerdekaan pada 1 Julai 1962 dan Gregoire Kayibanda dari suku Hutu menjadi Presiden pertama. Benih-benih konflik antara suku Hutu yang majoriti dan Tutsi yang minoriti mulai terjadi. Peristiwa berdarah meledak ketika Presiden Habyarimana dan Presiden Burundi, Cyprien Ntarymira terbunuh pada 6 April 1994. Pesawat yang mereka tumpangi ditembak jatuh satu kumpulan ekstrimis Hutu. Presiden Habyarimana yang berasal dari etnik Hutu menjadi sasaran tembak kerana dia merencanakan penyatuan etnik di Rwanda. Rencana inilah yang tak disukai kelompok Hutu yang berhaluan keras. Setelah Presiden tewas, mulailah pembunuhan dilakukan yang menewaskan 800 ribu jiwa suku Tutsi dan Hutu moderat. Sebahagian lagi melarikan diri ke Burundi, Tanzania, Uganda dan Zaire. Setelah peritiwa itu, Islam menarik banyak orang di Rwanda. Isu ini menjadi isu yang cukup hangat dibicarakan di dunia. Setidaknya empat media besar memberitakan hal ini yakni The Washington Post, Chicago tribune, Times Daily dan BBC News. Emily Wax dari The Washington Post melaporkan sendiri bagaimana ghairah Islam itu demikian besar. Dia melihat para wanita dengan tudung cerah warna kuning, hijau dan merah, begitu bersemangat menghadiri pengajian al-Quran dan mengikuti pembahasan mengenai jihad. Mereka mengatakan, jihad mereka bukanlah seperti yang tampak pada peristiwa sebelas September. Jihad mereka adalah melawan kebodohan, terutama dalam bentuk pertikaian antara suku yang telah menewaskan banyak orang. “Kita ingin menyembuhkan kebodohan itu dan luka yang ditinggalkannya. Jihad kami adalah jihad untuk saling menghormati satu sama lain dan memulai hidup baru sebagai orang Rwanda yang muslim,” ujar salah seorang dari mereka. Sejak pembunuhan beramai-ramai, penduduk Rwanda kini memeluk Islam dalam jumlah yang sangat besar. Kini warga muslim berjumlah 16 peratus dari 10 juta penduduk. Angka ini sangat jauh meningkat kerana sebelum peristiwa pembunuhan beramai-ramai itu, muslim Rwanda hanya memenuhi populasi kurang dari 2 peratus. Sementara itu, simpati terhadap gereja meredup. Empat pendeta dituduh terlibat dalam pembantaian etnik oleh PBB. Sebelumnya 2 orang biarawati dihukum kerana terbukti terlibat atas pembunuhan 7000 orang Tutsi yang berlindung di gereja Benedictine. Saat itu banyak orang yang diusng ke gereja bukan untuk diselamatkan, namun justeru dibantai. Sebaliknya, banyak pemimpin muslim dan keluarga muslim yang dihormati kerana mereka melindungi dan menyembunyikan orang-orang yang melarikan diri. Gambaran kononnya Islam yang keras dan terpencil di Rwanda dapat dinafikan dengan fakta ini. Orang-orang yang tadinya tak diberi perhatian, menjadi penyelamat banyak orang di Rwanda.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Ulama Sufi Banten Perkenalkan Tarekat Mengaji

KH. Muhammad Dimyathi bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, atau dikenal dengan Abuya Dimyathi atau Mbah Dim, merupakan tokoh ulama Banten yang sangat karismatik dan bersahaja. Abuya sendiri adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Arab yang bererti orang yang dituakan kerana keilmuan yang dimilikinya. Lebih khusus lagi, kata “Abuya” berhubungan dengan dunia spiritual, dimana dia berperanan sebagai pembimbing para murid dalam menjalani dunia tasawuf. Abuya lahir sekitar tahun 1925 dari pasangan Haji Amin dan Hajah Ruqayah. Dia dikenal sangat haus akan ilmu. Kerana itu, ia belajar ilmu agama pada beberapa pondok pesantren, mulai dari Pesantren Cadasari, Kadupeseng Pandeglang, Plamunan hingga Plered, Cirebon. Begitu cintanya terhadap ilmu hingga setiap mendengar di suatu tempat ada seorang ulama yang berilmu tinggi, maka tak segan-segan dia belajar kepada ulama tersebut. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya gurunya. Di antaranya Syeikh Abdul Halim Kalahan, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur) Purwakarta, Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Rukyat Kaliwungu, serta Syeikh Ma’shum dan Syeikh Baidlowi Lasem. Kesemua guru tersebut sempat menimba ilmu pada Syeikh Nawawi al-Bantany. Kata Abuya Dimyathi, para kiai tersebut memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna. Setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai berkenaan meninggal dunia. Sejak kecil, Abuya sudah dikenali dengan kecerdasan dan kesalihannya. Ketika “memondok” di Watucongol, misalnya, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi khabar kepada para pelajar pondoknya bahawa esok akan datang ‘kitab banyak’. Yang dimaksudkan di sini adalah Abuya Dimyathi sendiri. Hal ini terbukti kerana saat memondok di Watucongol mahupun di tempat pondok lainnya hingga Abuya menetap, dia banyak mengajar dan mengkaji kitab-kitab. Bahkan, di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih dikenali dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’ dan mendapat gelar ‘Sulthon Aulia’, kerana Abuya memang warak dan alim. Pada tiap pondok yang Abuya singgahi, selalu ada peningkatan pelajar mengaji dan ini satu bukti tersendiri di tiap daerah yang Abuya singgahi jadi bertambah keberkatan tempat berkenaan. Semasa hidupnya, Abuya Dimyathi dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kyai, sehingga tak berlebihan kalau disebut sebagai ulama Khas al-Khas. Ulama yang sikapnya sehari-hari merupakan cerminan dari ilmu yang dikuasainya. Masyarakat Banten menjulukinya juga sebagai pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia. Di balik kemasyhuran nama Abuya, dia adalah orang yang sederhana, bersahaja, berhati-hati dalam sebarang percakapan, konsisten dalam perkataan dan perbuatan, ahli sedekah, puasa, makan sekadarnya sahaja, dan bersahaja. Melihat wajahnya, terasa ada perasaan ‘damai’ dan tenteram di hati. Abuya adalah seorang qurra’ dengan lidah yang fasih. Wirid dan bacaan al-Quran sudah istiqamah lebih dari 40 tahun. Kalau bersolat Terawih di bulan puasa, tidak turun untuk sahur kecuali setelah mengkhatamkan al-Quran dalam solat. Abuya Dimyathi dikenal sosok ulama yang cukup sempurna dalam menjalankan perintah agama. Dia bukan saja mengajarkan ilmu syariah tetapi juga menjalankan kehidupan sufistik. Tarekat yang dianutnya adalah Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Maka wajar jika dalam perilaku sehari-hari dia penuh tawaduk, istiqamah, zuhud, dan ikhlas. Dalam buku Tiga Guru Sufi Tanah Jawa karya H. Murtadho Hadi, Abuya Dimyathi digolongkan bersama Syeikh Muslih bin Abdur Rahman al-Maraqi (Mranggen Demak) dan Syeikh Romli Tamim (Rejoso Jombang) sebagai tiga ulama sufi berpengaruh di Jawa. Bahkan, dalam buku Manaqib Abuya Cidahu (Dalam Pesona Langkah di Dua Alam), Abuya yang juga keturunan Sultan Maulana Hasanuddin dan Syarif Hidayatullah ini dikenal sebagai wali qutub. Sebagai seorang sufi, Abuya mengajarkan jalan spiritual yang unik, iaitu “tarekat ngaji”. Dia secara tegas menyeru: “Jalan saya adalah mengaji”. Sebab, tinggi rendahnya darjat keulamaan seseorang boleh dilihat dari bagaimana dia memberi penghargaan terhadap ilmu.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Sunday, March 6, 2011

Syurga: Keindahannya Tak Terlintas Di Fikiran

Abul Laits As-Samarqandi dalam kitab beliau “Tanbihul Ghafilin” menceritakan perihal Syurga. Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: “Ya Rasullullah, dari apakah dibuat syurga itu?” Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: “Dari air.” Kami bertanya: “Beritakan tentang bangunan syurga.” Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: “Satu bata dari emas dan satu bata dari perak, dan lantainya kasturi yang semerbak harum, tanahnya dari za’faran, kerikilnya mutiara dan yakut, siapa yang masuk dalamnya senang tidak susah, kekal tidak mati, tidak lapuk pakaiannya, tidak berubah mukanya.” Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Tiga macam doa yang tidak akan tertolak: Imam (pemimpin, hakim) yang adil, dan orang puasa ketika berbuka dan orang yang teraniaya, maka doanya terangkat di atas awan, dilihat oleh Tuhan lalu berfirman: “Demi kemuliaan dan kesabaranKu, Aku akan bela padamu walau hanya menanti masanya.” Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “ Sesungguhnya di dalam syurga ada pohon besar sehingga seorang yang berkenderaan dapat berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun tidak putus naungannya, bacalah: (Yang bermaksud) “Dan naungan yang memanjang terus”. Dan didalam syurga kesenangannya yang tidak pernah dilihat mata atau didengar oleh telinga, bahkan tidak pernah terlintas dalam hati (perasaan) manusia. Bacalah kamu:(Yang bermaksud): Maka tidak seorang pun yang mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari kesenangan yang memuaskan hari sebagai pembalasan apa yang telah mereka lakukan. Dan tempat pecut didalam syurga lebih baik dari dunia siisinya. Bacalah (Yang bermaksud) “Maka siapa dijauhkan dari api dan dimasukkan dalam syurga bererti telah untung.” Ibnu Abbas r.a. berkata: “Sesungguhnya di dalam syurga ada bidadari yang dijadikan dari empat macam iaitu misik (sejenis wangian), ambar, kafur dan za’faran, sedang tanahnya dicampur dengan air hidup (hayawan), dan setelah dijadikan maka semua bidadari asyik kepadanya, andaikan ia berludah dalam laut tentu menjadi tawar airnya, tercantum dilehernya (barangkali seperti kalung atau lokek): Siapa yang ingin mendapat isteri seperti aku, maka hendaklah taat kepada Tuhanku.” Mujahid berkata: “Bumi syurga dari perak, dan tanahnya dari misik, dan urat-urat pohonnya dari perak, sedang dahannya dari mutiara dan zabarjad, sedang daun dan buahnya dibawah itu, maka siapa yang makan sambil berdiri tidak sukar, dengan duduk juga tidak sukar, dan sambil berbaring juga tidak sukar, kemudian membaca ayat: (Yang bermaksud) Dan dimudahkan buah-buahnya sehingga semudah-mudahnya. Sehingga dapat dicapai oleh orang yang berdiri mahupun yang duduk dan berbaring. Abu Hurairah r.a. berkata: “Demi Allah yang menurunkan kitab pada Nabi Muhammad s.a.w. Sesungguhnya ahli syurga tiap saat bertambah elok cantiknya, sebagaimana dahulu didunia bertambah tua.” Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Shuhaib r.a. berkata: “Nabi Muhammad s.a.w. bersabda yang bermaksud: “Apabila ahli syurga telah masuk ke syurga dan ahli neraka telah masuk ke neraka, maka ada seruan: Hai ahli syurga, Allah akan menepati janjiNya kepada kamu. Mereka berkata: “Apakah itu, tidakkah telah memberatkan timbangan amal kami dan memutihkan wajah kami dan memasukkan kami ke dalam syurga dan menghindarkan kami dari neraka. Maka Allah membukakan bagi mereka hijab sehingga mereka dapat melihatNya, demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya belum pernah mereka diberi sesuatu yang lebih senang daripada melihat zat Allah.” Anas bin Malik r.a. berkata: “Jibril datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. membawa cermin putih yang ditengahnya ada titik hitam, maka Nabi Muhammad s.a.w. bertanya kepada Jibril: “Apakah cermin yang putih ini?” Jawabnya: “Ini hari Jumaat dan titik hitam ini saat mustajab yang ada dihari Jumaat, telah dikurniakan untukmu dan untuk umatmu, sehingga umat-umat yang sebelumnya berada di belakangmu, iaitu Yahudi dan Nashara (kristian) dan saat dihari Jumaat, jika seorang mukmin bertepatan berdoa untuk kebaikan pada saat itu pasti ia akan diterima oleh Allah, atau berlindung kepada Allah dari suatu bahaya, pasti akan dihindarkannya, dan hari Jumaat dikalangan kami (Malaikat) dinamakan Yaumal Mazid (hari tambahan).” Nabi Muhammad s.a.w. bertanya lagi: “Apakah Yaumal Mazid itu?” Jawab Jibril: “Tuhan telah membuat lembah di syurga Jannatul Firdaus, disana ada anak bukit dari misik kasturi dan pada tiap-tiap hari Jumaat disana disediakan mimbar-mimbar dari nur (cahaya) yang diduduki oleh para Nabi, dan ada mimbar-mimbar dari emas bertaburan permata yaqut dan zabarjad (sejenis batu permata) diduduki para siddiqin, syuhada dan salihin, sedang orang-orang ahli ghurof (yang di bilik syurga) berada di belakang mereka di atas bukit kecil itu berkumpul menghadap kepada Tuhan untuk memuja muji kepada Allah, lalu Allah berfirman: “Mintalah kepadaKu.” Maka semua minta (Kami mohon keredhoanMu) Jawab Allah: “Aku telah redho kepadamu, keridhoan sehingga kamu Aku tempatkan di rumahKu dan Aku muliakan kamu.” Kemudian Allah menampakkan kepada mereka sehingga mereka dapat melihat zatNya, maka tidak ada hari yang mereka suka sebagaimana hari Jumaat kerana mereka merasa bertambahnya kemuliaan dan kehormatan mereka. Dalam lain riwayat: Allah menyuruh kepada Malaikat: “Berikan makan kepada para waliKu.” Maka dihidangkan berbagai makanan maka terasa pada tiap suap rasa yang lain dari semuanya, bahkan lebih lazat sehingga bila selesai makan, diperintahkan oleh Allah: “Berikan minum kepada hamba-hambaKu.” Maka diberi minum yang dapat dirasakan kelazatannya pada tiap teguk dan ketika telah selesai maka Tuhan berfirman: “Akulah Tuhanmu telah menepati apa yang Aku janjikan kepadamu dan kini kamu boleh minta, nescaya Aku berikan permintaanmu.” Jawab mereka: “Kami minta ridhoMu. kami minta ridhoMu.” dua tiga kali. Dijawab oleh Allah: “Aku ridho kepadamu bahkan masih ada tambahan lagi daripadaKu, pada hari ini Aku muliakan kamu dengan penghormatan yang terbesar dari semua yang telah kamu terima.” Maka dibukakan hijab sehingga mereka dapat melihat Zat Allah yang Maha Mulia sekehendak Allah, maka segera mereka bersujud kepada Allah sekehendak Allah sehingga Allah menyuruh mereka: “Angkatlah kepalamu sebab kini bukan masa beribadat.” Maka disitu mereka lupa pada nikmat-nikmat yang sebelumnya dan terasa benar bahawa tidak ada nikmat lebih besar daripada melihat Zat Allah yang Maha Mulia. Kemudian mereka kembali maka semerbak bau harum dari bawah Arsy dari bukit kasturi yang putih dan ditaburkan diatas kepala mereka, diatas ubun-ubun kuda mereka, maka apabila mereka kembali kepada isteri-isterinya terlihat bertambah indah lebih dari semula ketika mereka meninggalkan mereka sehingga isteri-isteri mereka berkata: “Kamu kini lebih elok dari yang biasa.” Abul-Laits berkata: “Terbuka hijab, bererti hijab yang menutupi mereka untuk melihatNya. Dan erti melihat kepadaNya iaitu melihat kebesaran yang belum pernah terlihat sebelumnya tetapi kebanyakkan ahli ilmu mengertikan: Melihat Zat Allah tanpa perumpamaan.” Ikrimah berkata: “Ketangkasan ahli syurga bagaikan orang berumur 33 tahun lelaki dan perempuan sama-sama, sedang tingginya enam puluh hasta, setinggi Nabi Adam a.s. muda-mudi yang masih bersih halus tidak berjanggut, bola matanya, memakai tujuh puluh macam perhiasan, yang berubah warnanya tiap-tiap jam, tujuh puluh macam warna, maka dapat melihat mukanya di muka isterinya, demikian pula di dadanya, dibetisnya, demikian pula isterinya dapat melihat wajahnya di wajah suaminya, di dada dan di betisnya, mereka tidak berludah dan tidak berhingus, lebih-lebih yang lebih kotor, maka lebih jauh.”
Dalam lain riwayat: “Andaikan seorang wanita syurga menunjukkan tapak tangannya dari langit nescaya akan menerangi antara langit dan bumi.” Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya Zaid bin Arqam r.a. berkata: “Seorang ahlil kitab datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan bertanya: “Ya Abal-Qasim, apakah kau nyatakan bahawa orang syurga itu makan dan minum?” Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: “Ya, demi Allah yang jiwa Muhammad ada ditanganNya, seorang ahli syurga diberi kekuatan seratus orang dalam makan, minum dan jimak (bersetubuh).” Dia berkata: “Sedang orang yang makan, minum ia lazimnya berhajat, sedang syurga itu bersih tidak ada kekotoran? Jawab Nabi Muhammad s.a.w. : “Hajat seseorang itu berupa peluh yang berbau harum bagaikan kasturi.” Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu’tah bin Sumai mengenai firman Allah s.w.t.: “Thuba lahum wa husnu ma ab.” Thuba ialah pohon pokok di syurga yang dahannya dapat menaungi tiap rumah di syurga, didalamnya berbagai macam buah dan dihinggapi burung-burung besar sehingga bila seorang ingin memakan burung dapat memanggilnya dan segera jatuh di atas meja makannya, dan dapat makan sayap yang sebelah berupa dinding (kukus, sup terlebih kurang serupa) dan yang lain berupa panggangan, kemudian bila telah selesai ia terbang kembali.” Dari Al’amasy dari Abu Salih dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w. yang bermaksud: “Rombongan pertama akan masuk syurga dari ummatku bagaikan bulan purnama, kemudian yang berikutnya bagaikan bintang yang amat terang di langit, kemudian sesudah itu menurut tingkatnya masing-masing, mereka tidak kencing dan buang air, tidak berludah dan tidak berhingus, sikat rambut mereka dari emas dan ukup-ukup mereka dari kayu gahru yang harum dan peluh mereka kasturi dan bentuk mereka seperti seorang yang tingginya bagaikan Adam a.s. enam puluh hasta.” Ibnu Abbas r.a. berkata: “Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya ahli syurga itu muda semua, licin, halus, tidak ada rambut kecuali di kepala, alis dan di kelopak mata, sedang janggut, misai, ketiak dan kemaluan licin tidak ada rambut, tinggi mereka setinggi Nabi Adam a.s. enam puluh hasta, usianya bagaikan Nabi Isa a.s. 33 tahun, putih rupanya, hijau pakaiannya, dihidangkan kepada mereka hidangan, maka datang burung dan berkata: “Hai waliyullah, saya telah minum dari sumber salsabil dan makan dari kebun syurga dan buah-buahan, rasanya sebelah badanku masakan dan yang sebelahnya gorengan, maka dimakan oleh orang itu sekuatnya.”

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

12 Barisan Di Akhirat

SUATU ketika, Muaz bin Jabal r.a. menghadap Rasulullah s.a.w. dan bertanya: “Wahai Rasulullah, tolong huraikan kepadaku mengenai firman Allah s.w.t.: “Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris.” (Surah An-Naba’: 18) Mendengar pertanyaan itu, Baginda menangis dan basah pakaian dengan air mata. Lalu menjawab: “Wahai Muaz, engkau telah bertanya kepadaku, perkara yang amat besar, bahawa umatku akan dikeluarkan, dikumpulkan berbaris-baris. Maka dinyatakan apakah 12 barisan tersebut:

BARISAN PERTAMA
Dikeluarkan dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari Allah Yang Maha Pengasih: “Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati tetangganya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...”

BARISAN KEDUA
Dikeluarkan dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari Yang Maha Pengasih: “Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meninggalkan solat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...”

BARISAN KETIGA
Dikeluarkan mereka berbentuk keledai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. “Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...”

BARISAN KEEMPAT
Dikeluarkan dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancuran keluar dari mulut mereka. “Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jual beli.

BARISAN KELIMA
Dikeluarkan dari kubur dengan bau busuk dari bangkai. Ketika itu Allah s.w.t. menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu kententeraman di Padang Mahsyar. Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan derhaka, takut diketahui oleh manusia tetapi tidak pula merasa takut kepada Allah s.w.t., maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...”

BARISAN KEENAM
Dikeluarkan dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. “Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...”

BARISAN KETUJUH
Dikeluarkan dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. “Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka...”

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Menghayati Hikmah Perkahwinan

SALAH satu tanda-tanda kebesaran dan kasih sayang Allah ialah pernikahan. Allah s.w.t. menjelaskan dalam al-Quran: Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antara kamu kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q. S. al-Rum: 21) Sebagai anugerah yang besar, pernikahan lalu menjadi semacam gerbang kesucian manusia yang ingin meningkatkan, bahkan menyempurnakan keimanannya. Nabi s.a.w. menyabdakan, “Dengan menikah, manusia telah memenuhi sebahagian imannya, maka baginya sebahagian iman yang lain.” Juga dalam sabda yang lain Nabi s.a.w. menyebutkan: “Solat orang yang sudah menikah, 70 kali lebih baik dari solat orang yang belum menikah.” Ada manusia yang terbelenggu nilai-nilai duniawi tak akan sanggup menggunakan mata bening keimanan tatkala memasuki istana suci pernikahan. Dalam keadaan demikian, dirinya hanya memandang pernikahan antara lelaki dengan wanita sekadar sebagai keterikatan lahiriah yang dimaksudkan untuk memuaskan hasrat biologi dan melanjutkan keturunannya. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (QS. al-Rum: 7) Berkenaan dengannya, Rasulullah s.a.w. menyabdakan agar memilih dan menetapkan pasangan berdasarkan nilai-nilai ukhrawi. “Tak ada kebaikan yang bermanfaat bagi seorang mukmin setelah ketakwaannya kepada Allah, kecuali pasangan yang salih.” Dengan melangsungkan pernikahan, manusia akan memiliki tugas besar dalam melakukan perubahan dan menciptakan kententeraman di tengah umat manusia dan dunia. Kententeraman yang dikemukakan ayat, “...litaskumu ilaiha,” memiliki makna yang lebih luas dari sekadar ketenteraman dalam rumah; kendati kententeraman dalam rumah merupakan pangkal kententeraman luar rumah. Sungguh, kententeraman hidup sebuah masyarakat sangat ditentukan oleh kententeraman hidup berkeluarga. Dalam wawasan Islam, kehidupan pernikahan atau keluarga yang diliputi suasana tenteram bahagia adalah kehidupan pernikahan sakinah. Darinya nescaya akan terlahir pahlawan-pahlawan beriman yang tulus berbakti dan berjuang demi menjaga keseimbangan sistem Allah s.w.t. di muka bumi. Sedemikian pentingnya pernikahan, hingga Rasulullah s.a.w. yang menjadi contoh manusia teladan menegaskan bahawa pernikahan adalah sunahnya; seraya menekankan bahawa siapapun yang tidak menghendaki sunahnya, bukan termasuk golongannya. Bila dipautkan dengan keyakinan kita bersama, maka semua yang dilakukan Rasulullah nescaya merupakan sebahagian dari misi dan tugas yang diterima dari Allah s.w.t.; mengajak umat manusia menuju nilai kesempurnaan sebagai hamba. Oleh kerananya, bagi Rasulullah, pernikahan merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan sebagai penyempurnaan misi kenabiannya.
Tonggak ajaran Rasulullah s.a.w. adalah kebenaran dan keadilan; maka pernikahan di matanya merupakan khidmat manusia dalam menyebarkan dan memancangkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan di muka bumi. Namun, mengingatkan bahawa keduanya mustahil tegak berdiri di landasan selain Allah s.w.t., maka dibangunlah landasan berupa keimanan dan kepasrahan. Dalam firmanNya, Allah s.w.t. menjelaskan bahawa pernikahan yang dikehendaki ialah pernikahan yang mengakibatkan kententeraman bagi manusia pada umunya. Namun itu tak akan pernah tercapai apabila pelakunya hanya bersandar pada hukuman dan undang-undang semata. Jelasnya, si pelaku tak akan berbahagia apabila berkidmat kerana paksaan hukum atau undang-undang. Dalam pada itu, Allah s.w.t. menghadiahkan perasaan kasih sayang kepada manusia yang memasuki gerbang suci pernikahan dengan tujuan ilahiah. Perasaan kasih dan sayang pada gilirannya akan membuahkan rasa nikmat dalam dirinya tatkala memberikan pelayanan dan mempersembahkan pengorbanan. Dalam surat al-Dahr (al-Insan: 8 – 9), Allah s.w.t. menceritakan tentang perasaan keluarga Nabi s.a.w. yang rela membantu orang miskin, anak yatim dan tawanan kendati mereka sendiri sedang memerlukan lantaran didorong perasaan kasih sayang. Paling tidak, ketika perasaan tersebut telah tumbuh dalam hati, isteri atau suami yang hidup dalam mahligai pernikahan akan mampu memaklumi dan bersabar antara satu sama lain. Jadi nikmat ketenteraman yang dijanjikan sebuah pernikahan akan mereka nikmati bersama. Begitu pula dengan keturunan yang terlahir dari pasangan: akan merasakan keluarganya sebagai syurga baginya. Mereka akan menyaksikan bagaimana keharmonian dibangun dengan cara saling mengasihi dan menghormati satu sama lain. Imam Hasan dan Imam Husain, dua cucu terkasih Nabi s.a.w., banyak mengambil pelajaran berharga dengan mengamati cara ayah mereka, Ali bin Abi Thalib menghormati dan menghargai ibu mereka. Demikian pula dengan Zainab yang menjumpai keindahan setelah menyaksikan cara bondanya, Fatimah Al-Zahra, memperlakukan ayahnya. Imam Husain mengatakan, “Demi Allah tidaklah ayahku diciptakan bila ibuku tidak tercipta.” Ungkapan itu menggambarkan tentang keserasian hubungan yang terjalin indah antara ayah dan ibunya. Cinta dan kasih sayang adalah anugerah Allah s.w.t. bagi mereka yang menghidupkan hatinya; iaitu orang-orang yang menyandang keimanan dalam lubuk hati. Mereka yang terbiasa membangun kehidupan demi memuaskan hasrat egonya sendiri, tak akan pernah meneguk anugerah agung ini. Akibatnya, ia akan memperlakukan setiap manusia, termasuk isteri dan anak-anaknya, dengan sesuka hati dan hanya demi kesenangan dan kepentingan peribadinya semata. Al-Quran mengatakan dengan nada tegas: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk Islam lalu medapatkan cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (al-Zumar: 22) Sudah menjadi kewajipan bagi umat manusia untuk tidak melakukan kezaliman agar hatinya tetap peka dan berhak mendapat anugerah kasih sayang Allah s.w.t. Kasih sayang ibarat kekuatan graviti yang memancangkan keutuhan harmoni kehidupan sebuah rumahtangga. Apabila kekuatan itu sampai hilang, nescaya keharmonian hidup bersama akan segera memudar, yang pada gilirannya mengakibatkan mahligai pernikahan beserta segenap hal yang telah dihasilkannya (termasuk keturunan), porak-peranda. Akhirnya, mereka yang memiliki kekhuatiran mendalam terhadap nasib keturunannya nescaya akan bersungguh-sungguh menjaga keharmonisan hubungannya dengan Allah s.w.t. seraya terus berusaha memelihara dan menambahkan anugerah kasih sayang yang telah diterimanya selama ini.
“Dan hendaklah takut kepada Allah bagi orang-orang yang seandainya mereka meninggalkan anak-anak yang lemah, yang mereka khuatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (An-Nisa’: 9)

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Musuh Islam Yang Berbalik Membela Islam

SELESAI perang Badar, kaum muslimin menawan sejumlah pasukan musuh. Di antara orang–orang Quraisy yang tertawan adalah Wahab bin Umair bin Wahab Al-Jumahy. Ayahnya, Umair bin Wahab Al-Jumahy, adalah pahlawan Quraisy yang tentu saja sangat memusuhi Islam. Khabar tertawannya Wahab membuat Umair bin Wahab Al-Jumahy sangat sedih. Gerangan apa yang menimpa anaknya di tangan pasukan musuh? fikirannya resah gelisah. Setiap hari, siang dan malam, Umair dilanda risau. Bayangan si anak selalu menari-nari di pelupuk matanya. Bayangan kematian dan ketidakjelasan hidup anak tersayang kerana nyawanya ditawan pasukan Islam.
Saat pilunya tetap menyergap, suatu ketika dia mengunjungi seorang sahabat karibnya, Shafwan bin Umayah, pemuda dari anak seorang Quraisy. Saat itu, Shafwan juga sedang dalam duka yang mendalam kerana ayah kesayangannya terbunuh di perang Badar. “Demi Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik sesudah kematian pahlawan-pahlawan Quraisy...” ujar Shafwan. “Demi Allah, memang begitu! Benarlah kata-katamu itu, hai Shafwan! Demi Allah, jika saja aku tidak punya pinjaman banyak yang hingga kini aku belum dapat melunasinya, dan seumpama aku tidak punya banyak anak yang selalu aku khuatirkan makannya jika aku tinggal mati, nescaya aku akan mencari Muhammad, dan aku bunuh dia. Hatiku amat sakit padanya. Mengapa dia sampai berani menawan anakku yang kucintai?” sela Umair membenarkan. “Hei, kalau betul-betul kau mahu membunuh Muhammad, aku sanggup membayar lunas semua pinjamanmu. Adapun anak-anakmu, biar bersama anak-anakku dan orang-orang yang jadi tanggunganku. Akulah yang menanggung makannya selama aku masih hidup,” tegas Shafwan memberi jaminan. “Betulkah begitu Shafwan?” Umair terkejut, setengah rasa tak percaya.
“Mengapa tidak? Aku bukankah seorang lelaki? Jangan khuatir!” “Kalau memang betul kau sanggup, baiklah, hal ini kita rahsiakan dulu, dan jangan sampai ada seorangpun yang mendengar!” “Ya, baiklah! Dan segera kerjakanlah!” Keduanya kemudian bergegas pulang ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah, Umair segera berkemas-kemas dan menyediakan peralatan perang selengkapnya, diantaranya pedang beracun. Dan esoknya, Umair pun berangkat.

Disambut Umar bin Khathab
Di Madinah, suatu hari, Umar bin Khathab r.a. bersama sekelompok kaum muslimin asyik membincang perang Badar. Mereka bersyukur pertolongan yang Allah s.w.t. turunkan kepada kaum muslimin mampu membenam pasukan musuh. Namun di tengah pembicaraan tersebut, tiba-tiba terdengar suara seseorang datang. Ketika Umar menoleh, terlihat Umair bin Wahab sedang bergerak menuju ke arah masjid dengan unta yang ditungganginya. “Hei, itu dia si Umar bin Wahab, musuh Allah! Demi Allah, pasti kedatangannya untuk maksud jahat! Dialah yang menghasut orang banyak dan mengarahkan mereka untuk memerangi kita di perang Badar!” ujar Umar berang, membangkitkan semangat kaum muslimin yang ada di sana seraya tak berkedip sekejap pun memandangi Umair. Sementara Umair terus melangkah menuju masjid. Dia lihat ke kiri ke kanan, mencari-cari dimana Nabi Muhammad s.a.w. berada. Pedang beracun kesayangannya dihunuskan. Dia datang dengan mata dan muka merah seolah-olah sedang mabuk, menandakan kemarahan yang menyala. Dia duduk tegak di atas untanya. Kemudian setelah dia sampai di masjid, turunlah ia dan mengikat untanya. Saat itu, Rasulullah ada di dalam rumah. Dengan cepat Umar Al-Khatthab berlari menuju ke sana dan masuk ke dalam rumah dan setengah berseru kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah! Itulah seteru Allah, Umair bin Wahab, yang telah datang dengan menghunuskan pedangnya mencarimu!” Umar lalu membawa Umair masuk menghadap Nabi s.a.w. Akan tetapi yang terjadi sungguh di luar dugaan. Bagai harimau yang kehilangan gigi, Umair sama sekali tidak bergerak ketika tali pedang beracunnya dipegang Umar. Ada ketakutan yang tidak dapat disembunyikan ketika Umair berhadapan dengan Umar. Dia hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sesampainya Umar dan Umair di hadapan Nabi s.a.w., baginda pun mengingatkan sikap Umar yang kurang bersahabat. “Lepaskanlah dia, wahai Umar!” Dan Umar pun patuh. “Selamat pagi untukmu, hai Muhammad!” tegur Umair. Ucapan penghormatan yang lazim dilakukan masyarakat jahiliyah. “Sesungguhnya Allah s.w.t. telah memuliakan kami dengan suatu ucapan kehormatan yang lebih baik dari pada ucapanmu itu Umair. Penghormatan itu ialah salam...(Assalamu’ alaikum),” sambut Rasulullah s.a.w. “Dan gerangan apa yang membawamu kemari?” tanya Nabi s.a.w. “Aku datang kemari ini hendak bertemu dengan anakku yang sekarang ada di tanganmu, hai Muhammad.”
“Tidak! Sama sekali bukan itu alasannya. Berkata jujurlah dengan apa yang hendak kau katakan. Jangan berdusta.” “Sungguh. Aku hendak bertemu dengan anakku, dan aku ingin meminta kepadamu agar kau berbuat baik kepada anakku.” “Tapi, apa maksudnya dengan pedang yang kau bawa itu? Kenapa kau meminta anakmu sambil menghunuskan pedang?” “Pedang ini tidak ada gunanya sedikit pun. Semoga Allah menjelekkan pedang ini.” Umair berkata ragu-ragu setengah takut. Dia tak dapat menyembunyikan maksud kedatangannya yang tidak hanya ingin membebaskan anaknya tetapi juga untuk membunuh Rasulullah. “Tidak begitu Umair! Dan apakah kau mahu membenarkan ucapanku jika aku mengatakan yang sebenarnya motif di balik kedatanganmu ini?”
“Sungguh Muhammad, aku tidak datang kemari melainkan untuk itu.” Aroma ketegangan segera dikendurkan Nabi s.a.w. seraya tersenyum melihat tingkah Umair. “Cubalah dengarkan kata-kataku! Beberapa saat yang lalu, kau duduk bersama-sama Shafwan bin Umayyah di Hijr, lalu kau dan Shafwan menyebut-nyebut kaum Quraisy yang tertanam semua jasadnya di telaga Badar. Selanjutnya, kau mengatakan begini dan begitu dan Shafwan pun juga berkata begini dan begitu, lantas kau menyahutnya, bukankah begitu?” Keterangan Nabi s.a.w. sedikitpun tidak berselisih dari apa yang diperbincangkan Umair dan Shafwan. “Hei, mengapa kau tahu begitu jelas dan terperinci? Padahal waktu itu tidak seorangpun yang tahu!” “Ya tentu saja aku tahu, kerana ada yang memberitahukanku. Dan betulkah semua yang aku katakan itu?” Kehairanan yang berubah menjadi kekaguman itu membuat benih kebencian di hati Umair mencair, bahkan menghilang. Tercetus rasa kagum pada peribadi Rasulullah s.a.w. yang hangat dan serba tahu. Maka seketika itu juga ia memutuskan untuk memeluk agama Muhammad. “Anaa asyhadu annaka Rasulullah, saya menyaksikan bahawa sesungguhnya engkau memang utusan Allah!” “Sungguh, aku dulu memang mendustakan engkau, Muhammad, dengan segala apa yang telah kau datangkan dari langit dan segala yang diturunkan atasmu. Ehwal yang kau katakan tadi, sungguh ketika aku bercakap-cakap dengan Shafwan, tidak seorangpun yang tahu melainkan aku dan Shafwan. Tapi demi Allah, aku sekarang mengerti dan sangat percaya bahawa segala apa yang datang kepadamu itu tidak lain dari Allah sendiri.”

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Merebut Syurga Dengan Kaki Pincang

DIA adalah ipar dari Abdullah bin Ami bin Harem, kerana menjadi suami dari saudara perempuan Hindun bintj Amar; Ibnul Jamuh merupakan salah seorang tokoh penduduk Madinah dan salah seorang pemimpin Bani Salamah. Dia didahului masuk Islam oleh puteranya Mu’adz bin Arnr yang termasuk kelompok 70 peserta bai’at ‘Aqabah. Bersama sahabatnya Mu’az bin Jabal, Mu’adz bin Amr ini menyebarkan agama Islam di kalangan penduduk Madinah dengan keberanian luar biasa sebagai layaknya pemuda Mukmin yang gagah perwira... Telah menjadi kebiasaan bagi golongan bangsawan di Madinah, menyediakan di rumah masing~masing ‘salinan’ berhala-berhala besar yang terdapat di tempat-tempat pemujaan umum yang dikunjungi oleh orang ramai. Maka sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang bangsawan dan pemimpin Amru bin Jamuh juga mendirikan berhala di rumahnya yang dinamakan Manaf. Puteranya, Mu’adz bin Amr bersama temannya Mu’az bin Jabal telah bermuafakat akan menjadikan berhala di rumah bapanya itu sebagai barang permainan dan penghinaan.
Di waktu malam mereka, menyelinap ke dalam rumah, lain mengambil berhala itu dan membuangya ke dalam lubang yang biasa digunakan manusia untuk membuang hajatnya. Pagi harinya Amr tidak melihat patung Manaf berada di tempatnya yang biasa, maka dicarinyalah berhala itu dan akhirnya ditemukannya di tempat pembuangan hajat. Bukan main marahnya Amr, lain bentaknya: “Keparat siapa yang telah melakukan perbuatan derhaka terhadap tuhan-tuhan kita malam tadi...?” Kemudian dicuci dan dibersihkannya berhala itu dan dilumurkan wangi-wangian. Malam berikutnya, berdua Mu’adz bin Amr dan Mu’az bin Jabal memperlakukan berhala itu seperti pada malam sebelumnya. Demikianlah pula pada malam-malam selanjutnya. Dan akhirnya setelah merasa bosan, Amar mengambil pedangnya lalu menaruhnya di leher Manaf, sambil berkata: “Jika kamu betul-betul dapat memberikan kebaikan, berusahalah untuk mempertahankan dirimu...!” Pagi-pagi keesokan harinya Amr tidak menemukan berhalanya di tempat biasa... tetapi ditemukannya kali ini di tempat pembuangan hajat itu tidak sendirian, berhala itu terikat bersama bangkai seekar anjing dengan tali yang kuat, Dan selagi ia dalam kehairanan, kekecewaan serta amarah, tiba-tiba datanglah ke tempatnya itu beberapa orang hangsawan Madinah yang telah masuk Islam. Sambil menunjuk kepada berhala yang tergeletak tidak berdaya dan terikat pada bangkai anjing itu, mereka mengajak akal budi dan hati nurani Amr bin Jamuh untuk berdialog serta menjelaskan kepadanya perihal Tuhan yang sesungguhnya, Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, yang tidak satupun yang menyamaiNya. Begitupun tentang Muhammad s.a.w. orang yang jujur dan terpercaya, yang mulia di arena kehidupan ini untuk memberi bukan untuk menerima, untuk memberi petunjuk dan bukan untuk menyesatkan.
Dan mengenai agama, Islam yang datang untuk membebaskan manusia dari belenggu segala macam belenggu dan menghidupkan pada mereka keesaan Allah serta menerangi dalam hati mereka dengan cahayaNya. Maka dalam beberapa saat, Amr telah menemukan diri dan harapannya... Beberapa saat kemudian ia pergi, dibersihkahnya pakaian dan badannya lain memakai minyak wangi dan merapikan diri, kemudian dengan kening tegak dan jiwa bersinar ia pergi untuk bai’at kepada Nabi terakhir, dan menempati kedudukannya di barisan orang-orang beriman. Mungkin ada yang bertanya, kenapa orang-orang seperti Amr ibnul Jamuh, yang merupakan pemimpin dan bangsawan di kalangan suku bangsanya, kenapa mereka sampai mempercayai berhala-berhala itu sedemikian rupa...? Kenapa akal fikiran mereka tak dapat menghindarkan diri dari kekebalan dan ketololan itu...? Dan kenapa sekarang ini, setelah mereka menganut Islam dan memberikan pengurbanan, kita menganggap mereka sebagai orang-orang besar...? Di masa sekarang ini, pertanyaan seperti itu mudah saja timbul, kerana bagi anak kecil sekalipun tak masuk dalam akalnya akan mendirikan di rumahnya barang yang terbuat dari kayu lalu disembahnya, walaupun masih ada para ilmuan yang menyembah patung. Tetapi di zaman yang silam, kecenderungan manusia terbuka luas untuk menerima perbuatan-perbuatan aneh seperti itu di mana kecerdasan dan daya fikir mereka tiada berdaya menghadapi arus tradisi kuno tersebut. Sebagai contoh dapat kita kemukakan di sini, Athen. Yakni Athen di masa Perikles, Pythagoras dan Socrates! Athen yang telah mencapai tingkat berfikir yang menakjubkan, tetapi seluruh penduduknya, baik para ahli falsafahnya, tokoh-tokoh pemerintahan sampai kepada rakyat biasa, mempercayai patung-patung yang dipahat, dan memujanya sampai taraf yang amat hina dan memalukan! Sebabnya ialah kerana rasa keagamaan di masa-masa yang telah jauh berselang itu tidak mencapai garis yang sejajar dengan ketinggian alam fikiran mereka. Amr ibnul Jamuh telah menyerahkan hati dan hidupnya kepada Allah Rabbul Alamin. Dan walaupun dari semula dia telah berbai’at pemurah dan dermawan, tetapi Islam telah melipatgandakan kedermawanannya ini, hingga seluruh harta kekayaannya diserahkannya untuk agama dan kawan-kawan seperjuangannya. Pernah Rasulullah s.a.w. menanyakan kepada segolongan Bani Salamah iaitu suku Amr ibnul Jamuh, katanya: “Siapakah yang menjadi pemimpin kalian, hai Bani Salamah?” Ujar mereka: “AlJaddu bin Qeis, hanya sayang ia kikir.” Maka sabda Rasulullah pula: “Apa lagi penyakit yang lebih parah dari kikir! Kalau begitu pemimpin kalian ialah si Putih Keriting, Amr ibnul Jamuh...!” Demikianlah kesaksian dari Rasulullah s.a.w. ini merupakan penghormatan besar bagi Amr! Dan mengenai ini seorang penyair Ansar pernah berpantun: “Amr ibnul Jamuh membiarkan kedermawanannya merajalela, dan memang wajar, bila ia dibiarkan berkuasa, jika datang permintaan, dilepasnya kendali hartanya, silakan ambil, ujarnya, kerana esok ia akan kembali, berlipatganda!” Dan sebagaimana dermawannya membaktikan hartanya di jalan Allah, maka Amr ibnul Jamuh tak ingin sifat pemurahnya akan kurang dalam menyerahkan jiwa raganya! Tetapi betapa caranya? Kakinya yang pincang menjadi penghadang padanya untuk ikut dalam peperangan. Dia mempunyai empat orang anak lelaki, semuanya beragama Islam dan semuanya satria bagaikan ‘singa’, dan ikut bersama Nabi s.a.w. dalam setiap peperangan serta tabah dalam menunaikan tugas perjuangan. Amr telah berketetapan hati dan telah menyiapkan peralatannya untuk turut dalam perang Badar, tetapi anak-anaknya memohon kepada Nabi s.a.w. agar dia dihalang maksudnya dengan kesedaran sendiri, atau bila terpaksa dengan larangan dari Nabi s.a.w. Nabi s.a.w. pun menyampaikan kepada Amr bahawa Islam membebaskan dirinya dari kewajipan perang, dengan alasan ketidak mampuan disebabkan cacat kakinya yang berat itu. Tetapi dia tetap mendesak dan minta diizinkan, hingga Rasulullah terpaksa mengeluarkan perintah agar ia tetap tinggal di Madinah. Sekarang datanglah masanya perang Uhud. Amr lalu pergi menemui Nabi s.a.w. memohon kepadanya agar diizinkan turut, katanya: “Ya Rasulullah, anak-anakku bermaksud hendak menghalangiku pergi bertempur bersama anda. Demi Allah, aku amat berharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut syurga.”

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

Indahnya Keberkatan Selawat

“Ya Nabi, salaam ‘alaika.
Ya Rasul salaam ‘alaika...”
“Ya Habib, salaam ‘alaika. Shalawatullah ‘alaika...”

[Wahai Nabi, semoga kesejahteraan
tetap melimpah kepadamu.
Wahai Rasul, semoga kesejahteraan tetap melimpah kepadamu.
Wahai kekasih, semoga kesejahteraan tetap melimpah kepadamu.
Rahmat Allah semoga tetap
tercurah kepadamu.]

Biarkanlah senandung selawat itu membasahi bibir anda. Biarkanlah ianya merasuk ke dalam sukma, mengisi renik-renik jiwa anda. Dan terimalah damai dan syahdu yang menghalus menyelinap ke dalam relung-relung kalbu anda. Tak perlu sedu sedan yang dipaksa, tak usah. Kerana ianya akan hadir tanpa diminta bersama gema suara anda. Semangat manusia pilihan, Muhammad s.a.w., akan meluruh seiring sejalan selawat anda. Kenapa? Kerana ia, Nabi agung ini, akan menjawab rintih rindu anda. Bukankah dalam sebuah sabdanya, ia pernah berujar, “Siapa yang berziarah kepadaku dan mengucapkan salam kepadaku, maka Allah kembalikan roh ke dalam diriku, dan kemudian aku akan menjawab salamnya.” [HR. Imam Ahmad dan Abu Daud] Mari saya kutipkan satu lagi seruan Nabi s.a.w. untuk lebih meyakinkan. Begini bunyinya: “Tiadalah salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku sesudah aku meninggal, melainkan malaikat Jibril datang kepadaku seraya mengucapkan: ‘wahai Muhammad, ini Fulan bin Fulan mengucapkan salam untukmu, maka aku menjawab: “dan atasnya salam dan rahmat serta berkah dari Allah.” (HR. Abu Daud)
“Ya Nabi, salaam ‘alaika. Ya Rasul salaam ‘alaika...”
“Ya Habib, salaam ‘alaika. Shalawatullah ‘alaika...”
Teruslah bersenandung memanggil-manggil namanya. Biarkanlah desah basah lidah anda meruapkan semangat rindu itu, tak terhitung nikmatnya, tiada tara rasanya. Jangan, anda jangan gundah, apalagi gelisah kerana “sebahagian saudara semuslim” kita membidaah-bidaahkan selawat perseorangan anda atau amalan selawat berjemaah anda. Mereka hanya iri hati, atau barangkali belum mengerti, atau boleh jadi belum memahami betapa gambaran rindu kepada Muhammad serupa ‘ketagih’. Ada perasaan ‘ketagih’ bila sehari saja tanpa memanggil-manggil namanya. Juga, tentu saja, anda tak usah gentar kerana iman anda dikatakan usang, atau tak moden, atau barangkali mengada-ngada, atau dicap sekali lagi, bidaah dan menyimpang. Iman anda itu keyakinan jiwa yang peribadi, pengalaman batin yang sungguh tak sebanding dengan semburan ucapannya dan penghayatan beragamanya. Anda mengada bersama iman anda, bukan imanya. Kesetiaan Anda untuk meluahkan rindu dan cinta kepada kekasih Allah yang luar biasa itu sudah tepat. Tak usah dikurangi, tak perlu merasa tersisih. Itu soal tafsir, Saudaraku. Itu hal ehwal bagaimana seseorang memahami teks Quran dan hadis. Bila mereka menggugat dan mengolok-olok, alangkah baiknya, bacakanlah ayat: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya, berselawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkan salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab: 56). Lalu berselawatlah sebanyak yang anda boleh. Saudaraku, sungguh luar biasa, Allah pun menyenandungkan selawat untuknya. Tidak hanya itu, para malaikat, melakukan hal serupa: berselawat. Dia, Allah Azza wa Jalla, pun lantas menitahkan demikian kepada kita, hambaNya, umat NabiNya. Kawan, tidakkah ayat itu mengoyak batin anda. Mungkin anda pernah membaca Tafsir Misbah yang disusun Profesor Quraish Shihab, mufasir kenamaan Indonesia itu. Buka-bukalah lagi Tafsirnya. Baca, bacalah kembali. Dan lihatlah ayat tersebut begitu memberi pencerahan saat dihuraikanya. Quraish memaparkan betapa segenap sifat terpuji terhimpun di dalam diri Muhammad, insan pilihan yang telah mencatatkan jejak jasa terlampau berharga dan tak ternilai untuk umat manusia berabad-abad kemudian. Kerananya, Allah begitu cinta dan kagum kepadanya. Begitu pula makhluk-makhluk suciNya. Saudaraku, tentu saja ada perbedaan “isi” selawat Allah dan kita. Saat Dia berselawat, Dia tengah mencurahkan anugerah dan rahmat kepada putera Abdullah itu. Sedang kita, makhluk yang setiap saat bergumul dengan dosa, tengah menghiba secuil syafaatnya, agar Allah mengirim setitik anugerahNya. Saudaraku, bila penghuni langit berselawat untuknya, kenapa sebahagian kita, penghuni bumi, masih ada yang angkuh, yang malas, yang berhujah ini dan itu, untuk sekadar berselawat kepadanya. Kenapa kita begitu bakhil menyanjung nama manusia yang telah begitu berjasa itu? Tidakkah mereka tahu bahawa jauh sebelum Adam diciptakan, cahaya Muhammad sudah menyentuh nabi-nabiNya yang lain? Berkat junjungan kita itu, Allah menciptakan Adam dan segenap mahluk lainnya.
Saya jadi teringat sebuah hadis yang menyebutkan begini: Ketika Adam berbuat dosa, ia mengangkat kepalanya ke langit dan berkata: “Aku memohon demi hak Muhammad, ampunilah dosaku.” Maka Allah kemudianmewahyukan kepadanya: “Siapa Muhammad itu?” Adam menjawab Mahamulia asmaMu. Dan di situ tertulis: La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. Maka tahulah aku bahawa tidak seorang pun lebih besar kedudukannya di hadapanMu selain orang yang namanya bersama namaMu. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya: “Hai Adam, sesungguhnya ia adalah Nabi yang terakhir dari keturunanmu. Kalau tidak ada dia, Aku tidak menciptakan kamu.”
“Ya Nabi, salaam ‘alaika. Ya Rasul salaam ‘alaika...”
“Ya Habib, salaam ‘alaika. Shalawatullah ‘alaika...”
Saudaraku, teruslah melantunkan selawat. Syahdan, berkat selawatlah, sejumlah ulama dan orang-orang salih di setiap zaman menemukan sejumlah pengalaman menakjubkan. Keajaiban. Keanehan. Kemurahan. Kenikmatan. Keindahan.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...