Tuesday, March 8, 2011

Dua Surah Terakhir Yang Menakjubkan

SUATU hari, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Uqbah, mahukah kau kuajari dua surah yang belum pernah diketahui sebelumnya?” Uqbah bin ‘Amir menjawab dengan senang, “Tentu saja, ya Rasulullah.” Rasulullah kemudian mengajarinya al-Mu‘awwidzatain, yakni Qul a‘udzu bi-rabbil-falaq dan Qul a‘udzu bi-rabbi an-nas. Lantas, Rasulullah bersabda kepadanya: “Bacalah dua surah itu setiap kali kau hendak tidur dan setiap kali bangun tidur.”
Sejak hari itu, bahkan hingga maut menjemputnya, Uqbah bin ‘Amir tak pernah luput mengamalkan pesan suci nan penting dari Rasulullah tersebut. Tentu saja di balik pengajaran Rasulullah kepada Uqbah bin ‘Amir terkait dengan dua surah terakhir dalam al-Quran itu memiliki keistimewaan dan keutamaan. Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah: apa sebenarnya kandungan dua surat terakhir dalam al-Quran tersebut? Juga, apa keistimewaan tersembunyi dari dua surat tersebut?

Kenapa Disebut al-Mu‘awwidzatain?

Surat al-Falaq [113] terdiri dari lima ayat. Sementara surat an-Nas [114] terdiri dari enam ayat. Kedua surat itu – sebagaimana pendapat jumhur ulama - tergolong surat makkiyyah (diturunkan sebelum hijrah Nabi s.a.w.). Surat al-Falaq bersama dengan surat an-Nas disebut sebagai “al-Mu’awwidzatain” kerana secara harfiah bererti “dua surat perlindungan”. Disebut demikian kerana keduanya mengandung ta’widz (perlindungan). Nama tersebut sebenarnya terambil dari kata kedua surah itu yang menggunakan kata ‘A’udzu’ yang berarti ‘Aku berlindung’ sehingga al-Mu’awwidzatain itu sendiri bererti dua surah yang menuntun pembaca kepada tempat perlindungan atau memasukkannya ke dalam arena yang dilindungi. Dari nama tersebut, ada juga ulama yang menamai surah al-Falaq dengan surah al-Mu’awwidzah al-Ula (yang pertama) dan surah an-Nas dengan surah al-Mu’awwidzah ats-Tsaniyah (yang kedua). Adapun menurut mufassir Qurthubi, kedua surah itu dinamai al-Muqasyqisyatain, yang bererti yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Kandungan al-Falaq dan an-Nas
Surat al-Falaq –sebagaimana ditulis M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah - mengajarkan untuk memohon perlindungan dari Allah s.w.t.(Si Pencipta falaq, yakni yang terbelah - maksudnya cahaya pagi/fajar yang membelah kegelapan malam) dari segala macam kejahatan yang telah wujud atau belum. Sementara pada ayat berikutnya menggarisbawahi tiga keburukan atau kejahatan khusus. Bentuk keburukan atau kejahatan itu adalah; pertama, kejahatan dan keburukan yang biasanya terjadi pada kegelapan malam, pada saat ia gulita (ayat 3), sebagaimana binatang yang sering berkeliaran di malam hari mahupun makar yang dirancang dalam kegelapan. Kedua, dari keburukan peniup-peniup pada buhul-buhul (ayat 4), yakni dari ulah siapapun, baik lelaki mahupun perempuan, yang memiliki kemampuan tinggi meniup-niupkan atau mengipas-ngipas untuk mengobarkan api permusuhan dan perpecahan antara mereka yang memiliki hubungan harmonis, baik dengan sihir mahupun isu negatif. Ketiga, dari kejahatan pengiri (penghasad) dan pendengki jika dia iri (ayat 5), yakni yang mengharapkan hilangnya anugerah yang dinikmati pihak lain dan mencetuskan isi hatinya yang buruk itu dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Kalau dalam surah al-Falaq, permohonan perlindungan itu dijelaskan dari adanya kejahatan yang bersumber dari luar. Sementara itu, dalam surat an-Nas, permohonan perlindungan itu dijelaskan dari kejahatan yang datang dari dalam atau boleh jadi dari manusia sendiri. Allah s.w.t. pada surah an-Nas, masih menurut M. Quraish Shihab, mengajarkan kepada Nabi s.a.w. agar memohon perlindungan dengan berfirman: “Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, “Aku berlindung kepada Tuhan Pemelihara yang membimbing dan melimpahkan kasih kepada manusia (1). Tuhan yang merupakan Maha Raja yang menguasai manusia (2). Serta membela hamba-hambaNya yang mendekatkan diri kepadaNya.” Seterusnya, ayat 3 menyifati yang dimohonkan perlindunganNya sebagai: Tuhan yang disembah dan dipatuhi oleh manusia, suka atau tidak suka, dan yang kepadaNya tertuju segala pengabdian. Setelah menyebut tiga sifat Allah yang menjadikanNya wajar untuk diarahkan kepadaNya permohonan, ayat-ayat berikutnya menyebut apa yang dimohonkan, iaitu perlindungan dari kejahatan syaitan pembisik yang menghilang jika diusik (4) dengan berzikir mengingat Allah. Selanjutnya, pada ayat 5 dijelaskan tentang sifat syaitan itu, yakni ‘Yang sentiasa membisikkan ke dalam hati manusia’ (5). Yakni membisikkan hal-hal yang menghantar manusia terjerumus ke dalam kebinasaan. Para pembisik yang dimohonkan perlindungan dari gangguan itu ditegaskan oleh ayat 6 sebagai: ‘Dari kelompok syaitan -jin mahupun syaitan - manusia.’
Pelajaran dan pesan penting yang boleh dipetik dari dua surat terakhir al-Quran itu antara lain, bahawa dalam QS. Al-Falaq Allah menekankan bagi hambaNya untuk meminta perlindungan kepada Allah semata dari semua hal yang membahayakan, khususnya dari kegelapan, sihir dan pelakunya, hasad dan pelakunya kerana besarnya keburukan atau kejahatan tersebut. Sementara dalam surat an-Nas, Allah menekankan agar memohon perlindungan dari godaan syaitan, bahkan “bisikan” negatif yang datang dari syaitan, dan juga dari nafsu manusia.
Tetapi, lebih dari itu, sebenarnya ada hal yang boleh dikesan lebih jauh mengenai sifat Allah. Dalam surah an-Nas disebutkan tiga sifat Allah, iaitu Rabb, Malik, dan Ilah, sedang yang dimohonkan perlindungan hanya satu, yakni bisikan syaitan. Ini berbeda dengan surah al-Falaq yang hanya menyebut satu sifat Tuhan sebagai Rabb al-Falaq tetapi yang dimohonkan perlindungan adalah kejahatan makhluk yang secara khusus disebut tiga macam, iaitu ghasiq(in) idza waqab, an-naffasat fi al-’uqad, dan hasid(in) idza hasad. Ini menunjukkan bahawa rayuan syaitan yang merasuk ke dalam dada manusia — atau dengan kata lain musuh yang berada dalam diri manusia — jauh lebih berbahaya daripada musuh yang berada di luar dirinya, dan kerana itulah maka permohonan untuk dilindungi dari musuh yang ada di dalam itu dimohonkan dengan berulang kali menghadirkan kuasa Allah s.w.t.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2011 di pasaran...

No comments: