Wednesday, September 11, 2013

Menghayati Puasa Para Sufi

Annemarie Schimmel, seorang pakar tasawuf asal Jerman, menyebut puisi Rumi sangat ‘religius’ saat membicarakan puasa. Puasa teramat penting sebab dalam amal ini manusia mendekati kehidupan malaikat, makhluk Allah yang paling patuh. Setiap berpuasa, manusia seperti meneguk anggur untuk rohnya. Puasa juga merupakan ‘mesin perang’ yang menghancurkan benteng kegelapan dan kekufuran. Puasa laksana ibu yang mendatangi anaknya di bulan Ramadan dengan penuh kasih sayang. Puasa juga terkait dengan kisah hidup seorang perempuan mulia, Siti Maryam, ibu Nabi Allah, Isa a.s. Saat Isa lahir, Maryam bernazar untuk berpuasa dan tak berkata-kata. Saat orang bertanya mengenai anaknya, keadaan dirinya yang perawan tapi boleh melahirkan anak, ia tak menjawab. Nabi Isa yang menjawab semua itu. Bayi mungil itu berbicara menepis semua fitnah, menyuarakan keagungan Allah dan melindungi ibunya yang suci yang tengah berpuasa.
Allah s.w.t. berfirman: “Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS. Maryam: 26) Maka dalam puisi mengenai puasa yang termaktub dalam Diwan-I Shamsi Tabriz karyanya, Rumi menyebut puasa tak lain adalah keindahan. Amal ini mirip seperti muzik dan perut tak lain ruang kosong dalam kecapi dimana bebunyian dan muzik indah berasal. Jika perut penuh bebunyian menjadi buruk. Maka dalam perut yang kosong, seseorang boleh menangkap keindahan jiwanya, keindahan berbakti dan tunduk kepada Tuhannya.
Ibnu ‘Arabi lain lagi. Dalam Futuhat al-Makiyyah, Syaikhul Akbar ini menyebut puasa  merupakan perbuatan orang-orang arif. Puasa juga merangkum ilmu semua makhluk dalam kaitannya dengan mengamalkan sesuatu yang langsung terkait dengan Allah. Puasa tak seperti ibadah lain. Allah menisbahkan amal ini langsung kepada diriNya dan akan memberi pahala langsung dengan tanganNya. “Puasa itu milikKu,” firman Allah dalam hadis Qudsi riwayat Muslim. Menurut Ibnu Qayyim dalam Za’dul Ma’ad maksud dari puasa tak lain mencari tujuan kebahagiaan dan kenikmatan serta kesucian hidup yang abadi. Menahan lapar adalah sarana mengingat saudara yang miskin, menghambat tubuh agar tak terbabas menuruti tabiat yang boleh merosak kehidupan dunia dan akhirat. Puasa itu tali-temali orang bertakwa, baju ziarah para mujahidin, serta sarana mendekatkan diri kepada Allah bagi orang-orang yang ingin dekat.

Selanjutnya dapatkan Hidayah September 2013 di pasaran...

No comments: