Thursday, July 19, 2012

Marawi City: 'Kota Bulan Sabit' Di Filipina

TIDAK berlebihan jika Marawi City menyebut dirinya sebagai ‘kota Islam’. Selain memang majoriti, 90 peratus muslim, penduduk kota yang terletak di Mindanao dan termasuk wilayah Lano Del Sure ini menyimpan peninggalan sejarah penting terkait Islam. Baru-baru ini, Oman Fathurahman, pakar naskah kuno dari UIN Jakarta, menemukan manuskrip berusia ratusan tahun yang menyatakan bahawa seorang ulama penting Kesultanan Banten pada abad ke 18, Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani, adalah guru intelektual bagi sejumlah ulama Mindanao yang berada di wilayah Selatan Filipina. Oman juga menemukan, kiblat keislaman warga Marawi City adalah Aceh dimana kitab karangan ulama Aceh ternama seperti Nuruddin Ar-Raniri dan Abdulrauf Al-Singkili banyak dikaji di sini. Penemuan Oman Fathurahman itu menjadi pegangan dasar yang boleh menjelaskan mengapa Islam begitu kuat mengakar di kota ini. Manuskrip yang ditemukan Oman tak hanya satu-dua, tapi puluhan jumlahnya. Sebahagian besar tak terurus. Ini dimungkinkan kerana sebahagian manuskrip itu berbahasa Melayu sementara sudah hampir tak ada orang mengerti bahasa Melayu di Marawi City. Bahasa Melayu dulu memang popular sebab ulama di sana memakai bahasa itu selain bahasa Arab dan bahasa asli mereka, Maranao, dalam pengajaran Islam. 
“Masyarakat Muslim Maranao kini sudah hampir tidak mengenal lagi bahasa Melayu yang 200 tahun lalu menjadi bahasa intelektual leluhurnya, padahal salah satu manuskrip dalam Koleksi Shiek Ahmad Basher berisi pernyataan penulisnya bahawa ia sangat bangga dan telah berusaha keras menulis menggunakan bahasa Melayu agar terhubungkan dengan masyarakat Muslim lain di Nusantara, meski bahasa ibunya sendiri adalah Maranao,” ujar Oman dalam catatannya. Tapi faktor penting kenapa kekayaan Islam di kota ini baru terungkap adalah konflik berkepanjangan. Tak mudah masuk ke kota ini, sebab ada puluhan kawalan pemeriksaan yang dijaga tentera bersenjata lengkap. Belum lagi warga kota Marawi juga tak mudah percaya dengan orang asing.

Kota Islam yang Bertahan
Pulau Mindanao dimana komuniti muslim Filipina terbanyak bertumpu ke sini, secara geografinya memang berdekatan dengan daerah muslim lainya, seperti Malaysia (khususnya Sabah) dan Brunei Darussalam di Kalimantan dan juga Indonesia melalui Sulawesi dan Maluku. Pulau-pulau yang paling dekat dengan Indonesia dan Malaysia seperti Pulau Sulu, Palawan, dan Tawi-Tawi, merupakan majoriti muslim Filipina.
Marawi City ada di tengah pulau Mindanao, pulau terbesar nombor dua di Filipina setelah Luzon. Letaknya di tepi Utara Danau Lanao yang indah. Kota ini berjarak hampir beratus kilometer dari Manila, ibu kota Filipina, yang membuat kota ini sangat berbeda dari daerah Filipina lainnya. Negara Filipina sebahagian besar beragama Katolik yang merupakan hasil dari penjajahan Sepanyol. Sebahagian lain beragama Protestan, Hindu dan Buddha. Jadi jika banyak kota di Filipina disebut ‘Kota Salib’ maka Marawi City adalah satu-satunya yang disebut ‘Kota Sabit’ atau ‘Kota bulan sabit’. Warga Marawi City beretnik Maranao yang termasuk dalam etnik Moro. Sebutan ‘Moro’, sebenarnya, adalah sebutan yang merujuk langsung ke ‘Muslim’. Sebutan ini diberikan Sepanyol yang menjajah Filipina. Kita tahu, Sepanyol sepanjang sejarah menyebut orang Islam di negaranya dengan sebutan ‘Orang Moor’ yang merujuk ke ‘Moroko’, negeri yang menjadi jembatan masuknya Islam ke Sepanyol. Sepanyol menamai muslim Mindanao dengan ‘Moro’ bertujuan sebagai kempen negatifnya terhadap Islam, sebab kata itu diertikan dengan ‘penjahat’, ‘hitam’, ‘kampungan’ dan lainnya. Selama menjajah Mindanao, Sepanyol menemui banyak kesulitan sebab kesultanan Mindanao melawan keras mereka. Tapi setelah Sepanyol berhasil menguasai pulau ini, kristinasi berlangsung, hingga kini penduduk Mindanao hanya tinggal 20 peratus yang beragama Islam. Orang Moro ini juga ada di Sulawesi dan Kalimantan. Pun di Maluku di pulau Moro-tai. Mereka inilah yang sering kita dengar melakukan penentangan untuk merdeka dari Filipina melalui organisasi Front Pembebasan Muslim Moro (MILF). Islam sudah dikenal masyarakat Mindanao sejak abad ke-8 Masihi. Dalam masa penjajahan Sepanyol dan Amerika Syarikat, Islam tetap berkembang di sana. Di masa pemerintahan Filipina terjadi ketegangan, sebab orang Moro ingin merdeka. Pernah terjadi insiden pembunuhan 24 warga Moro tahun 1968 di zaman Presiden Marcos yang menciptakan kekacauan di Mindanao. Kini pemerintah Filipina memberikan daerah otonomi khusus ke kalangan muslim Moro dimana Marawi City termasuk di dalamnya.
Sebagai kota yang terus dilanda konflik, Marawi City tampak sangat terbelakang. Tak ada pembangunan sebab antara pemerintah dan warga terus saling mencurigai. Kota ini tampak lusuh dan dipenuhi penempatan liar. Di gerbang kota ini terpampang tulisan “Welcome To Islamic City” dengan lambang sabit di pintu gerbangnya. Tapi pintu gerbang itu tampak kotor dengan cat yang mengelupas.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Julai 2012 di pasaran...

No comments: