Monday, November 12, 2012

Kisah Nabi Hud Dan Umatnya Yang Menentang

DI SEMENANJUNG Arab, terhampar gurun-gurun pasir yang luas di bahagian timur. Tetapi, daerah itu kosong. Tak ada tanda kehidupan. Tak ada tanaman dan air. Padahal, dulu, daerah yang dikenal bernama Al Ahqaaf ini subur dan hijau. Daerah tempat kaum Ad pertama - yang nasab mereka sampai kepada Nabi Nuh a.s. - pernah mengukir setitik kehidupan. Tatkala musim hujan tiba, hujan turun dengan pusingan yang rutin. Tanah pun jadi subur. Hijau dan makmur. Liuk-liuk sungai dipenuhi air yang mengalir dengan jernih. Bentangan kebun-kebun dan ladang-ladang terlihat indah, menyegarkan bahkan menyenangkan dipandang. Di kebun-kebun itulah, tumbuh pohon-pohon kurma, anggur dan berbagai tanaman yang lain. Ternak pun berkembang biak dengan baik. Di permukiman penduduk kaum Ad itu, rumah-rumah dibangun dengan megah. Istana, mahligai dan benteng berdiri dengan menawan dan anggun. Maklum, pada waktu itu, mereka sudah dikenal memiliki peradaban yang tinggi. Bahkan, Allah memberi anugerah kepada mereka dengan bentuk fizik yang berbeda dengan yang lain, lantaran mereka tinggi dan kuat. Tapi, setumpuk anugerah itu tidak membuat kaum Ad bersyukur. Mereka justeru menjalani kehidupan dengan dipenuhi kemewahan dan kesombongan. Hati mereka pun tertutup. Mereka tidak menyembah kepada Allah s.w.t., melainkan menyembah patung-patung berhala. Dan mereka itu disebut-sebut sebagai kaum pertama yang menyembah patung - setelah banjir besar pada zaman Nabi Nuh. Di kuil-kuil yang ada atas di bukit, mereka beribadah dan menganggap berhala-berhala itulah yang telah menjadikan tanah mereka subur. Di tengah-tengah kesombongan kaum Ad itulah, Allah mengutus Nabi Hud untuk berdakwah. Dengan risalah yang dibawa itu, Nabi Hud mengajak kaumnya menyembah Allah, dan meninggalkan berhala-berhala itu. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS. Hud [11]: 50) Tapi, hati kaum Ad benar-benar telah tertutup. Seruan Nabi Hud tidak didengar dan dianggap hembusan angin yang keluar dari telinga kanan dan keluar telinga kiri. Mereka tidak mau membuka mata hati untuk menerima kebenaran yang dibawa Nabi Hud. Bahkan, dengan sombong, mereka mencemuh dan mengejek Nabi Hud. Hati mereka telah keras seperti batu, sehingga menuduh Nabi Hud itu sudah tolol dan gila. Bahkan, ejekan dan cemuhan yang diumbar oleh kaum Ad itu pun disertai dengan ancaman. 
Tapi Nabi Hud tidak takut, dan tetap mengajak kaumnya berpikir dengan jeli dan rasional. Apalagi, dakwah Nabi Hud itu tidak meminta upah atau balas budi. “Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (QS. Hud [11]: 51)

Selanjutnya dapatkan Hidayah November 2012 di pasaran...

No comments: