Monday, November 12, 2012

Lelaki Masyhur Penghuni Langit

DAN dialah lelaki masyhur di kalangan penghuni langit: miskin, muda, yatim. Dialah ‘selebriti’ yang dialu-alukan penduduk langit; bukan Nabi, bukan sahabat, tapi — syahdan — dua khalifah, Umar r.a. dan Ali k.w., bersusah payah mencari jati dirinya, tergerak ingin mereguk berkat doa darinya sebagaimana dianjurkan Rasulullah s.a.w.  “Ia bukan penghuni bumi. Ia penghuni langit. Mintalah [berkah] doa dan istigfar darinya..” kata-kata Nabi s.a.w. itu, agaknya, terakam berat dalam memorinya. Dia lelaki Yaman. Kerjayanya pengembala kambing dan unta. Dari upah mengembala inilah, ia menyara dirinya serta ibunya yang tua dan lumpuh untuk bertahan hidup. Bila upah itu lebih, ia sedekahkan untuk tetangganya yang senasib dengannya. Pakaian yang menempel di tubuhnya hanya dua lembar: satu untuk penutup badan, dan satunya lagi untuk selendang. Konon, zaman itu, banyak orang yang mengolok-olok kemiskinannya, menghina-hina dan mentertawakan  dirinya. Tak aneh, dalam sebuah riwayat sufisme, kerana miskinnya, lelaki ini mencari makan dari tong-tong sampah yang ada. Dalam satu kisah, ketika tengah mengais-ngais sampah, di sebelahnya ada seekor anjing yang juga sedang mengais-ngais makanan. Ia lalu berkata: “Wahai anjing, jika sebagai manusia berakal aku kelak tak selamat, maka sungguh engkau lebih baik dariku.” Kenapa Nabi s.a.w. boleh memuji lelaki miskin ini? Kenapa kemudian Umar dan Ali berteguh janji mencarinya? Dalam sebuah riwayat hadis dikisahkan: pemuda ini ingin sekali bertemu dengan Nabi Muhammad s.a.w. yang tinggal di Madinah. Ia merindukan Nabi s.a.w. serupa pecinta yang sekian lama tak bersua. Terlebih, banyak tetangganya yang ia dengar telah berjumpa dengan Kekasih Allah itu. Tapi, ia masyghul. Bagaimana biaya menuju Madinah? Bagaimana dengan ibunya? Siapa yang akan merawatnya? Apalagi, saat ia dengar Nabi s.a.w. terluka dalam Peperangan Uhud dimana giginya tanggal akibat lemparan batu musuh-musuhnya,  ia kian gelisah. Ia ingin segera menziarahi Nabi. Gelora cintanya kepada Nabi yang belum pernah ia jumpai itu, ia tanggalkan juga giginya dengan batu.  Kian hari, rindu benar-benar melandanya. Ia tak tahan. Ia lalu mencurahkan perasaan itu kepada ibunya. Si ibu kelu. Ia mengerti betul iman anaknya terhadap Baginda Nabi. Ia memahami sekali gejolak rindu anaknya yang kuyu dan miskin ini. Ia pun meredhoinya. “Pergilah, Nak. Temuilah Rasulullah di rumahnya. Tapi, setelah bertemu, lekas pulanglah.”  Mendapat restu ibunya yang uzur, Uwais begitu teruja. Ia berkemas-kemas untuk segera berangkat. Namun, tidak lupa, ia siapkan keperluan ibunya dan ia titipkan kepada tetanga bila terjadi apa-apa dengan ibunya. Pemuda itu pun pergi, menempuh perjalanan jauh, melewati jalan-jalan berdebu, menaklukkan gurun-gurun pasir yang tandus,  mengakrabi panas yang terik dan malam yang teramat dingin. Allah Maha Kuasa, akhirnya, perjalanan dari Yaman ke Madinah yang jaraknya kira-kira 400 km itu lulus ia tempuh. Tapi, sayang, Allah juga punya kehendak lain. Setibanya di rumah Nabi, ia tidak mendapati manusia agung itu. Yang ada hanya isterinya, ‘Aisyah r.a. “Rasulullah sedang di medan perang..”ujar ‘Aisyah. Betapa sedihnya si pemuda mendapati kenyataan ini. Ia bingung, antara menunggu Nabi yang tak pasti kembalinya atau mengikuti pesanan ibunya untuk segera pulang.

Selanjutnya dapatkan Hidayah November 2012 di pasaran...

No comments: