Monday, November 12, 2012

Menjejak Sejarah Islam Di Kampung Mlangi

APABILA anda tengah berada di Kota Gudeg, sudi-sudikanlah berkunjung ke Kampung Mlangi. Kampung ini sungguh berbeda dibanding kampung-kampung lainnya di Yogyakarta. Mlangi adalah sebuah kampung yang memiliki jejak sejarah Islam yang panjang. Di kampung ini tumbuh dan berkembangnya puluhan pondok pesantren. Pondok pesantren tertua yang masih berdiri hingga sekarang adalah “Pondok Pesantren Al-Miftah” (lahir sejak tahun 1920-an). Kemudian berturut-turut disusul “Pondok Pesantren As-Salafiyyah, Al-Falakhiyyah” (pondok pesantren puteri pertama di Mlangi), “Al-Huda”, “As-Salamiyyah”, “An-Nasyath”, “Hujjatul Islam”, “Ar-Risalah”, “Al-Ikhsan” dan pondok-pondok pesantren lainnya.
Dibandingkan pondok pesantren lain, pondok pesantren di Mlangi ini agak unik. Kerana pondok pesantren di Mlangi dilahirkan oleh masyarakat hingga antara pondok pesantren dan masyarakat merupakan suatu komuniti sosial yang sama. Sementara pondok-pondok pesantren lain rata-rata dilahirkan oleh tokoh atau kiai. Sambil belajar belajar di lembaga pendidikan formal, masyarakat setempat menjadi ”pelajar-pelajar” yang menuntut ilmu di pondok-pondok pesantren yang ada di Mlangi. Kerana itu, jangan hairan apabila cara berpakaian penduduk sekitar pun terlihat Islami. Yang lelaki sehari-harinya biasa berkain pelikat, baju jubah dan berkopiah. Sedangkan yang perempuan biasa terlihat mengenakan kebaya dan bertudung.  Kendati majoriti pondok pesantren di Mlangi ini mengikuti tradisi salaf, namun pondok-pondok pesantren tetap bersikap terbuka. Sebab kebanyakan lembaga pendidikan formal tempat para pelajar (santri) belajar, baik di lingkungan Mlangi mahupun di luar Mlangi, sudah mengikuti kurikulum yang berlaku pada umumnya. Sehingga pelajar-pelajar yang kental dengan pendidikan tradisional, sedikit sebanyak juga sudah berfikiran lebih terbuka. Clifford Geertz, pengkaji masyarakat berasal dari Amerika Syarikat, yang meneliti budaya Jawa, pernah menyatakan bahawa Kampung Mlangi ini termasuk memiliki tingkat keagamaan tinggi, di dalamnya terdapat pelajar-pelajar pondok tradisional yang berbaur dengan pelajar-pelajar pondok yang moden. 

LAHIR DARI MULANGI
Tempat bersejarah di Mlangi yang masih dapat kita saksikan sekarang ini adalah bangunan Masjid Jami’ Pathok Negoro Mlangi. Masjid ini dikelilingi oleh kompleks perkuburan. Dan yang paling tersohor adalah perkuburan embah Kiai Nur Iman. Siapa Kiai Nur Iman? Beliau adalah tokoh yang pertama membuka kampung ini hingga menjadi kampung untuk pelajar-pelajar pondok seperti sekarang ini. Nama Mlangi tak lepas dari nama Kiai Nur Iman yang sebenarnya adalah kerabat Hamengku Buwono I, bernama asli Pangeran Hangabehi Sandiyo. Bila ditelusuri, Sandiyo (Nur Iman) dulunya pernah belajar di pondok Pesantren Gedangan Pasuruan Jawa Timur di bawah asuhan Kiai Abdullah Muhsin. Kiai memberikan julukan Nur Iman lantaran tindak tanduk muridnya yang seorang ini sangat arif dan bijak. Kiai juga berpesan agar Nur Iman sentiasa menyampaikan amar makruf nahi munkar, bila-bila pun dan dimana pun. Ia juga berpesan agar terus berjuang menegakkan Islam serta mendirikan pondok-pondok pesantren dimana ia tinggal nantinya. Sepulangnya dari memondok, ia diberikan hadiah berupa tanah oleh Hamengku Buwono I, yang tak lain adalah adiknya sendiri. Kebetulan saat itu Keraton (istana) Yogyakarta sudah berdiri usai penandatanganan Perjanjian Gianti (1755). Tanah hadiah inilah yang kemudian dinamakan ‘mlangi’, dari kata bahasa Jawa ‘mulangi’ yang bererti mengajar. Dinamai demikian sebab daerah itu kemudian digunakan oleh Kiai Nur Iman untuk mengajar agama Islam. Beliaulah yang akhirnya membuka kawasan yang dulunya berupa hutan belantara ini menjadi perkampungan Islam.

Selanjutnya dapatkan Hidayah November 2012 di pasaran...

No comments: