SHUHAIB BIN SINAN R.A. dibesarkan dalam lingkungan kesenangan dan kemewahan. Bapanya hakim sekaligus menjadi gabenor yang dilantik oleh Maharaja Parsi. Mereka adalah orang-orang Arab yang pindah ke Iraq, jauh sebelum datangnya Islam. Di istananya yang terletak di pinggir sungai Efrat, Shuhaib hidup senang dan bahagia. Hingga suatu ketika, negeri itu menjadi sasaran orang-orang Romawi yang datang menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk dia sendiri. Tak hairan, ia pun diperjualbelikan oleh saudagar-saudagar hamba abdi. Nasib membawanya sampai ke kota Makkah, setelah sebelumnya menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di Romawi. Tak aneh bila lidah dan dialeknya pun fasih berdialek Romawi. Majikannya tertarik akan kecerdasan, kerajinan dan kejujuran, hingga Shuhaib dibebaskan dan dimerdekakannya, dan diberinya kesempatan untuk dapat berniaga bersamanya. Ammar bin Yasir berkisah, suatu ketika ia berjumpa dengan Shuhaib bin Sinan, sesaat ketika mereka hendak menemui Rasulullah. “Mahu kemana?” tanya Ammar bin Yasir. “Kamu sendiri mahu kemana?” balasnya, balik bertanya. “Saya mahu menjumpai Muhammad untuk mendengarkan ucapannya,” jawab Ammar. “Kebetulan, saya juga ingin menemuinya,” ujar Shuhaib pula. Keduanya pun segera masuk ke dalam. Saat itu Rasululah menjelaskan perihal akidah Islam. Keduanya bagai terpaku saat mendengar penuturan Rasulullah. Seakan akidah mereka telah menyatu seperti apa yang Rasulullah jelaskan. Hingga timbullah tekad untuk segera mengubah keimanan mereka sebagaimana keimanan Rasulullah.
Usai menyatakan keislaman dan menjadi pengikut Rasulullah, mereka tak langsung bergegas pergi, sampai hari pun beranajak petang. Saat itu, barulah dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar. Memang, saat itu Baitul Arqam menjadi tempat pertemuan para sahabat secara rahsia, mengingat Islam belum dikenal luas dan Rasulullah pun masih begitu sengit dimusuhi kafir Quraisy. Namun sejak mengisytiharkan keislamannya di Baitul Arqam, Shuhaib tak bertangguh mendermakan hidupnya untuk kepercayaan yang diyakininya. Ia bergantung dalam barisan kaum muslimin tatkala mereka menghadapi medan jihad. Sebagai perantau yang juga peniaga, tak sedikit ia memberi bantuan hartanya untuk jihad. Bahkan ia terhitung sebagai salah seorang dermawan yang berani memberi tebusan bagi siapa saja (kaum muslimin) yang dianiaya. “Tiada satu perjuangan bersenjata yang diterjuni Rasulullah, kecuali pastilah aku menyertainya. Tiada suatu baiat yang dialaminya, kecuali tentulah aku menghadirinya. Dan tiada suatu pasukan bersenjata yang dikirimnya kecuali aku termasuk sebagai anggota rombongannya. Tidak pernah Baginda bertempur baik di masa-masa pertama Islam atau dimasa-masa akhir, kecuali aku berada di sebelah kanan atau sebelah kirinya. Kalau ada sesuatu yang dikhuatirkan kaum muslim di hadapan mereka, pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula jika ada yang dicemaskan di belakang mereka, aku pasti akan mundur ke belakang serta aku tidak sudi sama sekali membiarkan Rasulullah berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui Allah!” demikian Shuhaib memberi kesaksian ehwal kedekatannya pada Rasulullah dan kesungguhan imannya. Suatu gambaran yang luar biasa. Itulah sedikit gambaran betapa ia menjadi manusia selalu siap sedia dalam suasana apapun.
Tingalkan kekayaan
Saat Rasulullah hendak berhjirah, Shuhaib menyatakan diri hendak bergabung. Saat itu juga, ia tinggalkan semua emas dan perak serta kekayaan yang diperolehnya sebagai hasil perniagaan selama bertahun-tahun di Makkah. Semua kekayaan itu dilepaskan dalam sekejap masa tanpa berfikir panjang. Lepasnya seluruh harta yang dimilikinya bermula dalam peristiwa hijrahnya bersama Rasulullah. Sebab memang dalam perjalanan hijrah tersebut, menurut rencana, Shuhaib akan menjadi orang ketiga, di samping Rasulullah dan Abu Bakar. Namun sayang, orang-orang Quraisy telah mencium khabar tersebut. Sehingga di malam hari untuk mencegah hijrah Rasulullah. Di tengah perjalanan, Shuhaib terjebak dalam salah satu perangkap mereka, hingga ia pun terhalang untuk hijrah, sementara Rasulullah dan Abu Bakar beruntung berhasil melepaskan diri. Dalam keadaan yang mencurigakan tersebut, kaum Quraisy terus mengintip dan mengekorinya. Berbagai upaya mereka lakukan agar Shuhaib mengakui bahawa ia sesungguhnya merancang melakukan perjalanan hijrah bersama-sama Rasulullah. Namun Shuhaib berusaha menolak tuduhan Quraisy dengan berbagai helah. Hingga ketika mereka lengah, ia segera naik ke ke belakang untanya. Lalu dipacunya haiwan tunggangannya itu sekencang-kencangnya menuju padang tandus yang luas. Namun kaum kafir Quraisy tak mahu kecundang. Mereka pun segera mengirim para pemburu handalan untuk menyusulnya. Usaha itu hampir saja berhasil. Tahu keadaan tersebut benar-benar genting, Shuhaib tiba-tiba melambatkan lajunya seraya berteriak pada mereka, “Hai orang-orang Quraisy! Kalian semua tahu bahawa aku adalah ahli panah yang paling mahir. Demi Allah, kalian takkan berhasil mendekatiku, sebelum aku lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantung ini, dan setelah itu akan kugunakan pedang untuk menebas kalian, sampai senjata di tanganku habis semua! Nah, majulah ke sini kalau kalian berani! Tetapi kalau kalian mahu, akan aku tunjukkan tempat penyimpanan harta bendaku, asal saja kalian melepasku pergi setelah itu!” Dijanjikan dengan harta Shuhaib yang memang diketahui banyak, mereka pun hampir terpengaruh.
Ikuti selanjutnya di dalam Hidayah November 2009...
Monday, November 9, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment