Sunday, July 11, 2010

Apabila Perceraian Menjadi Jalan Keluar

ENAM tahun sudah Dania dan Ihsan mengharungi bahtera rumahtangga. Sebagai pasangan muda, kehidupan keduanya dipandang banyak orang cukup bahagia. Usia keduanya sama-sama baru awal 30-an, namun pencapaian hidup lebih dari cukup, memiliki anak perempuan yang comel, rumah yang selesa dan kerjaya juga agak lumayan. Sayangnya, semua kenikmatan dunia itu tak cukup membuat hati keduanya diliputi kebahagiaan.
Sudah dua kali Ihsan menjalin cinta dengan wanita lain secara terang-terangan. Pertama, saat Dania sedang hamil namun akhirnya berakhir dengan penyesalan dan permohonan maaf dari Ihsan. Dan kini, saat usia si anak masuk tahun keempat, Ihsan kembali melirik wanita lain. Jelas sudah persoalan antara keduanya tidak pernah benar-benar dapat diselesaikan. Punca konflik sendiri sebenarnya cukup kompleks. Ihsan merasa Dania tidak boleh tampil sempurna layaknya wanita cantik, kurang boleh berperanan sebagai wanita rumahtangga, abai terhadap apa yang diinginkannya, sehingga ia merasa wajar mencari wanita lain. Dania pula sendiri justeru merasa sebaliknya, telah melakukan semua yang diinginkan Ihsan. Bahkan peranan ganda pun harus ia lakukan demi memenuhi target mimpi mereka berdua, meraih kemantapan ekonomi rumahtangga agar di usia tua nanti tinggal boleh menikmati hasilnya. Sekuat tenaga Dania memainkan peranan sebagai isteri, ibu serta pekerja. Waktunya banyak habis untuk pejabat, anak, suami dan rumahtangganya. Belum luruh penatnya usai dari pejabat, ia harus rela menahan mengantuk apabila anaknya terjaga, melayani suami, menyiapkan keperluan keesokan harinya, dapur serta keperluan lain agar pusingan kehidupan rumahtangga berjalan normal. Kadang-kadang dia merasa dialah denyut nadi rumahtangga itu. Namun, mengapa semua lakon isteri yang semestinya dihargai tinggi malah dibalas dengan nista? Tanpa lelah Dania mengusahakan rumahtangganya agar boleh bertahan. Suaminya tak berganjak, malah merasa benar sendiri. Ihsan malah menuding Dania tak pernah bertolak ansur. Padahal, berkali-kali Dania menawarkan agar mencari pihak lain yang mampu menjernihkan mereka. Namun Ihsan malah mencemuh. Lambat laun, kesabaran Dania luruh. Ia benar-benar tak kuasa menanggung nestapa hingga nyaris memilih cerai. Pembaca budiman, konflik rumahtangga Dania-Ihsan hanyalah satu dari sekian banyak masalah rumahtangga yang kerapkali muncul di sekitar kita. Dalam majalah Hidayah ini saja, persoalan rumahtangga yang masuk tak pernah kosong - padahal jelas bukan majalah keluarga, baik yang hadir melalui halaman konsultasi, melalui telefon, email, sms serta yang lainnya. Bagaimana dengan di luar sana? Tidak menutup kemungkinan lebih banyak bukan? Kerana itu pula, angin penceraian akibat rumitnya konflik akan semakin kencang berhembus. Apalagi jika konflik sudah memasuki kekerasan fizik dan mengancam jiwa! Namun, sebelum jalan buntu itu benar-benar terlihat jelas, ada baiknya kita mencermati hal-hal berikut.

KEPERLUAN BATIN
Seperti mendapatkan sesuatu yang penulis perlukan dalam menuangkan idea penulisan ini, Salim A Fillah dalam Menjaga Cinta Dengan Kata yang dipaparkan dalam majalah Paras No. 50/2007 (Edisi Jakarta) sungguh menggugah kesedaran. Salim mengingatkan, bahawa ketika perkahwinan telah berlangsung , masing-masing pasangan sepertinya dihinggapinya perasaan – “tahu sama tahu”. Kerana kita merasa isteri kita tahu bahawa kita mencintainya, maka saat ia bertanya ‘Apakah kau mencintaiku?’ suami menjawab, “Kau kan tahu itu.” ‘Rindukah kau padaku?’ ‘Berertikah aku buatmu?’ dan kalimat-kalimat senada lainnya, pasangan kita hanya menegaskan, ‘Kau kan tahu itu’ sambil berlalu, membaca akhbar atau bermain dengan handphone. Ya. Diakui atau tidak, sindrom “tahu sama tahu” itu seperti tradisi, biasa dilakuni setiap pasangan berumahtangga. Padahal secara jujur saja, rumahtangga yang kita bangun bukan semata-mata untuk meneruskan berjalannya arus kehidupan; berkahwin, punya anak, cucu, mertua, lantas tutup usia. Atau, sekadar memenuhi kewajipan status, suami mencari nafkah untuk anak isteri, isteri menyiapkan keperluan suami dan anaknya. Jika hanya itu, kemana hati dan jiwa kita labuhkan saat memerlukan rasa bahagia?

Selanjutnya dapatkan Hidayah Julai 2010 di pasaran...

No comments: