Monday, April 9, 2012

Mengail Hikmah Dengan "Guru Misteri"

LELAKI itu sudah tua: 70 tahun sudah usianya. Rambutnya abu-abu. Keperak-perakan. Tapi, fiziknya masih berurat dan berotot seperti anak muda. Saya memanggilnya Aki. Dia orangtua, guru, dan sahabat yang hingga saat ini masih memenuhi memori saya. Ingatan tentangnya adalah ingatan bijak bestari; ilmu kehidupan yang sangat jarang saya dapatkan. Dia bukan ustaz, bukan kiai, bukan manusia yang suka disematkan gelaran-gelaran. Tapi, dia cerdas, salih, dan bersahaja. Pakaiannya pun ala kadarnya. Tidak berbaju bergaya, berkopiah (bersongkok) dan segenap hiasan-hiasan luaran yang menunjukkan gaya pendakwah. Saya malah kerapkali menjumpainya dalam balutan T-shirt lusuh dan seluar panjang. Sudah. Itu saja. Tidak lebih. Rumahnya pun sangat sederhana; rumah bertaraf ‘RSS’ [Rumah Sangat Sederhana]. Seorang sahabat karib saya yang mengenalkan dirinya kepada saya sekitar 11  tahun lalu.  Saat itu, saya masih duduk di bangku kuliah. Agaknya ia memang “dikirim” Tuhan untuk saya. Pasalnya, dia hadir dalam kehidupan saya di saat saya ghairah menjalani kehidupan mahasiswa, di saat saya merasa buku dan pensyarah dan pembicara-pembicara seminar tak kunjung meredakan gejolak batin saya. Dia muncul begitu saja tanpa saya duga-duga. Dia seolah mengerti citarasa saya tentang pelbagai hal  tanpa saya harus suarakan. Kata orang Jawa, itu kemampuan ‘linuwih’. Wallahualam. Paling tidak, menurut hemat saya, kerana dia kaya pengalaman, kaya kehidupan, hingga mampu membaca psikologi lawan bicara. Tentunya, sesuatu yang mahal mengenal guru sepertinya di zaman ini, di negeri ini. Dia membaca saya serupa buku yang mudah sekali dicerna. Kegelisahan saya. Ketakutan saya. Semua tersingkap begitu saja. Saya tidak meminta nasihatnya, dan dia pun tidak berusaha mengarahkan. Dia hanya berkisah ehwal pengalamanya dan saya menyerap saripati kisahnya. Dari sanalah, saya menemukan jawapan atas senarai pertanyaan dan pergulatan saya. Rupanya, dia tahu saya bukan watak manusia yang suka diceramahi. Meski tidak setiap saat menjumpainya, dia selalu membawa kesegaran di benak saya. Ia membuat saya menemukan kembali puzzles, potongan-potongan enigmatik, yang meliputi nalar dan kalbu saya, hidup saya. Meski tidak bergelar sarjana, ijazah atau pun doktor, dia  mampu mengimbangi diskusi ilmiah yang penuh istilah-istilah teknik yang memusingkan. Dia malah terkadang menyederhanakannya dengan tamsil yang lebih berpatutan untuk dihayati.

Selanjutnya dapatkan Hidayah April 2012 di pasaran...

No comments: