Thursday, October 10, 2013

Mengenang Jejak Islam Di Kampung Melayu

KAMPUNG MELAYU, merupakan salah satu wilayah yang cukup terkenal di Jakarta. Ianya seumpama ‘Kampung Baru’ di tengah bandaraya Kuala Lumpur. Kampung Melayu ini memiliki sejarah yang cukup panjang. Selain itu, di Kampung Melayu juga ada terminal atau perhentian kenderaan awam yang cukup penting di Jakarta Timur. Dari terminal Kampung Melayu ini, baik pendatang mahupun penduduk kota Jakarta, boleh menemukan kenderaan awam (seperti Kopaja, Mikrolet atau bas Transjakarta) yang boleh menghantarkan mereka ke berbagai wilayah di segala penjuru Jakarta, seperti ke Pulo Gadung, Tanah Abang, Tebet, Kampung Rambutan dan bahkan boleh ke luar kota. Dalam kesempatan kali ini, saya ingin berkongsi pengalaman tentang penelusuran kawasan Kampung Melayu. Sebenarnya, sudah berkali-kali saya melintasi daerah Kampung Melayu ini, sempat transit di terminal pengangkutan awamnya, dan bahkan kadang-kadang singgah kerana memang mengunjungi rumah seorang teman. Hanya saja, kelmarin saya sengaja jalan-jalan ke Kampung Melayu dengan tujuan melihat dari dekat keadaan dan daerah Kampung Melayu, kemudian menelusuri sejarah masa lalu Islam di sana. Saya bermula dari arah Cililitan, meluncur ke arah Jalan Otista, dan berhenti sejenak di terminal Kampung Melayu. Ada banyak pengangkutan awam berjajar di terminal Kampung Melayu. Terminal terlihat ramai. Beberapa bas “Transjakarta” atau yang biasa disebut “Busway” diparkir berbaris di jalur Busway. Saya lihat para penumpang naik-turun dari bas atau kenderaan awam lainnya hendak pergi entah ke mana. Sejenak saya sempat termenung, mengingat peristiwa yang sudah lama berlalu tatkala saya dulu berkunjung ke Jakarta dan sempat ‘transit’ di terminal Kampung Melayu. Kenangan yang sudah berlalu hampir lima belas tahun itu masih terkenang dalam ingatan. Kenangan itu tidak terlupakan kerana waktu itu adalah pengalaman saya pertama kali datang ke Jakarta. Kini, semua sudah berubah pantas. Jakarta lebih padat, dan lebih ‘jem’ yang hampir merata terjadi di seluruh daerah Jakarta – termasuk di kawasan Kampung Melayu ini.

Sejarah Kampung Melayu
Kenapa kawasan yang masuk wilayah Jatinegara itu disebut dengan Kampung Melayu? Jika ditelusuri lebih jauh, di balik penamaan Kampung Melayu itu, sebenarnya, bukanlah sekadar asal memberi nama. Kampung itu disebut Kampung Melayu kerana pada separuh kedua abad ke-17 – menurut sejarahnya dijadikan tempat tinggal atau bermukim bagi orang-orang Melayu. Adapun orang-orang Melayu itu disebutkan berasal dari Semenanjung (Melaka) di bawah pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus. Siapa Wan Abdul Bagus itu? Ada satu versi yang mengatakan, ia dikenal sebagai anak Ence Bagus, kelahiran Patani, Selatan Thailand. Wan Abdul Bagus dikenal sebagai perwira yang memiliki dedikasi tinggi kepada Kompeni Belanda. Awalnya, berkerja sebagai juru tulis, lalu diangkat menduduki beberapa jawatan, antara lain juru bahasa dan duta atau utusan. Dalam berbagai peperangan – seperti perang di Jawa Tengah, Perang Banten dan beberapa peperangan lain—dia pun tidak hanya berpangku tangan. Bahkan, dia sempat terluka cukup parah saat menghadapi “pemberontakan Jonker”. Wan Abdul Bagus meninggal di usia 90 tahun, tepat tahun 1716.
Tapi, versi lain mengatakan bahawa kedatangan orang Patani (baik langsung dari Patani mahupun setelah mereka dari Campa/Kemboja) ke Batavia - yang kini dikenal dengan nama Jakarta - sudah berlangsung sejak lama. Menurut versi tersebut, Sunan Gunung Jati (Syeikh Syarif Hidayatullah) disebut-sebut sebagai putera Sultan Umdatuddin bin Saiyid Ali Nurul Alam, Sultan di Campa. Setelah berhasil menguasai Sunda Kelapa (pada 21 Jun 1527 M), orang-orang yang masih memiliki hubungan dengan Sunan Gunung Jati kemudian hijrah ke Betawi [yang sekarang Jakarta]- untuk membantu dan menopang keberhasilan Sunan Gunung Jati.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Oktober 2013 di pasaran...

No comments: