Thursday, March 13, 2014

Makhluk Bercahaya Mengkhabarkan Kematiannya.

KEMATIAN seseorang itu tak dapat diramalkan bila datangnya; kadang-kadang-kadang saat tidur, bekerja, berjalan, berlari, berolah raga atau saat makan dan minum. Namun, dari sekian kematian yang pernah saya dengar, kematian seseorang yang dikisahkan dalam cerita ini termasuk agak ganjil. Bukan sebab kematiannya, tetapi proses penemuan jenazahnya. Sebabnya, jenazah itu ditemukan setelah keluarga korban mendapat khabar dari seorang makhluk bercahaya di malam hari. Siapakah makhluk bercahaya itu? Berikut kisahnya: Sebut saja namanya Ardina. Dia seorang mahasiswi jurusan pertanian di sebuah universiti ternama di Lampung. Sebagai mahasiswi, ia dikenal sangat ramah kepada siapa pun, baik itu keluarga atau teman-temannya. Ia juga sangat rajin beribadah dan mempelajari agama Islam. Jika tidak ada waktu kuliah, waktu luangnya dimanfaatkan untuk mengikuti pengajian di dekat rumahnya. Ia juga gemar membaca buku-buku sejarah Islam mahupun kehidupan Nabi Muhammad s.a.w. Selain itu, Ardina juga sangat rajin solat wajib atau sunnah, sering berpuasa Isnin-Khamis juga puasa sunnah lainnya. Sejak kecil, Ardina memang dididik taat beragama dan selalu ingat akan kewajipan seorang muslimah. Ayahnya memang dikenali sebagai ustaz yang sering mengisi acara di berbagai pengajian. Selain itu, ayahnya juga seorang peniaga di pasar.
Dalam pergaulan, Ardina dikenali sebagai muslimah yang tertutup kepada pemuda-pemuda di sekitarnya baik dengan teman kuliahnya mahupun tetangganya di rumah. Baginya, mereka hanya teman diskusi jika ada tugas kuliah atau sebagai tetangga. Ardina tidak pernah berfikir masalah ‘cinta’ hingga ia tak pernah memiliki teman lelaki kecuali hanya ta’arruf (perkenalan) biasa.

Tugas Penelitian
Suatu saat, Ardina dan teman-temannya mendapat tugas dari pihak pensyarahnya untuk meneliti tentang perkebunan di bawah kaki Gunung Tanggamus, salah satu gunung yang berada di daerah Lampung. Sebelum berangkat, si ayah menasihatinya, “Ingat ya, Nak, kamu jangan lupa solat, dan selalu ingat Allah di manapun kamu berada.” “Ya pak, Dina sudah bawa telekong sama al-Quran kecil ini, jadi kalau belum ada tugas apa-apa boleh baca-baca al-Quran,” jawab Ardina. Pendek kata, Ardina dan teman-temannya pun sampai di sebuah desa dekat perkebunan di kawasan Pergunungan Tanggamus, hampir ketika waktu maghrib datang. Mereka pun beristirahat dan solat Maghrib berjemaah. Saat itu hari sedang hujan lebat (bahkan sejak mereka berangkat), hingga malam pertama Ardina melaluinya dengan cuaca amat dingin dan hanya tidur saja di sebuah rumah yang memang disediakan warga untuk tetamu dari kota. Keesokan harinya, hujan masih terus membasahi desa tempat Ardina tinggal, tapi mereka harus menjalani tugas yang diberikan untuk pergi ke lokasi perkebunan. Kerana lokasinya cukup jauh ditambah dengan keadaan jalan yang tidak boleh dilalui kenderaan, terpaksa mereka hanya mengenakan  baju hujan untuk sampai ke lokasi. Setibanya di lokasi, hujan perlahan berhenti dan Ardina serta kawan-kawannya pun bersyukur. Perkebunan tampak sepi, tak terlihat seorang pun di sana, hanya terlihat tanaman sayur-sayuran. Mereka pun asyik membuat laporan, menyusun tugas-tugas yang dilakukan masing-masing, namun tiba-tiba hujan kembali turun di perkebunan dengan agak lebat. Ardina yang waktu itu sudah jauh dari teman-temannya, terpaksa berteduh sendirian di bawah pohon besar yang dekat dari tebing yang cukup tinggi.

Tanah Runtuh
Hampir setengah jam Ardina berteduh, namun hujan tak juga berhenti. Tiba-tiba sebuah kejadian di luar dugaan itu terjadi, tebing tinggi di belakang Ardina pun mendadak runtuh dan menimbun apapun yang berada di bawahnya termasuk Ardina. Akibatnya, Ardina yang pada waktu itu tengah berzikir pun tertimbun tanah runtuh. Sementara kawan-kawan yang lain pun tergamam ketika kejadian tanah runtuh yang mereka lihat, tak jauh dari tempat mereka, tiba-tiba semakin hampir. Mereka pun berlarian, namun salah seorang dari mereka sedar kalau ternyata ada yang kurang dari anggota pasukan mereka. “Eh...Ardina mana?” tanya Devi.
“Iya, bukannya dia tadi berteduh di bawah pohon,” ujar Susi sambil menunjuk ke arah tenggara.
Mereka terkejut ketika pohon tempat Ardina berteduh sudah tidak ada lagi. “Astaghfirullah!!! Jangan-jangan!!!” ujar Susi “Sudah! Kita jangan menduga-duga. Sebahagian dari kita ada yang mencari Ardina sedang yang lain memberitahu warga tempatan agar dapat membantu kita mencari Ardina dan ada yang menghubungi kampus tentang kejadian ini,” ujar Intan sebagai ketua kumplan pelajar tersebut.
Mereka pun segera ke lokasi di mana tempat terakhir mereka melihat Ardina. Tak lama kemudian, warga pun berdatangan untuk mencari Ardina. Keluarga Ardina pun dihubungi dan mereka terkejut atas kejadian tersebut.  Ardi, abang Ardina yang tertua dan sudah berkeluarga pun bersama ayahnya berangkat ke lokasi, sementara Irma, isteri Ardi, disuruh menginap di rumah mertuanya untuk menemani ibu Ardina yang sendirian. Kakak Ardina yang nombor dua, Milla, tak dapat dihubungi kerana ia ikut suaminya tinggal di Jakarta.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2014 di pasaran...

No comments: