DALAM sejarah kerasulan, mungkin, kita hanya mengenal Nabi Sulaiman a.s. yang boleh berkata-kata dengan binatang, seperti dialog baginda dengan seekor semut. Namun, sesungguhnya, Nabi Muhammad s.a.w. pun berkali-kali pernah melakukan dialog dengan binatang, bahkan pernah juga dengan makhluk-makhluk lainnya, seperti gunung, batu, atau pohon. Hal ini menunjukkan bahawa makhluk Allah lainnya, selain manusia dan binatang, boleh jadi punya mulut yang tentu saja tidak seperti mulut manusia. Namun, kita tak pernah tahu bagaimana bentuk mulut mereka dan bagaimana cara mereka berbicara. Hanya Allah dan orang-orang tertentu saja yang boleh melakukannya. Sisi lain, hal itu juga menggambarkan tentang kemukjizatan Nabi atau Rasul. Ertinya, seorang Nabi atau Rasul kerapkali diberikan kelebihan-kelebihan yang kadang bersifat ‘metafizik’ sebagai pembuktian kenabian atau kerasulannya. Itulah yang dimaksud dengan mukjizat. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, dikatakan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Tidak ada seorang pun di antara para Nabi kecuali mereka diberi sejumlah mukjizat yang di antaranya agar manusia beriman kepadanya dan mukjizat yang aku terima adalah wahyu. Allah mewahyukannya kepadaku. Maka aku berharap kiranya menjadi Nabi yang paling banyak pengikutnya pada hari Kiamat.” Lebih dari itu, kemampuan Nabi Muhammad yang boleh berbicara dengan segala makhluk Allah juga memberikan sebuah gambaran kepada kita bahawa ia memiliki ilmu yang paling sempurna di antara para Nabi dan Rasul yang pernah ada. Ia boleh menghidupkan orang mati, sebuah kelebihan yang pernah dimiliki Nabi Isa a.s. Ia juga pandai menafsirkan mimpi, seperti kemampuan Nabi Yusuf. Dan tentunya, ia juga memiliki kemampuan seperti Nabi Sulaiman, yang boleh berbicara dengan binatang. Tidak salah, jika ia adalah penutup para Nabi dan Rasul. Sehingga ketika ada orang yang mendakwa dirinya sebagai seorang Nabi atau Rasul setelah Muhammad s.a.w., itu merupakan suatu pendapat yang sesat. Kisah berikut ini salah satu contoh Nabi Muhammad boleh berbicara dengan kijang. Diriwayatkan Abu Na’im di dalam kitab Al-Hilyah, bahawa seorang lelaki tengah lewat di sisi Nabi Muhammad s.a.w. dengan membawa seekor kijang hasil tangkapannya. Lalu Allah yang berkuasa atas semua makhlukNya telah menjadikan kijang itu berbicara kepada Nabi Muhammad s.a.w. “Wahai Pesuruh Allah, sesungguhnya aku mempunyai beberapa anak yang masih menyusu, dan sekarang aku sudah ditangkap sedangkan anak-anakku kelaparan,” kata kijang itu meminta belas kasihan. Rasulullah s.a.w. yang mengerti bahasa kijang itu lantas berdialog dengan si kijang. “Apa yang engkau harapkan dariku?” tanya Rasul. “Tolong perintahkan orang ini melepaskan aku supaya aku dapat menyusui anak-anakku dan sesudah itu aku akan kembali kemari,” janji kijang itu dengan sangat memohon pertolongan Nabi s.a.w. “Bagaimana kalau engkau tidak kembali lagi ke sini?” tanya baginda.
“Kalau aku tidak kembali kemari, nanti Allah s.w.t. akan melaknatku sebagaimana Ia melaknat orang yang tidak mengucapkan selawat bagimu apabila disebut namamu di sisiNya,” janji kijang itu. Lalu Nabi Muhammad pun bersabda kepada orang itu untuk melepaskan kijang itu buat sementara waktu. “Wahai pemuda, lepaskanlah kijang ini, dan aku akan menjadi penjaminnya,” kata Rasulullah. Atas perintah Rasul, pemuda itu pun akhirnya melepaskan kijang itu. Kijang itu langsung berlari menuju anak-anaknya untuk menyusui. Setelah semua anak-anaknya kenyang, si induk itu kembali lagi menemui Rasulullah dan pemuda itu menangkapnya kembali.
Tidak pula dijelaskan kisah kijang selanjutnya, apakah ia dipelihara, disembelih lalu dimakan dagingnya ataukah akhirnya dilepaskan kembali oleh pemuda itu. Yang jelas, setelah kejadian itu, Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari Malaikat Jibril berupa hadis Qudsi. Hadis itu berbunyi demikian, “Wahai Muhammad, Allah s.w.t. mengucapkan salam kepadamu dan Allah s.w.t. berfirman, “Demi kemuliaanKu dan kehormatanKu, sesungguhnya Aku lebih mengasihi umat Muhammad dari pada kijang itu mengasihi anak-anaknya, dan Aku akan kembalikan mereka kepadamu sebagaimana kijang itu kembali kepadamu.”
Iktibar Kisah
Demikian kisah Nabi Muhammad s.a.w. dapat berbicara dengan binatang, yang salah satunya adalah kijang. Banyak kisah lain ehwal baginda pernah berbicara dengan beberapa binatang, seperti kuda, daging yang telah dimasak dan sebagainya. Dari kisah ini ada beberapa hal yang dapat dipetik: Pertama, semua makhluk Allah, termasuk binatang, mengetahui kedudukan Muhammad s.a.w. sebagai seorang utusan Allah. Hal itu tampak ditunjukkan oleh kijang saat ia mengatakan, “Kalau aku tidak kembali kemari, nanti Allah s.w.t. akan melaknatku sebagaimana Dia melaknat orang yang tidak mengucapkan selawat bagimu apabila disebut namamu di sisiNya.”
Hal ini menggambarkan betapa agungnya kedudukan Muhammad di mata makhluk Allah lainnya. Mereka yang tidak punya akal saja mengakui kedudukan baginda, apalagi kita sebagai manusia. Kerana itu, selayaknya kita selalu mengagungkannya di setiap saat dan kesempatan dengan memperbanyak selawat kepadanya.
Kedua, binatang pun memiliki jiwa belas kasih (kasih sayang) kepada keluarganya sendiri. Hal itu tampak dari keinginan kijang untuk kembali menyusui anak-anaknya sebelum dirinya ditangkap. Sebuah keinginan yang akhirnya dikabulkan oleh Rasulullah. Ini menggambarkan bahawa meski dia seekor binatang, tapi naluri keibuannya tampak masih ada di tengah kematian sedang mengintipnya.
Selanjutnya dapatkan Hidayah Mac 2012 di pasaran...
Wednesday, March 14, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment