Thursday, August 9, 2012

Jadi Bingung Setelah Dinodai Dukun

SABAR dan bersyukur adalah kunci mujarab yang mahal di dalam hidup ini, dua kunci dalam meraih kejayaan. Tapi, dua hal itu rasanya berat dilakukan oleh Menik, 30. Dia memang hidup cukup-cukup makan saja. Suaminya, Maman, 34, bekerja sebagai buruh kasar. Kadang-kadang dia ambil upah mengerjakan sawah; mencangkul atau menajak di bendang, menebas rumput di kebun, bahkan siap mengerjakan apa pun selama masih dapat dia lakukan dengan tenaga mudanya itu. Tentu saja, bekerja dengan pendapatan yang tidak tetap itu, rezeki yang didapat tidak seberapa dan tidak menentu pula. Padahal, mereka sudah memiliki dua anak perempuan dan perbelanjaan harian turut bertambah. Maklum, anak yang sulung sudah belajar darjah tiga. Maka, hal itu dirasakan berat hingga Menik ikut membantu mencari sumber tambahan dengan berniaga secara kecil-kecilan barangan keperluan harian dapur seperti menjual cili, tomato, bawang dan aneka sayur-sayuran yang lain. Meski Menik sudah ikut membantu kerja sebagai peniaga kecil, hal itu ternyata belum memberikan angin segar bagi keluarganya. Apalagi, dia merasa jualan di pasar itu tidak semudah yang disangka. Sebab, di pasar ternyata banyak saingannya. Akibatnya, jualannya kerap tak laku. Tak jarang, dia pulang ke rumah hanya membawa wang tak seberapa dan cuma membawa penat, kerana jualannya tak laku. Keadaan seperti itu rupanya membuat Menik gusar. Apalagi, dia mendengar tidak sedikit pedagang yang menggunakan “tangkal pelaris” dari dukun hingga membuat dagangan mereka laris. Hal itu semakin membuat Menik merasa panas.

Tak Mendapat Restu Suami

Petang itu, dia pulang dari pasar dengan wajah lesu dan gusar. Maklumlah dagangannya tak laku. Badan pun terasa penat. Bahkan, keadaan itu tak saja terjadi hari itu tetapi sudah dia alami beberapa hari lalu. Dia merasa kecewa, bahkan cepat panas baran. Semua itu menggumpal menjadi satu di ubun-ubun kepala. Dan dia tak sabar dengan semua itu. Padahal, semua itu boleh jadi adalah ujian Allah. Jika dia mahu bersabar, rasanya keadaan itu belum boleh dikatakan petaka. Sebab, masih banyak keluarga lain yang jauh lebih menderita dari keluarga Menik. Sementara itu, dia masih sihat walafiat. Ada rupa pula tu... Suami dan kedua anaknya pun sihat. Cuma dia belum merasa hidup senang. Tapi, dia menganggap itu sudah seperti kiamat kecil yang mengikis fikiran dan tenaga. Dalam keadaan susah seperti itu, dia bukan ingat kepada Allah, malah dilingkupi pikiran dangkal. Dia termakan pujuk rayu syaitan. Maka ketika malam tiba, saat dia dan suaminya sedang berehat-rehat sebelum masuk tidur, dia menceritakan kegundahan hatinya. “Sabar sajalah, siapa tahu besok dagangan kamu tu laris,” jawab Maman, suaminya, menenangkan hati isterinya yang gundah berserabut itu. Tapi, Menik tak ingin jawapan seperti itu. “Sudah berhari-hari jualan tak laku, masih juga disuruh sabar? Lalu sampai bila?” dengan rasa jengkel Menik bertanya balik. “Ya, sampai tiba waktunya. Sebab, kesabaran itu akan berbuah manis,” lagi-lagi, jawapan Maman itu tak seperti yang diharapkan Menik. “Tak boleh, bang! Rasanya sulit barang-barang jualan saya laris jika saya masih seperti ini.”
“Maksudmu?” tanya Maman. “Abang ini seperti tak tahu saja! Di pasar itu, mereka yang laris adalah peniaga yang memiliki ‘tangkal pelaris’ dari dukun. Jadi kerana saya tak memiliki tangkal pelaris dari dukun, maka sebab itu jualan saya tak laku.” Maman tertawa sinis. “Siapa cakap?

Selanjutnya dapatkan Hidayah Ogos 2012 di pasaran...

No comments: