Tuesday, May 10, 2011

Belajar Kasih Dari Pengasuh Rasulullah s.a.w.

KISAH kecil Rasulullah s.a.w. yang yatim piatu menyisakan kepiluan tak terperi. Seorang anak yang sedianya mendapat curahan kasih sayang dari ayah dan ibunya sejak kecil malah terpaksa merelakannya begitu saja. Allah s.w.t. telah menggariskan Nabi Muhammad s.a.w. sejak dalam masa kandungan ditinggal mati oleh ayahnya, Abdullah. Bahkan tak berapa lama kemudian, ibunya, Aminah, menyusul suaminya, Abdullah. Maka jadilah sejak itu Muhammad sebagai yatim piatu. Adalah satu nama yang tak dapat lepas dari kisah perjalanan masa kecil baginda adalah Ummu Aiman. Nama lengkapnya Barakah binti Tsa’labah bin Amru bin Hishan bin Malik bin Salmah bin Amru bin Nu’man al-Habasyiyah. Dialah tokoh perempuan yang sangat penyayang yang kasihnya tak berbeda jauh seperti seorang ibu kebanyakan. Perwatakan seorang ibu yang sangat didambakan seorang anak yatim piatu seperti Rasulullah. Ummu Aiman, dengan segenap kasih yang dimilikinya, mampu tampil sebagai ibu yang membelainya setiap saat, menemaninya di kala sendiri ataupun sedang dalam bepergian sekalipun.
Ketika itu penduduk Makkah sedang berkemas menghadapi datangnya pasukan gajah (dari Ethiopia). Mereka menggalang kesatuan dan persatuan, hidup saling bahu membahu guna menghadapi kedatangan pasukan tersebut. Di tengah kesibukan itu, Aminah binti Wahab, bonda Rasulullah membawa diri (uzlah), ingin mendapatkan ketenangan hati. Ia ingin membahagiakan anak yang berada dalam kandungannya, sebab sebentar lagi si bayi dalam kandungan tersebut diperkirakan akan keluar. Maksud lain dengan mengasingkan diri tersebut adalah agar Aminah tak terlalu merasa sedih dan pilu kerana kematian suaminya tercinta. Di saat seorang isteri yang tengah mengandung mendapat perhatian dari suami di sisinya, Abdullah bin Abdul Muthalib, namun hal tersebut terpaksa ia relakan. Namun Allah tak pernah tidur. Meski berat bagi seorang Aminah menjalani masa-masa itu, tentu saja ada skenario besar yang Dia persiapkan. Wanita itu seperti ditampakkan cahaya yang memancar jernih yang membawa kebahagiaan dan dapat melupakan kepedihan hatinya kerana ditinggal suami. Ia tetap dengan jiwa besar merawat kandungannya dengan baik. Bahkan tatkala Muhammad telah lahir ke dunia, orang-orang di sekitar pun bersukacita menyambutnya. Seakan status yatim sama sekali tidak disandangnya. Mereka berlumba-lumba menyayangi bayi lelaki Aminah yang memikat itu. Seiring dengan itu, Ummu Aiman, hamba wanita berbangsa Habsyah yang dimiliki ayah Muhammad telah berkhidmat pada Aminah. Perempuan itu pun tak sampai hati melihat bayi lelaki yang memikat itu. Setiap kali Ummu Aiman memandang si yatim, rasa kasih sayang selalu mengetuk palung jiwanya. Bahkan ia sangat mencintainya. Dengan sepenuh kesedaran dan keikhlasan, ia asuh si yatim dengan penuh cinta kasih seperti anak kandungnya sendiri. Curahan kasih sayang yang dilimpahkan Ummu Aiman, tanpa sedar mengundang iri wanita-wanita tukang menyusui. Kala itu, memang sudah kelaziman banyak perempuan-perempuan yang bersedia menjadi ‘ibu asuh’. Kehadiran Muhammad yang menarik mengundang decak kagum mereka, sehingga mereka berlumba mencari cara agar Muhammad kecil menjadi anak asuhnya. Dan berbagai cara pun diupayakan agar Ummu Aiman terpisah dari Muhammad. Cara-cara tak patut kala itu lama-kelamaan tak dapat ditoleransi. Situasi saat itu benar-benar tidak menguntungkan. Persaingan untuk mendapatkan si yatim semakin ketat, hingga Ummu Aiman kemudian memutuskan untuk membawanya ke daerah pegunungan, meninggalkan kota Makkah. Di lain sisi, perpisahan ini membuat Aminah binti Wahab merasa sedih dan hiba. Namun ia tetap bersabar dan tabah menghadapi realiti hidup. Setelah beberapa tahun hidup di pegunungan, si bayi yang telah tumbuh membesar kembali ke pangkuan ibu kandungnya, namun ia tetap diasuh oleh ibu asuhnya. Jadilah Muhammad hidup dalam dakapan dua ibu yang memiliki limpahan kasih sayang. Kala itu mereka sudah meninggalkan gunung dan beralih tinggal di kota Makkah.

Aminah Meninggal Dunia
Pada suatu hari, Aminah binti Wahab membawa Muhamamd kecil pergi ke Yatsrib (belum bergelar Madinah). Kala itu, ia bermaksud bersilaturahmi dengan sanak keluarga yang berada di sana. Ia mengunjungi Bani Najjar, yang merupakan rumpun keluarganya. Dalam kesempatan itu, Ummu Aiman pun ikut serta. Sejak kematian Abdullah, boleh dikatakan Ummu Aiman menjadi pelindung bagi keluarga Muhammad. Maka, kemanapun Aminah melangkah, Ummu Aiman siap sedia mendampinginya. Kunjungan silaturahim yang tak memakan waktu lama itu usai sudah. Aminah kembali membawa bayinya pulang ke Makkah. Namun di tengah perjalanan, belum jauh langkah kaki mereka meninggalkan kota Yatsrib, Aminah tiba-tiba jatuh sakit. Dan seketika ajal pun menjemputnya. Dan akhirnya bonda Muhammad itu akhirnya dimakamkan di desa Abwa’. Desa yang tak jauh dari makam suaminya. Dengan meninggalnya Aminah binti Wahab, bererti Muhammad kecil yang berada dalam pangkuan Ummu Aiman menjadi yatim piatu. Si pengasuh, Ummu Aiman yang menimangnya langsung memutuskan untuk kembali membawa Muhammad pulang ke Makkah menemui datuk dan bapa-bapa saudara Muhammad. Namun sejak itu pula Ummu Aiman berperanan sebagai ibu. Bukan sekadar mengasuh, namun juga membimbingnya sejak kecil bahkan hingga dewasa.

Dimerdekakan
Ketika Muhammad dewasa dan berkahwin dengan Khadijah binti Khuwailid, Ummu Aiman dimerdekakan. Sejak itu, hak-haknya sebagai manusia yang sedarjat dan tak lagi dipandang rendah oleh kebanyakan orang hilang lenyap. Sejak itu, ia semakin hidup secara layak, meskipun sebelumnya ia tetap diperlakukan terhormat selagi ia mengasuh Muhammad sejak kecil. Akan tetapi, status merdeka itu mahu tak mahu membayangi martabatnya sebagai manusia sebab perhambaan kala itu belum lepas. Ummu Aiman dinikahkan oleh Rasulullah dengan seorang penduduk Yatsrib yang telah lama menetap di Makkah, yakni ’Ubaid bin Al-Harits dari suku Khazraj. Dari pernikahannya dengan ’Ubaid, lahirlah Aiman. Aiman yang kelak ikut hijrah dan berjihad bersama Rasulullah s.a.w. dan gugur sebagai syahid dalam Perang Hunain. Pernikahan tersebut membawa kebahagiaan tak terkira bagi wanita pengasuh Rasulullah tersebut. Ia hidup berumahtangga penuh dengan kebahagiaan. Sejak itu, Ummu Aiman mengabdikan dirinya sebagai isteri yang mendampingi suaminya kemanapun ia membawanya. Ummu Aiman dibawa ke Yatsrib meninggalkan Makkah. Ia hidup di negeri kelahiran suaminya. Namun Allah mentakdirkan ia tak dapat mengecap hidup lama dengan suaminya. Sebab Allah lebih dulu mematikan Ubaid. Merasa sebatang kara, Ummu Aiman memutuskan kembali kepada anak susuannya, Muhammad s.a.w. sambil membawa Aiman, anak kandungnya. Sejak itu, Ummu Aiman dan anaknya, Aiman bin ‘Ubaid, tinggal di Makkah, hidup di bawah naungan Muhammad yang dulu pernah diasuhnya. Demikian besar jasa yang diberikan Ummu Aiman, sehingga Rasulullah pun memperlakukannya seperti layaknya ibu kandung sendiri. Kerana cinta dan besarnya perhatian Rasulullah kepada Ummu Aiman, ia pernah mengungkapkan perasaan kasihnya, sebagaimana kutipan dari Al-Waqidi dalam kitab Al-Ishabah: “Ibu pengasuhku adalah keluarga rumahku yang masih tersisa.” Maka, kepada Aiman bin Ubaid pun ia memperlakukan seperti adik kandung sendiri. Dan bagaimanapun, kenyataannya mereka adalah saudara sesusuan.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mei 2011 di pasaran...

No comments: