BAGAIMANAPUN, mendapat kepercayaan begitu besar dari Rasulullah s.a.w., meski mengandung risiko, membuat siapa pun merasa bangga. Dan demikianlah Abdullah bin Hudzafah As Sahmy. Dia terpilih dari enam orang yang diutus Rasulullah untuk menyampaikan risalah kepada para raja Arab dan bukan Arab. Tugas pertama Abdullah, ketika itu, menyampaikan surat Rasulullah kepada Raja Abrawiz, pemimpin Parsi, agar masuk Islam. Walau tak ada pengalaman sama sekali sebagai seorang ‘diplomat’, namun dia mempunyai tekad sekuat waja. Maka, begitu sampai di istana raja, dia langsung menyatakan keinginannya menemui raja. Dengan pakaian sederhana, seraya tetap menunjukkan kesahajaannya sebagai sosok muslim sejati, dia datang dengan kepala tegak penuh wibawa tanpa merasa rendah diri di hadapan raja. Tahu bahawa Abdullah hendak menyampaikan surat untuknya, raja langsung memberi isyarat kepada para pengawal agar menerima surat yang dibawa Abdullah. Namun tanpa diduga Abdullah menolak memberikannya. “Rasulullah memerintahkan kepada aku agar memberikan surat ini langsung ke tangan raja tanpa melalui perantara. Dan aku tidak mahu menyalahi perintah beliau,” ujar Abdullah tanpa segan silu. Sebaliknya, raja tersinggung atas sikap Abdullah yang dianggapnya tidak sopan. “Biarkan dia mendekat padaku!” Raja menyahut dengan hati marah. Dia lantas menerima surat tersebut dan memerintahkan setiausahanya untuk membacakan isinya: “Dari Muhammad Rasulullah, kepada Raja Parsi.
Berbahagialah siapa yang mengikuti petunjuk...” Baru sampai di situ setiausaha raja membaca surat, wajah raja memerah. Amarahnya makin terbakar dan tak dapat lagi dibendung. “Kurang ajar, beraninya dia menulis namanya lebih dulu dari namaku. Padahal dia berada dibawahku!” umpat raja dengan peraan geram. Surat yang sedang dibaca setiausahanya itu dia sambar dan dirobek-robek, lalu diperintahkan pengawalnya untuk mengusir Abdullah dari dalam ruang pertemuan saat itu juga. Abdullah pasrah dengan segenap keteguhan hati. Dia tak peduli dengan kemarahan raja yang sangat mungkin akan memberi kesan buruk bagi nyawanya. “Demi Allah, aku tidak peduli apa pun yang akan terjadi. Yang penting, tugas yang dibebankan oleh Rasulullah kepadaku telah kulaksanakan dengan baik. Surat Rasulullah telah kusampaikan ke tangan yang berkenaan.”
Doa Rasulullah s.a.w.
Sementara itu, setelah kemarahan Raja Abrawiz mereda, dia perintahkan para pengawalnya supaya memanggil kembali Abdullah bin Hudzafah. Sayangnya, Abdullah sudah tidak ada. Para pengawal mencarinya kemana-mana. Mereka bahkan sampai menjejaknya ke Jazirah Arab, namun rupanya Abdullah sudah jauh sehingga tidak mungkin terkejar lagi. Abdullah bin Hudzafah sendiri bergegas kembali kepada Rasulullah. Setibanya dia di hadapan Rasulullah, dia melaporkan segala kejadian yang dilihat dan dialaminya termasuk sikap Raja tersebut menyobek-nyobek suratnya. “Semoga Allah menyobek-nyobek pula kerajaannya!” ujar Rasulullah.
Sementara itu, kegagalan pengawalnya menangkap Abdullah semakin meletupkan rasa marah raja Parsi itu. Dia segera menulis surat kepada Badzan, seorang wakilnya yang berada di negara Yaman, untuk menangkap Rasulullah dan membawanya kehadapannya. Badzan siap. Dia langsung menitahkan dua orang utusan untuk menemui Rasulullah dan menyampaikan sepucuk surat yang isinya agar Rasulullah berangkat menghadap Raja Abrawiz bersama mereka saat itu juga. Dalam waktu singkat, mereka tiba di Thaif dan bertemu dengan para pedagang suku Quraisy. Dari para pedagang itulah keduanya mengetahui bahawa Rasulullah tengah berada di Madinah. Tanpa menunggu waktu, mereka meneruskan perjalanan ke Madinah dan menghadap Rasulullah s.a.w.
“Badzan mendapat perintah dari raja untuk mengutus kami menemui anda. Raja menginginkan kami membawa anda menghadapnya. Jika anda berkenan pergi bersama kami, tentu itu pilihan yang terbaik kerana raja berjanji tidak akan menghukum anda. Tetapi jika anda mengabaikan perintahkannya, anda tentu sudah tahu, ia sangat berkuasa untuk membinasakan anda,” kata salah seorang utusan tersebut dengan nada mengancam. Rasulullah tersenyum mendengar ucapan utusan Badzan. “Sebaiknya, tuan-tuan beristirahat dulu. Besok pagi, tuan-tuan boleh kembali ke sini!” Saranan Rasulullah itu tak ditolak. Keesokan paginya kedua utusan itu datang kembali menemui Rasulullah sesuai dengan janji. “Sudah siapkah anda berangkat bersama kami menemui Raja kami?” salah seorang dari mereka bertanya memastikan. “Sayangnya tuan-tuan tidak dapat lagi bertemu dengan Raja setelah hari ini. Raja Abrawiz telah dibunuh anaknya sendiri Syirwan, pada pukul sekian, detik sekian, hari dan bulan sekian,” jawab Rasulullah. Mendengar kata-kata Rasulullah itu kedua utusan Badzan terbelalak kehairanan. “Bagaimana mungkin terjadi? Sedarkah dengan apa yang anda ucapkan? Dan kami akan menulis ucapan anda ini pada Badzan!” “Silakan, bahkan tuan-tuan boleh menambahkan bahawa agamaku akan menguasai seluruh kawasan kerajaan Parsi. Jika Badzan masuk Islam, maka wilayah yang berada di bawah kekuasaannya akan aku serahkan kepadanya. Kemudian Badzan sendiri aku lantik menjadi raja bagi rakyatnya,” tegas Rasulullah. Tanpa banyak komentar seraya digelayuti perasaan bingung, kedua utusan itu meninggalkan Rasulullah. Mereka kembali menghadap Badzan dan melaporkan hasil pertemuannya dengan Rasulullah. Keduanya juga tidak lupa menyampaikan pesanan Rasulullah. “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, sesungguhnya dia seorang Nabi. Jika tidak, ucapannya itu hanya mimpi belaka,” ujar Badzan. Dan tak lama berselang, Badzan menerima surat Syirwan, anak raja Parsi itu. “Raja telah kubunuh. Aku terpaksa melakukannya kerana dia telah menindas rakyat. Para bangsawannya kami musnahkan. Wanita-wanita mereka kami tawan. Dan harta benda mereka kami rampas. Bila suratku ini telah dibaca, kau dan rakyatmu hendaklah tunduk kepadaku!” Selesai membaca surat itu, Badzan mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, mulai saat ini dia masuk Islam. Mendengar pengumumannya ini, berbondong-bondonglah semua pembesar dan orang orang keturunan Parsi yang berada di Yaman memeluk Islam.
Selanjutnya dapatkan Hidayah Julai 2011 di pasaran...
Monday, July 11, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment