HANYA orang-orang yang memiliki keteguhan iman, ketabahan pendirian dan cinta yang luar biasa kepada Allah dan Rasulullah yang berani menempuh jalan penuh bahaya dengan pilihan meninggalkan Makkah lalu pergi ke Madinah untuk hijrah. Tak peduli harta, rumah, bahkan tanah yang mereka miliki, nyawa pun rela dipertaruhkan. Semua itu demi kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Salah seorang dari sahabat Nabi s.a.w. yang masuk dalam senarai orang-orang tabah itu adalah Shuhaib bin Sinan. Saat Rasulullah mengumumkan perintah berhijrah, dia pun rela meninggalkan Makkah dan meninggalkan kenangan keberkahan bagi kejayaannya. Dia segera berkemas, mempersiapkan barang-barang yang hendak dia bawa dan bertekad untuk hijrah. Tetapi, belum sempat langkah kakinya meninggalkan Makkah, orang-orang kafir Quraisy memerangkap Shuhaib. “Dulu engkau datang kepada kami dalam keadaan fakir dan hina. Lalu, hartamu berkembang bersama kami hingga engkau mencapai apa yang telah engkau capai saat ini. Sekarang, engkau ingin pergi begitu saja sambil membawa hartamu? Sungguh hal itu tak akan kami biarkan terjadi.” Shuhaib tak dapat melanjutkan hasratnya. Dia tak dapat melangkahkan kakinya meninggalkan Makkah. Dia terpaksa kembali menetap di Makkah dan tidak dapat ikut berhijrah. Ucapan orang-orang kafir Quraisy itu mengingatkan masa lalunya saat dia datang ke Makkah. Dia seperti dibebani masa lalu itu dan tidak kuasa meninggalkan Makkah secara bebas.
Biodata Shuhaib
Shuhaib mempunyai nama lengkap Shuhail bin Sinan bin Malik. Dia juga disebut Khalid bin Amr bin Uqail bin Amir dari kabilah Arab. Nasabnya dikatakan tersambung sampai Rabiah bin Nizar. Sebenarnya, ayahnya adalah penguasa kota Abilah di Iraq. Tapi nasib pilu harus dia alami. Mulanya, dia ditahan di negeri Iraq, lalu dijual di pasar budak (hamba). Sejak itu, dia mengalami hidup penuh derita. Sebagai hamba, dia berpindah-pindah tangan, bagaikan barangan yang diperjualbelikan. Dia bahkan pernah hidup di istana-istana Rom bersama budak-budak (hamba-hamba) lainnya. Tetapi “nasib baik” berpihak kepadanya. Berkat pertolongan Allah, dia berhasil melarikan diri dan kemudian pergi ke Makkah. Kota itu sengaja dia pilih kerana dia pernah mendengar khabar dari paderi Nasrani bahawa seorang Nabi akan muncul di negeri Arab. Dia lalu memutuskan tinggal di Makkah, seraya menunggu kehadiran Nabi Muhammad. Di kota Makkah, dia dipanggil ‘ar-Rumi’ kerana gaya percakapannya yang tergagap-gagap dan rambutnya yang berwarna merah. Tapi dalam riwayat lain, dia disebut ar-Rumi kerana pernah tinggal di Rom. Rupanya nasib baik kembali berpihak. Di kota Makkah, dia bertemu Abdullah bin Jud‘an, seorang pedagang yang terpandang. Shuhaib kemudian bekerja untuk Abdullah bin Jud‘an. Setelah lama bekerja, dia berdagang sendiri dan perlahan perniagaan yang dia rintis itu berkembang bahkan menjadikan dia seorang ahli perniagaan yang berjaya dan kaya. Saat Nabi s.a.w. berdakwah secara terang-terangan, Shuhaib tidak ragu-ragu lagi dengan apa yang pernah didengar dari paderi Nasrani akan kenabian Muhammad. Maka, dia pun menyambut kehadiran Rasulullah dan berniat untuk merengkuh cahaya Islam.
Tak perlu berfikir panjang, saat dia mendengar Rasulullah menyampaikan risalah kenabian di rumah al-Arqam, Shuhaib melangkahkan kakinya dengan bulat, meskipun dia harus berjalan sembunyi-sembunyi supaya tidak diketahui oleh orang lain. Maklum ia tinggal di Makkah seorang diri, tak punya saudara. Walaupun dia memiliki harta melimpah, tapi tak ada orang yang akan menjamin keselamatan dirinya jika ada orang yang dengki lalu berbuat jahat kepadanya. Itu yang membuat dia bagaikan orang asing dan hidup sendiri. Saat dia pergi ke rumah al-Arqam, secara kebetulan, dia datang bersamaan dengan kedatangan Amar bin Yasir. Jadi keduanya kemudian bersama-sama menyatakan Islam. Tapi, ujian berat datang setelah itu. Sebab, ketika orang-orang kafir Quraisy mengetahui dia masuk Islam, mereka menimpakan gangguan dan penderitaan yang tidak terperikan baik kepada Shuhaib mahupun orang-orang lemah, terlebih bekas-bekas hamba muslim. Sejak itu, Shuhaib didera ujian berat. Dia merasakan penderitaan berat kerana dia lebih memilih Islam. Tapi, semua penderitaan dan seksaan itu dia hadapi dengan sabar. Hingga kemudian, datang perintah hijrah. Kecintaannya kepada Rasulullah pun mengantarkan dia untuk berhijrah. Tapi, orang-orang Quraisy rupanya tidak merelakan kepergian Shuhaib begitu saja. Mereka dengan penuh kewaspadaan kemudian menghadang langkah Shuhaib saat hendak meninggalkan kota Makkah. Berkali-kali Shuhaib berusaha pergi meninggalkan Makkah bahkan kepergian itu dilaksanakan dengan diam-diam, mereka pun seperti dapat mencium langkah kaki Shuhaib. Hadangan dari orang-orang kafir Quraisy pun tak kuasa membuat Shuhaib dapat berhijrah. Berkali-kali itu pula, Shuhaib harus menelan ludah kerana tak berhasil pergi dari kota Makkah. Setiap kali Shuhaib mencuba berhijrah, dia merasa seakan-akan terhalang batu karang besar yang menghadang di depannya. Shuhaib pun tidak kuasa berbuat apa-apa. Dia seperti dihadang badai besar dan kencang yang menerjangnya untuk kemudian dia terpelanting jatuh. Sebab orang-orang kafir Quraisy itu selalu dapat mencium aroma dan jejak langkah kepergian Shuhaib kemudian menggagalkan langkah kaki Shuhaib tatkala hendak berhijrah.
Hasrat Berhijrahnya Tercapai
Tetapi, niat Shuhaib untuk hijrah tak pernah padam. Dia kemudian membulatkan tekad hijrah kembali. Maka, pada suatu hari, ia menyelinap keluar dan berhasil terlepas dari intaian orang-orang kafir Quraisy. Bahkan dia dapat lulus keluar rumah hingga mendekati sempadan kota Makkah. Tapi, lagi-lagi orang-orang kafir Quraisy berhasil mencium jejak langkah Shuhaib dan kemudian mengejarnya. Saat Shuhaib menempuh setengah perjalanan, orang-orang Quraisy berhasil menghadang. Shuhaib tak hairan dengan upaya orang-orang kafir yang dapat mengejarnya. Sebab dari awal, dia sudah menduga bahawa keinginannya untuk hijrah kali ini akan dihadang kembali, meskipun dia sudah meloloskan diri setengah perjalanan. Tapi, kali ini tekad Shuhaib untuk hijrah sudah bulat. Ibarat sebuah besi, niat hijrahnya kali ini tidak dapat dipatahkan. Apalagi, dia sudah bertekad tidak akan kembali lagi ke Makkah. Niat hijrah kali ini sudah tertanam kuat di lubuk hatinya dan itu tak akan dapat digoyahkan. Walau bagaimanapun, dia harus meninggalkan Makkah dan dapat melangkah sampai ke Madinah. Tak disangsikan lagi, tekad itu pun membuat dia tak mundur selangkah pun ketika orang-orang Quraisy semakin mendekat. Dengan cekatan Shuhaib pun kemudian berlari kencang dan naik ke tempat lebih tinggi, lalu ia mempersiapkan busur dan anak panah. Saat para pengejarnya itu mendekat, dia mengarahkan anak panahnya dan siap membidik mereka dengan cermat sambil berteriak lantang. “Wahai kaum Qurasiy, kalian pasti tahu bahawa aku adalah orang yang mahir memanah. Anak panahku tidak pernah meleset. Demi Allah, jika kalian terus memaksa mendekat ke arahku, kalian tidak akan pernah mendapatkan apa-apa kecuali hujan anak panahku. Jika anak panahku habis, aku akan menghancurkan kalian dengan pedangku. Aku tidak akan pernah menyerah selama di tanganku masih tergenggam senjata.” Entah apa yang ada di hati orang-orang Quraisy itu. Sebab ancaman Shuhaib itu tidak membuat mereka gentar. Mereka pun maju meradang dan siap melawan ancaman Shuhaib. Akhirnya, Shuhaib pula justeru yang dibuat bingung. Tetapi, beberapa saat kemudian Shuhaib menemukan idea gemilang untuk menundukkan hati mereka. “Bagaimana kalau aku serahkan hartaku kepada kalian?” pujuk Shuhaib dengan cepat. “Apakah kalian akan membiarkanku pergi?”
Selanjutnya dapatkan Hidayah Ogos 2011 di pasaran...
Monday, August 8, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment