KITA sebagai umat Islam sangat beruntung kerana Allah s.w.t. telah memberikan kita satu “anugerah” yang paling istimewa dibandingkan dengan umat lainnya. PUASA, adalah satu anugerah Allah yang didalamnya mempunyai banyak ganjaran yang besar yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam. Bukan saja ibadahnya sebagai perintah bahkan bulannya RAMADAN merupakan bulan yang paling mulia. Apa juga ibadah dan amalan yang kita lakukan dalam bulan Ramadan ini, Allah s.w.t. akan melipat gandakan pahala dan ganjarannya kepada kita.
Bulan-bulan lain tidaklah sama dengan bulan Ramadan ini, kerana bulan-bulan selain Ramadan ganjaran pahala ibadah yang kita lakukan adalah sama saja, tetapi Ramadan berlipat kali ganda. Kita selaku umat Islam patutlah merebut peluang yang besar ini yang diberikan oleh Allah dengan membanyakkan amalan. Kalau selama ini, kita jarang “Solat malam”, maka sepanjang Ramadan ini hendaklah kita lakukan. Perbanyakkanlah bekalan semasa di dunia untuk dibawa menghadap Allah di akhirat kelak. Jangan nanti kita pulang ke negara kekal, dengan “tangan dan dada kosong”. Kita akan dimurkai Allah, dan akhirnya kita akan dilontarkan ke dalam jahanam. Harta benda yang kita kumpul semasa di dunia yang kita cari siang malam tidak ikut sama. Semuanya tinggal “Dikitai” (dibolot) oleh waris-waris yang berhak menerimanya. Sesungguhnya saat-saat yang paling agung untuk mengerjakan kebaikan adalah bulan Ramadan, bulan yang dimuliakan Allah dengan turunnya Al-Quran, kalam Allah yang tiada kebatilan di dalamnya saat turunnya dan sesudahnya, undang-undang yang abadi untuk menonton manusia dan hukum langit untuk mengarahkan bumi ini. Firman Allah yang maksudnya: “Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeza (antara yang hak dan batil).” (Al-Baqarah: 185). Sesungguhnya Allah menganugerahkan bulan ini setiap tahunnya kepada umat Islam, mendatangi mereka sebagai tamu agung. Di antara manusia ada yang menyambutnya dengan sambutan yang baik dan menghormatinya, dan sebahagian lain ada yang keluar dari bulan Ramadan dalam keadaan yang lebih buruk lagi. Maka sungguh beruntunglah bagi siapa yang dimintakan syafaat oleh bulan Ramadan dan Al-Quran. Nabi s.a.w. bersabda yang ertinya: “Puasa dan Al-Quran itu, memintakan syafaat bagi hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabbku, aku mencegahnya makan dan syahwat, maka berilah dia syafaat kerananya’. Al-Quran berkata, ‘Aku mencegahnya tidur pada malam hari, maka berilah dia syafaat kerananya’. Beliau bersabda, “Lalu keduanya memintakan syafaat.” (Diriwayatkan Ahmad, Ath-Thabrani dan Al-Hakim). Ramadan adalah hari-hari besar untuk mengerjakan berbagai macam kebaikan, yang memang diberikan Allah kepada manusia. Ramadan adalah ‘minggu-minggu raya’ bagi orang-orang yang bertakwa dan saat-saat yang laris bagi orang-orang yang salih untuk ‘berdagang’. Setiap barang dagangan mempunyai saat-saat yang laris untuk diperdagangkan, yang pasti diketahui pedagangnya. Sehingga dengan begitu dia semakin bersemangat, agar keuntungannya semakin melimpah.
Dia semakin bersemangat dalam berdagang, mewaspadai kesialan, terus berdagang siang dan malam, untuk meraih keuntungan yang belum tentu didapat. Dunia mempunyai para pedagang dan akhirat juga mempunyai para pedagang. Pedagang dunia menunggu hari-hari besar untuk memperoleh keuntungan. Pedagang akhirat juga menunggu hari-hari besar untuk memperoleh keuntungan. Tetapi keuntungan kedua pedagang ini berbeza. Keuntungan pedagang akhirat adalah ampunan dari Allah dan syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagaimana firmanNya yang maksudnya: “Lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan solat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (An-Nur: 37). Setiap tahun Ramadan tiba sebagai kesempatan emas bagi orang muslim, untuk menambah kebaikan dan mengurangi sebab-sebab timbulnya keburukan. Pintu-pintu kebaikan dan pintu-pintu syurga terbentang lebar. Sementara pintu-pintu neraka tertutup rapat dan syaitan-syaitan terbelenggu. Hal ini menunjukkan bahawa sebab-sebab kebaikan amat banyak dan sebab-sebab keburukan sedikit serta terbatas. Sungguh berbahagia orang yang dapat mempergunakan kesempatan ini. Disebutkan di dalam Ash-Shahihain, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda yang ertinya: “Jika tiba Ramadan, maka pintu-pintu syurga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup serta syaitan-syaitan dibelenggu.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim). Puasa yang paling baik ialah jika puasamu bukan sekadar puasa perut dan kemaluan. Tetapi lidah, mata, telinga dan semua anggota badanmu harus suci. Kedua matamu harus suci dari memandang hal-hal yang haram. Lidah harus suci dari dusta, ghibah, adu domba, caci maki dan perkataan yang tidak bermanfaat. Kedua telinga harus suci dan mendengar lagu-lagu dan perkataan yang buruk. Jangan hanya perut dam kemaluanmu saja yang berpuasa, tapi semua yang ada pada dirimu harus suci. Engkau berpuasa dengan menahan diri dari apa yang dihalalkan Allah, berupa makanan dan minuman. Namun engkau melahap apa-apa diharamkan Allah, berupa maksiat. Rasulullah s.a.w. bersabda yang ertinya: “Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan pengamalannya, maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk meninggalkan makanan dan minumannya.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Abu Daud, At-Termizi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Puasa adalah perisai untuk menghadang kederhakaan dan dosa di dunia serta dari neraka di akhirat. Puasa adalah perisai seperti yang dipergunakan salah seorang di antara kalian tatkala berperang. Tatkala engkau berpuasa, maka janganlah berkata kasar. Jika ada orang mencacimu atau mengajakmu berkelahi, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” Keburukan tidak perlu dibalas dengan keburukan, tapi keburukan harus dibalas dengan kebaikan. Engkau harus ingat bahawa engkau berada dalam ibadah yang tidak perlu dinodai. Dengan sepenuh hati engkau mampu memberitahu, “Aku sedang berpuasa.” Jadi masalah ini tidak seperti yang biasa dilakukan orang-orang bodoh, yang berkata ke sana ke mari di hadapan orang lain, lalu berkata: “Sebenarnya aku ini terlalu berat untuk melakukan puasa.” Seakan-akan Allah mensyariatkan puasa untuk merosak akhlak manusia. Orang yang berpuasa harus mampu menguasai diri, mendidik diri sendiri, menjaga lidah, telinga, mata dan seluruh anggota badannya. Nabi s.a.w. bersabda: “Berapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan dari puasanya selain rasa lapar.” (Diriwayatkan Ibnu Majah, An-Nasa’i dan Al-Hakim). Seseorang tidak berpuasa secara benar, sehingga hanya membuat jiwa dan badannya menjadi lemah, membuat perutnya menjadi lapar dan dahaga. Aisyah r.a., Al-Auza’i, Azh-Zhahiri dan sejumlah fuqaha dari kalangan salaf berpendapat bahawa ghibah, adu domba, dusta dan kederhakaan membatalkan puasa. Menurut mereka, barang siapa melakukan hal-hal itu, maka dia harus menqadhak puasanya sehari. Sedangkan seluruh sahabat yang lain dan Jumhur fuqaha mengangap hal-hal itu tidak membatalkan puasa. Hanya saja pahalanya di sisi Allah menjadi hilang. Apakah hal ini dianggap remeh? Engkau lapar dan dahaga, tenggorokanmu kering sepanjang hari, kemudian setelah itu engkau tidak memperoleh apa-apa di sisi Allah. Engkau keluar dalam keadaan hampa tangan, tidak memperoleh hasil apa pun.” Jagalah diri, lidah, telinga, mata, tangan, kaki dan seluruh anggota badan. Jangan sampai menyentuh atau melakukan yang haram. Berusahalah untuk mensucikan diri pada bulan yang mulia ini, bulan untuk bersuci. Allah sudah memberikan banyak kesempatan kepada kita untuk mensucikan diri. Allah mengetahui bahawa di dalam diri kita banyak terdapat kelemahan. Dia menciptakan kita dengan penciptaan yang bercampur. Di dalam diri kita ada tanah dan roh. Terkadang manusia lebih dikuasai unsur tanahnya, sehingga dia turun ke bumi dan merasa kekal di sana. Terkadang manusia lebih dikuasai unsur roh, sehingga dia naik ke atas menyerupai kedudukan malaikat. Puasa disyariatkan Allah, agar kita boleh naik ke darjat para malaikat, agar unsur Rabbani dan langit lebih tinggi kedudukannya daripada unsur tanah. Manusia bukan sekadar jasad, tapi jasad dan roh. Bahkan rohlah yang hakiki, sedangkan jasad hanya sekadar bungkus. Oleh kerana itu dia tidak boleh hidup hanya untuk kepentingan jasad dan badannya, lalu melupakan jiwa dan rohnya. Berangkat dari sinilah Allah mensyariatkan puasa untuk meninggikan diri manusia, meninggikan jiwa dan rohnya, hingga dia menjadi sosok manusia sebenarnya. Sekali waktu manusia hidup lebih menyerupai sosok haiwan, dan bahkan lebih dekat dengan sosok syaitan. Maka Ramadan merupakan kesempatan untuk mensucikan diri dan naik ke darjat yang tinggi. Inilah kesempatan wahai insan Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Selanjutnya dapatkan Hidayah Ogos 2011 di pasaran...
Monday, August 8, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment