Monday, June 10, 2013

Malaikat Gunung Di Thaif

SESUDAH kehilangan dua orang pembelanya, Abu Thalib dan Khadijah r.a., Nabi s.a.w. makin menderita. Pernah suatu ketika Nabi disiram lumpur di kepalanya hingga berlumuran kotoran. Baginda pulang dengan kepala dan wajah yang kotor. Fatimah r.a. menangis melihat itu dan segera mengambil kain untuk membersihkannya. Kesedihan Fatimah membuat hati Nabi terpukul. “Jangan menangis anakku, Tuhan akan melindungi ayahmu,” ujar Nabi. Lalu Baginda bergumam, “Saat Abu Thalib masih ada, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku.” Tekanan baru itu membuat Nabi ingin pergi ke tempat lain. Di akhir Syawal tahun ke-10 kenabian, Baginda berkunjung ke Thaif, kota ternama setelah Makkah dan Madinah. Thaif bukan tempat asing bagi Nabi sebab di Thaif bermukim Bani Sa’d, tempat tinggal Halimah as-Sa’diyah, ibu susu Nabi. Di Thaif Nabi ingin mencari perlindungan, juga berdakwah agar mereka mahu menerima Islam. Thaif adalah daerah sejuk dan tempat bagi tumbuh suburnya tanaman dan buah-buahan. Tak mudah mencapai Thaif dari Makkah waktu itu, sebab harus meredah jalan menanjak berliku sepanjang 140 kilometer. Nabi berjalan kaki. Ada riwayat yang menyebut baginda pergi sendiri tapi ada juga yang menyebut Baginda pergi ditemani Zaid bin Haritsah. Perjalanan berat itulah yang baginda lalui ke negeri tempat kuil Latta berada. Perjalanan  berat yang belum tentu berhujung manisnya. Baginda tak tahu seperti apa nanti tanggapan orang Thaif yang disebut orang Tsaqif itu. Setibanya di Thaif, Nabi langsung menemui pemuka kaum Tsaqif: Abd Ya Lail, Mas’ud dan Habib. Nabi menyampaikan risalah dengan lembut, tapi pemuka Tsaqif itu mencebek dan mengejek. “Jika Tuhan mengutusmu, aku akan meruntuhkan Kaabah!” ujar seorang dari mereka mengejek. “Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang selain dirimu untuk menjadi rasulNya?” sergah yang lain. “Kami tak ingin berbicara denganmu! Kerana, seandainya engkau utusan Tuhan seperti yang engkau katakan, engkau terlalu mulia bagiku dan seandainya engkau berbohong, tidaklah layak aku berbicara denganmu,” ujar yang lain. Nabi mafhum. Orang-orang itu telah menyatakan sikap dengan ejekan itu. Mereka menolak risalahnya. Nabi pun beranjak hendak pergi ke tempat lain. Tapi para pemuka itu ternyata memanggil sebilangan kanak-kanak mereka, memanggil warga dan mem‘provokasi’ untuk mengolok-olok Nabi lebih parah lagi. Mereka memaki, menghina dan kemudian semakin liar dengan melempari Nabi dengan batu. Nabi yang lembut itu mesti terluka. Zaid tak sampai hati, ia menghadang badannya sebagai perisai Nabi. Zaid berusaha melindungi lelaki mulia itu semampunya walau dia juga mesti terkena lemparan dan terluka.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Jun 2013 di pasaran...

No comments: