Friday, July 18, 2014

Seekor Ular Keluar Dari Perut Ibu

Desa X seketika digemparkan dengan berita keluarnya seekor ular dari perut seorang ibu yang sedang dibuat pembedahan. Yang mengejutkan, ular sepanjang 20 cm itu keluar dalam keadaan hidup. Bagaimana ular itu boleh hidup di dalam perut seorang ibu begitu lama? Lalu apa kaitannya dengan si ibu itu sendiri sehingga mendapatkan cubaan dan ujian yang demikian dahsyat? Selidik punya selidik, ibu yang diketahui bernama Hardianti itu adalah isteri seorang pengusaha bernama Darus. Beliau seorang pengusaha jual beli getah damar untuk bahan pembuatan kaca. Sudah lama keluarga Pak Darus mengelola perniagaan tersebut hingga menjadikan keluarganya sangat berkecukupan. Dengan wang yang cukup banyak, apapun boleh dilakukan keluarga Darus: shopping, jalan-jalan, dan sebagainya. Untuk Hardianti sendiri, wang itu ia gunakan untuk membantu orang lain. Cuma, sayang, ia tak benar-benar ingin membantu. Sebab, wang yang dipinjamkannya selalu disyaratkan dengan ‘laba’ yang mencekik, sehingga tak jarang banyak nasabah para penghutangnya yang tidak dapat mengembalikan hutangnya. Akibatnya, barang-barang milik si penghutang banyak yang diambilnya sebagai jaminan. Sebagai seorang ‘along’, Hardianti termasuk kelas ‘buaya’ hingga membuatnya begitu terkenal di kampungnya, termasuk desa tetangganya. Modal pusingannya adalah setiap hari. Terhadap peminjam yang membayar secara beransur-ansur, ia tak pernah punya toleransi, bahkan kepada keluarganya sendiri. Jika mereka berhutang kepadanya dan menunggak, maka mereka pun kena dendanya.  “Bagi saya ya sama saja, jika masalahnya wang. Maksudnya begini, jika saudara saya ataupun saudara suami yang mempunyai urusan pinjaman wang, saya samakan saja dengan warga yang lain. Kerana ‘kan yang saudara itu orangnya, tapi kalau wangnya ‘kan kita punya masing-masing. Jadi jika mereka ingin punya wang banyak ya ‘kan harus usaha,” ujarnya tegas kala itu. Sebenarnya Darus sudah berkali-kali melarang isterinya menjadi seorang ‘ceti haram’. Namun, semakin sering Darus melarangnya semakin sering pula si isteri membantahnya dengan alasan mencari wang tambahan. “Saya ‘kan cari wang buat tambahan pendapatan kita,” ujar Hardianti beralasan.
“Tapi...!”  celah Darus.
“Ya sudah bang, saya akan tetap begini. Ini ‘kan lumayan! Cuba abang bayangkan kedua anak kita. Yanto sebentar lagi masuk pendidikan akademi polis, sedangkan Retno itu akan kuliah doktor. Apa kita mampu membiayai mereka kalau cuma abang saja yang bekerja? Nanti setelah Yanto jadi polis dan Retno sudah jadi doktor baru kita bisa berhenti,” ujar Hardianti sekali lagi memberikan alasannya. Mendengar penjelasan tersebut Darus geleng-geleng kepala sambil beristighfar. Seminggu kemudian, saat Darus sedang duduk di beranda rumah sambil minum kopi, datang isterinya dari kejauhan mengendarai motosikal kemudian berhenti di depan rumah.
“Motosikal baru, nampak?” tanya Darus.
 “Bukan! Itu motosikal si Satim, saya sita,” jawab Hardianti singkat.
“Mengapa sampai jadi begitu?”
“Iya, bang! Habis baki bayaran ansuran hutangnya dia masih 2.5 juta rupiah (RM750) lagi. Sampai saat ini belum dibayar, itu pun belum termasuk bunganya. Jadi, saya fikir dia tidak akan mampu bayar hutangnya. Terus lebih baik disita saja motornya daripada saya tanggung ruginya nanti,” jawab Hardianti dengan muka selambanya. Darus hanya mampu beristighfar saja... “Kalau begini caranya terus bagaimana Satim membayar hutangnya dan memberi makan keluarganya kalau motosikalnya diambil. Sedangkan kita tahu kalau Satim itu hanya seorang tukang ojek,” Darus menjelaskan. “Itukan urusan dia, masa saya yang harus beri anak isterinya makan. Yang penting sekarang motosikalnya sudah disita sampai Satim mampu membayar hutang-hutangnya,” ujar Hardianti tidak mahu kalah.  Petang itu kemudian Hardianti seperti biasa keliling kampung memandu keretanya, sedangkan Darus di rumah bersama Retno, anak bungsunya. Kemudian tak lama datang seorang lelaki pendek ke rumah Darus.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Julai 2014 di pasaran...

No comments: