Saturday, August 16, 2014

Permata Ulama Di Bumi Bugis

Nama AGH. Abdurrahman Ambo Dalle, atau biasa dipanggil Anregurutta H. (AGH) Ambo Dalle, adalah tokoh ulama karismatik yang sangat disegani dan mendapat tempat yang mulia di hati masyarakat Sulawesi Selatan. Ia seorang maha guru, yang menginspirasi betapa pentingnya menjadi seorang pendidik dan pendakwah Islam. Semasa hidupnya, ia mendedikasikan hidupnya untuk umat Islam. Ia dekat dengan semua kalangan, baik pelajar-pelajar pondoknya mahupun masyarakat dan pemerintah. Pengabdiannya yang sepenuhnya dan kepemimpinannya yang adil, lekat di jiwa pencintanya. Agaknya, sulit menemukan figur ulama seperti dirinya, terutama sekali mengetahui selok belok perjuangannya di dalam menegakkan syiar agama dan meletakkan asas yang kukuh demi berdirinya pendidikan pesantren, yang kini memiliki jaringan cabang atau cawangan yang sangat luas hingga keluar negeri.

Mendirikan DDI
Gurutta Ambo Dalle lahir dan hidup di tengah keluarga bangsawan sekitar tahun 1900 M, di Desa Ujung Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo. Ayahnya bernama Andi Ngati Daeng Patobo dan ibunya bernama Andi Candara Dewi. Gurutta mendapat pendidikan formal pertamanya di Volk School (Sekolah Rakyat) sedangkan petang hari dan malamnya ia belajar mengaji. Sejak kecil, ia rajin belajar tajwid, nahwu-sharaf dan menghafal al-Quran pada seorang ulama bernama KH. Muhammad Ishak. Umur 7 tahun, ia sudah hafal al-Quran. Selain ilmu agama, ia pun mengikuti kursus bahasa Belanda di HIS. Ia pernah pula belajar di Sekolah Guru yang diselenggarakan Syarikat Islam (SI) di Makas. Pada saat banyak ulama asal Wajo pulang dari Makkah setelah belajar lama di sana, seperti H. Muhammad As’ad bin Abdul Rasyid Al-Bugisy, Gurutta tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu hingga ia berangkat ke Sengkang untuk menimba ilmu dari guru besar tersebut hingga ia diangkat menjadi penolong oleh gurunya. Berbekal pengalaman mengajar yang ada, Gurutta diberi amanah memimpin MAI Mangkoso. Ia pun membuka cabang MAI Mangkoso di berbagai daerah. Kemerdekaan yang diproklamasikan pada tarikh 17 Ogos 1945 ternyata tidak serta merta mendatangkan ketenteraman dan kedamaian bagi rakyat. Ancaman datang lagi dari Belanda melalui aksi Sekutu/NICA. Rakyat dari berbagai pelosok bangkit mengadakan perlawanan. Terjadilah peristiwa yang dalam sejarah dikenal sebagai Peristiwa Korban 40,000 Jiwa di Sulawesi Selatan. Tentara NICA di bawah komando Kapten Westerling membunuh dan menahan rakyat yang dituduh sebagai ekstrimis. Banyak santri yang ditugaskan Gurutta Ambo Dalle menjadi korban. Namun, situasi itu tidak menyurutkan semangat Gurutta. untuk mengembangkan MAI. Bahkan, dalam situasi seperti itu bersama beberapa ulama lepasan MAI Sengkang, diantaranya AG.H.Daud Ismail dan AG.H.M. Abduh Pabbajah, AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle melakukan pertemuan alim ulama/kadhi se Sulawesi Selatan di Watang Soppeng. Pertemuan itu menyepakati pembentukan  organisasi yang diberi nama Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI), yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan. AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle dipilih sebagai ketua dan AG.H.M.Abduh Pabbajah sebagai setiausaha organisasi itu. Setelah pertemuan tersebut, MAI Mangkoso beserta seluruh cabang-cabangnya berubah nama menjadi DDI. Mangkoso pun ditetapkan sebagai pusat organisasi. Tahun 1950, Gurutta yang berusia 50 tahun itu akhirnya pindah ke Parepare meninggalkan Mangkoso yang sarat kenangan yang semakin meneguhkan ketokohan Gurutta dalam sumbangannya menegakkan agama Islam melalui media pendidikan.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Ogos 2014 di pasaran...

No comments: