TIDAK sedikit kisah dalam al-Quran yang menceritakan satu kejadian penting dalam sejarah Islam, tetapi tidak disebutkan dengan jelas ehwal nama tokoh yang berperanan dalam kejadian tersebut. Salah satu dari tokoh itu, di antaranya adalah Maryam, saudara perempuan iaitu ‘kakak’ Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. Dia adalah anak perempuan Yakobed, yang dalam sejarah kehidupan Nabi Musa a.s. memiliki serangkaian peranan penting yang tak boleh dikesampingkan begitu saja. Waktu mendekati kelahiran Nabi Musa a.s., Maryam masih terbilang kecil. Ia pun masih suka bermain dengan saudara kandungnya, yakni Harun. Meski masih kecil dan terbilang gadis sunti, dia boleh melihat dengan jelas kelakuan dan kebiadaban tentera Firaun yang dikenal kejam dan tidak mengenal peri kemanusiaan. Kekejaman tentara Firaun yang suka menindas kaum Bani Israil, tidak menutup mata Maryam. Semua itu terjadi di depan matanya, bahkan ia melihat sendiri ayahnya yang sudah menjelang usia tua harus menjadi ‘hamba’ dan dipaksa bekerja untuk Firaun. Ia juga melihat tentera-tentera Firaun memasuki rumahnya dan kemudian memaksa ayahnya untuk bekerja sebagai hamba Firaun. Tetapi, kekejaman Firaun dan bala tenteranya itu tidak hanya berhenti sampai di situ. Kekejaman Firaun itu, ternyata, masih ditambah dengan kekejaman lain, yakni pembunuhan besar-besaran bayi-bayi yang konon diramalkan oleh para peramal kerajaan jika tidak dibunuh maka suatu hari nanti akan mengancam kekuasaan Firaun. Kerana tidak ingin ditimpa kecelakaan, Firaun akhirnya mengisyhtiharkan pengumuman untuk membunuh setiap bayi lelaki yang baru lahir.
Waktu berjalan. Peristiwa baru muncul di rumah Imran, lantaran isteri Yakobed melahirkan bayi lelaki. Padahal, udara di sekitar perkampungan Jasan meruapkan hamis darah bayi Bani Israil yang dipenggal tanpa belas kasihan oleh tentara Firaun. Maryam tahu, ibu dan ayahnya dilanda cemas bukan kepalang dengan kelahiran adiknya tersebut. Jiwa Maryam seperti teriris sembilu. Jantungnya berdebar-debar, khuatir ancaman kematian yang siap dialami oleh adiknya. Hingga akhirnya, ibunya menuturkan bahawa ada suara ghaib yang menyarankan, agar si bayi dimasukkan ke dalam peti lalu dihanyutkan ke sungai. Raut muka Maryam sekilas berbinar ceria. Dia mendukung suara ghaib itu dan dia pun mendesak ibunya segera memenuhi panggilan ghaib itu. Setelah si ibu menyusui untuk terakhir kali, Maryam membantu ibunya untuk mengemasi perbekalan dan kemudian melihat ibunya memasukkan bayi itu ke dalam peti. Dia benar-benar sedih, saat ibunya menghanyutkan peti yang berisi adiknya tersebut. Peti itu pun kemudian bergerak, ikut aliran arus sungai yang mengalir. “Ikutilah anakku ini, awasi terus apa yang terjadi pada adikmu ini. Nanti pulanglah dan ceritakan apa yang kau temukan. Semoga Allah mengasihi dan mengembalikan dia lagi ke tengah-tengah keluarga kita seperti yang dijanjikan oleh suara ghaib itu,” pesan si ibu kepada Maryam ketika ia hendak pulang duluan. Remaja puteri itu pun mengekori peti tersebut. Arus sungai bergerak membawa peti itu ikut aliran sungai. Sementara itu, mata Maryam mengawasi dengan sorot mata sedih. Dia dilanda cemas dan tidak lepas dari menatap arah peti. Dan dia tidak tahu, apa yang akan menimpa peti dan bayi itu...Tidak lama setelah peti itu terkandas, beberapa dayang-dayang istana datang bersama puteri mahkota, Ist Navaret. Mereka pun tercekat dan terkejut saat menemukan dan melihat peti tersebut, kemudian bergegas menghampirinya untuk melihat lebih jelas isi peti yang mengundang secuil rasa kecurigaan itu. Berbagai tanda tanya pun menggelayut di dalam fikiran: apa yang ada dalam peti itu dan mereka pun tergerak untuk mengambilnya. Sementara itu, di balik sebatang pohon, Maryam berlindung dan tetap melihat dari kejauhan apa yang terjadi kemudian. Dia mengawasi mereka dengan cermat. Air sungai mengalir tenang, tetapi di lubuk hati Maryam tetap merasakan kebimbangan. Dia tidak dapat membayangkan: apa yang terjadi dengan peti tersebut, kerana dia tidak dapat menduga bahawa peti tempat adiknya disimpan itu ternyata langsung dibawa arus sungai ke istana Firaun. Itulah yang menjadikan Maryam dicekam ketakutan kerana tidak dapat memikirkan nasib adiknya yang dibawa ke hadapan Firaun kelak. Tentu, dia tidak memiliki keberanian hingga mengekori lebih jauh para dayang atau pelayan istana itu memasuki istana. Tetapi, api harapan yang memercikkan keteduhan di lubuk hati masih membuatnya tegar untuk terus berdoa agar adiknya yang ada dalam peti itu dapat diselamatkan. Setelah itu, dia pun menunggu khabar dari dalam istana. Tak lama kemudian, khabar itu pun datang bersamaan dengan munculnya beberapa pelayan istana yang menuruni anak tangga. Ketika mereka menghambur keluar istana, Maryam pun buru-buru menyambut mereka dengan sebuah pertanyaan. “Ada apa di istana?”
Pelayan istana menjelaskan bahawa si permaisuri, Asiyah, baru saja membuka peti yang ditemukan pelayannya saat terkandas di tepi sungai. Isinya seorang bayi lelaki yang memiliki wajah memancarkan cahaya terang. Cahaya itulah yang menautkan hati Asiyah dengan hati si bayi mungil tersebut. Maka, saat Asiyah tahu bahawa bayi tersebut sedang dilanda lapar, ia memerintahkan kepada semua pelayan istana untuk mencari wanita yang akan menyusui bayi mungil tersebut. Ingat akan nasib adiknya tersebut, Maryam diliputi kebimbangan. Dia kemudian menelusup masuk ke dalam istana dan mendekati bilik kediaman Asiyah yang ramai dengan kerumunan orang. Semuanya bercakap-cakap mengenai bayi itu, bayi berwajah tampan dengan memancarkan aura dan pesona. Maka, saat dia dapat melihat secara langsung bayi itu dan menatap permaisuri diliputi senang, bahkan menaruh perhatian kepada bayi itu, Maryam diresapi perasaan senang yang bukan kepalang. Sebab, si permaisuri itu begitu senang, sehingga bayi itu kemudian diberi nama Musa.
Selanjutnya dapatkan Hidayah April 2011 di pasaran...
Thursday, April 7, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment