Monday, May 12, 2014

Lahirnya Seorang Ahli Sufi

PANGERAN masuk ke biliknya. Badannya letih. Pikirannya melayang, terngiang jawapan para darwis itu. Dipandanginya hadiah mereka. Jujur, ia sendiri tak sampai hati memberikan hadiah seperti itu pada pembantunya, tapi hadiah itu dari para darwis.  Ia kemudian ingat perkataan darwis tentang taubat dan kewajipan menebus kezaliman yang pernah ia lakukan. Pangeran tinggal di tempat itu beberapa bulan. Ia biarkan janggutnya memanjang. Ia kemudian dijuluki dengan “pangeran tanpa alas kaki”.  Di ruang perpustakaan, ia membaca al-Matsnawi al-Ma’nawi karya Jalaluddin Rumi. Ia begitu tenggelam dalam pemikiran Rumi. “Ada satu persamaan antara kehidupanmu dengan kehidupan Rumi,” kata Syeikh dari para darwis itu, “Sebelumnya ia seorang guru fikih. Mengajar murid-muridnya hingga usia 40 tahun. Suatu ketika ada seorang darwis penjual manisan ke dalam masjid. Ia berhenti di depan Rumi dan bercakap-cakap. Setelah itu Rumi mengikuti penjual manisan itu dan meninggalkan pengajaran fikihnya. Ia berubah dari faqih menjadi ‘asyiq’, seorang pecinta Allah. Kemudian ia mulai menulis, di antaranya adalah buku yang telah tuan baca. Keadaan tuan hampir sama dengan keadaannya.” Hari-hari berlalu, pangeran tenggelam dalam kehidupan barunya. Ia mengharungi kehidupan dari fase ‘takut’ (khauf) ke pengharapan (raja’), dari taubat menuju mertabat takwa, warak dan zuhud. Untuk mencukupi keperluan sehari-harinya, ia bekerja dengan membersihkan meja-meja pedagang di pasar. Pakaian yang dikenakannya pun sederhana, jauh dari kebiasaan para pangeran. Bila robek, ditambalnya sendiri. Di mata pangeran, dunia sudah bukan apa-apa lagi. Samudera seperti kolam kecil, angkasa dan bintang-bintang tak lebih dari selembar daun kering yang gugur dari pohon. Alam semesta bak sebutir pasir yang tak bernilai.

***

Di istana, pangeran muda tampak menimang sepucuk surat kiriman dari ayahnya melalui tangan panglima. Wajahnya pucat. Sebab, isinya perintah tentang penebusan kezaliman. Ia bingung, kezaliman apa yang dimaksud? Kemudian perintah untuk memberikan lahan-lahan garapan yang selama ini dikerjakan oleh para petani milik pangeran, juga tentang pengurangan pungutan cukai secara besar-besaran. “Dari mana anggaran kerajaan diperolehi jika permintaan ini dituruti?” fikir pangeran muda. “Ayah sudah pergi lebih dari setahun. Kenapa tidak ada khabar? Bagaimana kehidupannya? Mungkinkah ayahku sudah gila?” pangeran muda agak panik membaca isi surat itu. “Mungkin ia telah ditundukkan oleh para darwis. Kami menemukan pedang ayah tuan pada seorang pedagang senjata. Kata pedagang itu ada seorang darwis telah menjual pedang itu padanya. Itu bererti ayah tuan telah ditawan oleh para darwis,” jawab panglima.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mei 2014 di pasaran...

No comments: