Monday, May 12, 2014

Taubatnya Seorang Pencuri Kain Kafan

DEMI menghidupi keluarganya dia jalani pekerjaan sebagai pencuri kain kafan. Sampai kemudian berlaku sebuah kejadian yang membuatnya insaf. Ikuti kisah selanjutnya...? Berkembangnya tempat amalan perdukunan/bomoh membuka peluang pekerjaan baru bagi sejumlah orang, terutama orang-orang nekad dan bernafsu besar. Untuk tujuan tertentu, para dukun ini memerlukan sarana yang sulit didapati.  Diantaranya adalah kain kafan dari jenazah yang meninggal malam “Jumaat Kliwon”. Kain kafan pembungkus mayat malam Jumaat Kliwon punya harga yang sangat tinggi, bahkan boleh mencapai jutaan rupiah. Dengan alasan harga yang menggiurkan itulah, beberapa orang nekad menjadi pencuri untuk melakukan pencurian kain kafan mayat malam “Jumaat Kliwon” meski harus berhadapan dengan pihak berwajib dan hal-hal berbau mistik/khurafat. Sebab, melakukan pencurian kain kafan, tidak akan diterima pihak keluarga simati yang jadi korban pencurian, dan risikonya bakal di hadapkan sebagai ‘penjenayah’ di mahkamah. Bagi Sarkim, 45 tahun, penduduk di Kecamatan Kerangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, risiko semacam itu sudah diperhitungkannya dengan secara masak-masak. Apapun risikonya, lelaki yang mempunyai tiga orang anak itu sudah siap menghadapinya. Dan hasilnya, beberapa kali perlakuannya berhasil secara sempurna.
Dari tiga lembar kain kafan yang berhasil dicuri, Sarkim menerima pembayaran sedikitnya Rp3juta (RM900). Kain milik jenazah yang meninggal dunia malam ‘Jumaat Kliwon’ itu dia jual kepada salah seorang pembantu dukun/bomoh di daerah Majalengka. Tapi dia tidak pernah tahu kegunaan kain yang sekilas tidak berharga itu. Sejak berhasil menerima wang lumayan besar menurut ukuran tukang beca itu, membuat Sarkim jadi ketagihan. Sehingga setiap malam ‘Jumaat Kliwon’, sambil mengayuh becanya, dia keliling kampung untuk mendapatkan maklumat orang yang meninggal dunia pada hari keramat itu. Pada 17 April 2009 bertepatan dengan 21 Kliwon 1430 H, di salah satu kampung di Kecamatan Sliyeg gempar atas meninggalnya seorang pembekal beras H. Romli. Lelaki umur 50 tahunan itu termasuk orang terkaya di kampungnya yang meninggal akibat penyakit komplikasi yang dideritanya selama berhari-hari. Mendapatkan maklumat yang sangat berharga itu, bagi Sarkim, dia ibarat menang ‘loteri’. Girangnya bukan kepalang!
Keesokan paginya, dia meluncur ke Majalengka, menanyakan apakah pembantu dukun kenalannya itu masih mahu membeli kain kafan yang dimaksud. Ternyata, pembantu dukun bernama Jajang itu membenarkan ada pesanan dari “bos”nya. Bahkan, dia menjanjikan harga tinggi, untuk kain kafan yang akan dicuri Sarkim.
Sarkim bergegas menyusun strategi, pasalnya, kain kafan tersebut akan tak berguna manakala dicuri setelah lewat tujuh hari sejak jenazah dikebumikan. Itu merupakan syarat yang mesti dipatuhi. Tentunya tidak semudah membalik telapak tangan, sebab, sanak keluarga si mati tidak akan lengah. Selama seminggu, mereka akan terus menjaga kuburan tersebut sepanjang malam. Hal itu sudah menjadi tradisi turun temurun.
Keberadaan sanak keluarga di sekitar kuburan adalah merupakan sebahagian cabaran bagi Sarkim. Terlepas dari penjagaan sanak famili, ada cabaran lain yang jauh lebih mencekam yang kerap muncul selama menjalankan aksinya. Tantangan tersebut bukan berasal dari manusia, melainkan datang dari alam lain; alam ghaib yang sangat mengerikan. Ternyata kali ini dugaan Sarkim meleset jauh. Selepas tengah malam, dia mengendap-endap di sekitar tembok setinggi 50 cm yang merupakan benteng yang melingkari kompleks perkuburan umum itu. Dalam suasana hening, dia tidak mendengar riuh cengkerama penjaga kuburan. Begitu pula saat jarak dengan kuburan H. Romli tinggal satu baris lagi, suasana tetap senyap. Tetapi Sarkim tidak gegabah, dipungutnya bata merah lalu dilemparkannya ke arah semak-semak sejarak sejengkal dari kubur H. Romli. Jika ada penjaga, tentu langsung menyambar lokasi jatuhnya bata merah dengan cahaya lampu suluh. Ditunggu beberapa minit, tidak ada reaksi, bererti kuburan tersebut tanpa penjagaan sama sekali.
Laksana mendapat “durian runtuh”, Sarkim langsung menjalankan aksinya. Dia menggali timbunan tanah yang sebelumnya dengan bersusah payah dibangun warga. Berkat kepintarannya, meski syaratnya hanya menggali menggunakan tangan kosong, tidak sampai dua jam, sudah nampak bilahan kayu randu sebagai penyangga tanah agar tidak menimpa ke tubuh mayat. Untung dalam suasana menghampiri musim kemarau, langit pun sangat jernih sehingga cukup memantulkan cahaya ke dasar lubang kuburan itu. Bilahan kayu randu seluruhnya sudah berserakan di atas sekeliling lubang kuburan. Kini di hujung kaki Sarkim terbujur sosok mayat berbalut kafan putih. Makin diperhatikan, ada yang aneh di mata Sarkim. Mayat itu persis wanita hamil sembilan bulan, padahal yang meninggal seorang lelaki separuh umur yang konon kurus kering akibat penyakit yang dideritainya selama berhari-hari. Teruru-buru dia buang jauh-jauh rasa terkesimanya, satu demi satu, tali kafan dilepas, lalu kain kafan ditarik perlahan-lahan dan langsung dilipat. Melihat mayat dalam keadaan berbugil begitu, Sarkim pun menjerit terkejut. Sesaat sesuatu yang hendak keluar dari kerongkongnya. Sarkim akhirnya termuntah menyaksikan ulat-ulat yang keluar dari lubang pusat di jasad mayat. Makin lama, jumlah ulat-ulat yang keluar dari dalam perut yang membuncit itu makin banyak. Bahkan banyak di antaranya yang merayap pada sepasang betis Sarkim. Sambil tetap menahan hasrat muntahnya yang menjolok di kerongkongnya, bergegas Sarkim keluar dari dalam lubang kuburan. Tanpa berselera menutupnya kembali, Sarkim pun lari pontang-panting meninggalkan kuburan aneh tersebut.
Setibanya di rumah, kain kafan diletakkan di kolong ranjang, lantas dia lari ke bilik mandi untuk membersihkan kotoran pada tubuhnya. Tak berapa lama kemudian, terdengar kumandang azan Subuh dari corong pengeras suara masjid.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Mei 2014 di pasaran...

No comments: