Sunday, February 12, 2012

Mengelupur Ketika Datang Sakaratul Maut

RASANYA memang aneh saja melihat pemandangan yang satu ini. Betapa tidak, di saat maut datang menjemputnya, Hamdani, 50, merasakan derita yang luar biasa. Bayangkan, sejak pagi lagi dia terus menjerit-jerit dan merintih. “Aduh... aduh..! Huaa.. hua..! Celaka..!” begitulah rintihannya diselang seli dengan caci maki hamun terlontar dari mulutnya. Mulut Hamdani terus celupar. Kadang perlahan seperti menahan rasa sakit yang tiada taranya, kadang-kadang lantang. Terang saja, mendengar jeritannya itu, seorang demi seorang jiran tetangga berdatangan. Mereka ingin tahu, ada apakah gerangan sehingga lelaki itu terus menjerit-jerit. Sebelumnya, mereka memang mengetahui lelaki ini sedang sakit. Tetapi tidaklah sampai meronta-ronta bahkan teriak-teriak sampai begitu sekali. Kali ini, sungguh berbeda. Jeritan Hamdani mengemparkan mereka.
“Ada apa yang tak kena dengan suami kamu ni?” tanya Rohmah. “Entahlah, saya juga tidak tahu, kak,” jawab Murni, isteri Hamdani, kebingungan. Murni sendiri juga terhenyak begitu melihat keadaan suaminya. Namun apakan daya, dia tak dapat berbuat apa-apa. Kecuali menyerah pada keadaan. Bukan itu saja, lelaki yang tengah sekaratul maut itu juga berlompatan, ada kalanya berguling-guling, sambil menjerit-jerit di ruang tamu. Tingkahnya seperti orang kena rasuk saja. Kadang-kadang berguling ke kanan ke kiri dengan mulut yang terus teriak-teriak. Kadang-kadang memaki-maki. Ruang tamu yang cukup lapang itu seolah gelanggang bermain Hamdani seorang diri. Barang apa pun yang ada di dekatnya berantakan. Minuman yang disediakan isterinya untuk dirinya di meja tersebut pun berserakan. Airnya tertumpah dimana-mana. Semua barang tidak luput dari sambaran tubuh Hamdani yang terus bergerak semahunya. Meja dan sofa bergeser dari kedudukan asalnya. Kain lapik meja bersepah. Pokoknya, ruang itu seperti bukan ruang tamu lagi, malahan lebih mirip tempat main anak-anak, dimana semua perabot berserakan dan kotor. Teriakan Hamdani terus memecah suasana Kampung Sembilu yang biasanya lengang. Beberapa penduduk berdatangan silih berganti. Mereka bebas menyaksikan pemandangan itu dari pintu dan jendela rumah Hamdani. “Sampai begitu begitu sekali ya?” bisik salah seorang mereka. “Entahlah... Wallahualam,” jawab yang lain. Sudah dua jam, Hamdani berkelakuan aneh begitu. Namun belum juga berhenti. Kelakuannya masih tetap sama, sesekali menjerit, sesekali berguling-guling dan sesekali merintih kesakitan.
Senja di ambang tiba. Jerit Hamdani beransur-ansur mereda, kelakuan ganasnya sudah jauh berkurang. Ini diikuti pula tingkahnya yang tadinya aneh sudah mulai pulih semula. Akhirnya tibalah di satu waktu dimana lelaki ini terkulai tak bermaya. Dia sudah kehabisan tenaga. Keadaan begitu diambl kesempatan oleh beberapa jiran untuk mengangkat tubuh Hamdani. Mereka memindahkan ke pembaringan agar Hamdani dapat beristirahat dengan nyaman. Setengah jam berlalu. Hamdani diam seribu bahasa. Tak ada gerakan apa-apa. Tidak seperti sebelumnya yang seringkali meledak-ledak, meluapkan jeritan. Tetapi kini tertelungkup lesu, keletihan, wajahnya pucat pasi seakan menanggung beban derita yang begitu berat. Murni hanya mampu menyeka air matanya. Sudah banyak lembaran tisu dihabiskan untuk menyeka air matanya itu. Ruangan sudah agak sepi kerana ramai jiran tetangga sudah kembali ke rumah masing-masing. Yang tinggal sekarang ini hanya beberapa orang saja yang menunggui Hamdani, termasuk isteri. Daama keadaan menunggu itu sejurus kemudian, dari mulut Mat Sabar, saudara Hamdani, terucap, “Inna lillahi...-(dan ucapan seterusnya) Hamdani sudah meninggalkan kita.” Spontan saja ruangan itu gempar sebentar. Petang itu, selepas maghrib, jiran tetangga kembali berdatangan ke rumah Hamdani. Hanya kali ini tujuan mereka untuk menziarahi jenazahnya. Namun adatlah...ada saja bisik-bisik di antara yang datang tentang kejadian yang aneh itu. Apalagi kalau bukan soal Hamdani yang meregang nyawa dengan didahului sakaratul maut yang sungguh mengerikan. Betapa tidak, mulai jam 10 pagi hingga menjelang petang, dia tak henti-hentinya bertingkah bagai orang kena rasuk saja. Na’udzu billahi min dzalik. Malahan menurut cerita Rohmah, sumber yang menceritakan kisah ini pada Hidayah, saat penguburan mayatnya pun ada kejanggalannya. Disaksikan oleh beberapa orang yang menghantar, liang lahad untuk menguburkan Hamdani harus diluaskan beberapa kali. Kerana putus asanya, mereka yang mengurus jasad Hamdani ke liang kubur menguburnya secara paksa.

Kebiasaan Buruk
Jauh sebelum kematiannya, sewaktu masih segar bugarnya, Hamdani adalah seorang pegawai atasan di sebuah jabatan kerajaan yang terpenting. Dia menempati kedudukan penting di tempat kerjanya. Kerana itu, gaji yang diterimanya pun lumayan besar. Tapi sudah dasar manusia, sudah diberikan nikmat rezeki yang berkecukupan masih saja terasa kurangnya. Keserakahan lebih menguasai dirinya berbanding rasa bersyukur. Rasa kurang cukup dengan apa yang diterimanya membuat hatinya seolah dibutakan oleh harta benda keduniaan. Hamdani berani mengambil risiko. Cara-cara kotor dilakukannya dalam melaksanakan projek yang diamanahkan. Dia tak peduli, dari mana hartanya diperolehi dan apakah perolehannya tersebut halal atau tidak. Yang penting baginya adalah koceknya tebal dan otomatik sesegera mungkin dapat mewujudkan mimpi-mimpinya. Sejak 5 tahun terakhir sebelum ajalnya, Hamdani kerap memanfaatkan jawatannya. Setiap ada projek, dia “bermain” di situ. Dia mengelapkan setiap dana projek yang dikelolanya. Dengan begitu, dia mampu mengambil keuntungan besar. Dari peruntukan suatu projek, dia kerap menggelembungkan dana hingga 50% dan itu akan masuk ke akaun peribadinya. Dengan cara ini, maka ringgit demi ringgit berhasil dikeruknya. Lelaki berperawakan agak gemuk dan sedikit botak ini berhasil meyakinkan bahawa projek yang dilaksanakannya dapat berhasil tepat waktunya dengan kualiti tetap terjaga. Anehnya, orang-orang di sekitarnya percaya begitu saja. Mereka tidak curiga sedikit pun terhadap penyelewengan dana yang sudah dilakukannya. Hamdani merasa aman-aman saja. Kalau pun ada orang yang cuba-cuba mengorek-ngorek rahsianya, Hamdani mudah mematahkannya. Banyak ‘jurus jitu’ yang dapat dimainkan untuk membungkam orang tersebut. Dengan cepat, Hamdani dapat menutup celah yang boleh mencelakakan dirinya.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Februari 2012 di pasaran...

No comments: