PERISTIWA kisah benar ini terjadi ketika Gerakan 30 SEPTEMBER/Parti Komunis Indonesia sedang berkecamuk di Indonesia. Dan cerita ini dikisahkan oleh seseorang yang menyaksikan langsung kejadian tersebut, kerana saat itu dia masih berusia remaja, tepatnya saat dia masih berada dalam tingkatan tiga. Sebut saja namanya Norman. Dia adalah seorang pemuda muslim yang cukup taat. Dia adalah anak keluarga miskin, yang sehari-hari cukup sukar dan susahnya untuk mencari sesuap nasi. Jangankan terfikir bagaimana dapat membeli basikal yang boleh digunakan untuk pergi ke sana kemari, untuk dapat makan hari itu saja sudah cukup sulit baginya. Begitulah kehidupan Norman sehari-hari. Suatu waktu, kampungnya (Jabar) didatangi seorang tamu yang mengaku sedang mencari sebidang tanah kosong. Entahlah, untuk apa lelaki itu mencari tanah kosong di kampung Norman. Namun, yang jelas, alasan itulah yang melekat dalam fikiran banyak orang saat itu. Nah, selama mencari tanah kosong itulah, dia tinggal di rumah seorang lelaki tua bernama “Mbah Yada”. Datuk ini seorang Islam juga. Namun, pada perkembangannya, ternyata rumah “Mbah Yada” ini dijadikan sebagai tempat peribadatan lelaki itu, yang di kemudian hari diketahui rupanya seorang paderi Kristian. Setiap hari Minggu, rumah “Mbah Yada” dijadikan sebagai rumah ibadah. Entahlah, hal apa yang membuat “Mbah Yada” mahu melakukan itu? Mungkin kerana dia telah termakan budi dengan pemberian paderi itu. Maklum, “Mbah Yada” seorang yang hidupnya agak daif juga. Suatu ketika, paderi itu berhasil mengajak lima orang untuk masuk agamanya, tentunya dengan janji-janji untuk mendapatkan pemberian sara hidup. Salah seorang di antaranya adalah lelaki yang bernama Norman itu. Sejak menjadi pengikut agama si paderi itu, Norman rajin pergi ke rumah “Mbah Yada” setiap Minggu untuk beribadah cara Kristian. Perubahan identiti agama yang terjadi pada Norman ini tidak diketahui keluarganya. Hanya beberapa tetangga “Mbah Yada” sendiri yang mengetahui siapa saja yang telah menjadi murtad. Namun, tetangga-tetangga itu belum berani melaporkan kepada keluarganya. Di samping kerana tidak tergamak, juga kerana antara rumah “Mbah Yada” dengan rumah Norman cukup jauh, meski masih satu kampung. Nahasnya, sebelum keluarganya mengetahui ehwal kemurtadannya hingga masih ada kesempatan untuk menasihatinya, Norman ditakdirkan meninggal dunia kerana suatu penyakit keras yang dialaminya sejak beberapa tahun. Di sinilah ‘belang’ Norman akhirnya terbongkar. Kerana para tetangga ternyata tidak mahu membantu proses penguburannya. Keluarganya pun dibuat terhairan-hairan. Ada apa sebenarnya? Akhirnya, keluarganya mengetahuinya kalau Norman telah menjadi murtad.
Disambar Petir
Mendengar pengakuan warga yang Norman telah murtad sungguh di luar dugaan keluarganya. Bagaimana mungkin orang seperti Norman boleh menjadi murtad? Apalagi, selama ini Norman tidak pernah berkisah kepada keluarga kalau dirinya telah keluar dari Islam. Mungkin kerana takut atau ada hal yang lain. Yang jelas, di dalam keluarganya telah ditanamkan sebuah ajaran agar tidak menggadai keyakinannya dalam keadaan apa pun. Kerana itu, ketika hal itu terjadi terhadap Norman, maka pihak keluarga pun dibuat hampir tidak percaya.
Nasi telah menjadi bubur dan Norman telah meninggal dunia. Jenazahnya harus segera diurus. Meski telah berpindah agama, keluarganya masih berniat ingin menguburkan Norman. Namun, tetap saja tidak ada tetangga yang mahu membantunya. Hingga keluarga Norman minta bantuan kepada Ustaz Husein untuk mengislamkan kembali jenazah Norman. Kedengarannya memang aneh, jenazah yang sudah murtad kemudian ingin diislamkan kembali demi suatu proses penguburan yang lancar. Keadaan saat itu sebenarnya sedang sangat cerah. Awan di atas langit sedang menampakkan wajah terangnya. Angin juga berhembus sejuk menerpa setiap pepohonan di sekitar rumah Norman. Namun, anehnya, tak satu pun warga yang mahu datang dan membantu proses penguburannya. Jenazah Norman pun terlantar selama dua hari, hingga keluarga memutuskan untuk mendatangi Ustaz Husein tersebut dan minta bantuan kepadanya agar berkenan mengislamkan Norman kembali. Ketika Ustaz Husein berkenan datang, maka beberapa warga kampung pun mulai berdatangan ke rumah Norman.
Maka Ustaz Husein segera mengislamkan jenazah Norman. Namun, belum saja hal itu dilakukan, keadaan yang sedari tadi terang-benderang tiba-tiba berubah menjadi gelap gelita. Petir menyambar ke sana kemari di langit, hingga membuat orang-orang yang hadir dibuat terhairan-hairan. Kenapa sedemikian cepatnya perubahan alam itu terjadi. Begitu juga dengan Ustaz Husein. Ia menghentikan proses pengislaman Norman, yang sebenarnya baru saja akan dimulai. Keterkejutan Ustaz Husein dan warga itu semakin menjadi-jadi ketika tiba-tiba mendengar suara sambaran petir yang sangat dahsyat, menghentam jasad jenazah Norman yang ada di dekat mereka. Pemandangan menakutkan terjadi. Tubuh Norman tiba-tiba menjadi hangus kerana sambaran petir tersebut. Kain kafannya terkoyak habis seperti hangus habis dibakar oleh bara api yang sangat panas. Mengerikan dan menakutkan sekali untuk dilihat. Mereka yang menyaksikan meremang bulu roma menyaksikan kejadian itu. Ini benar-benar kejadian nyata yang mungkin baru saja mereka lihat sekali seumur hidup mereka.
Setelah kejadian yang menggemparkan itu, Ustaz Husein akhirnya melanjutkan proses pengislaman jenazah Norman. Setelah itu, barulah jenazahnya diurus: dimandikan, dikafani dan dikuburkan. Dan kejadian yang mengerikan itu, akhirnya, membuat keempat pemuda lainnya yang tadinya murtad bersama Norman kembali bertaubat memeluk Islam semula.
Selanjutnya dapatkan Hidayah September 2011 di pasaran...
Monday, September 5, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment