Monday, January 13, 2014

Pentingkah Membina Kubur?

UDA sudah meninggal dunia. Namun kuburnya yang sudah dipagar dengan batu marmar setinggi pinggang orang dewasa menjadi perdebatan. Isterinya, Pipah, tidak sependapat dengan pemugaran tersebut kerana dianggap terlalu mewah dan terlihat terlalu tinggi dibandingkan dengan kubur-kubur lainnya. Sehingga kuburnya lebih menjolok mata. Isteri Uda ini menginginkan kuburan suaminya dibuat sederhana saja sama seperti kubur-kubur lainnya. Sedangkan keluarga Uda berpendapat bahawa pemugaran kubur Uda tidaklah perlu dipermasalahkan. Keluarga merasa memiliki ‘kewajipan’ untuk membuat kubur Uda nyaman untuk disinggahi oleh para penziarah. Kebetulan banyak kubur alim ulama yang diperlakukan lebih istimewa, sementara kubur Uda hanya dibuat biasa saja. Polemik soal tanah kubur makin ramai lantaran tanah kubur Uda berada di tengah-tengah kawasan perkuburan umum itu, di mana sekitarnya juga terdapat banyak kuburan lain yang kebanyakan juga ditandai seadanya. Sementara peraturan kubur umum sudah ada ketentuannya tersendiri yang tidak boleh dilanggar. Dalam peraturan tata kelola kubur, ada aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Peraturan Pemprov ini tercatat di Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2007 tentang larangan untuk membangun di atas tanah kubur awam selain tanda pada batu nisan dan juga rumput.

Reaksi beberapa pihak
Memang di berbagai tempat kita masih menemui banyak tanah kubur dibangun dengan megah.  Di Indonesia sendiri banyak kita saksikan, tanah-tanah perkuburan para wali dibangun sedemikian rupa berbeda dengan tanah kubur umat Islam pada umumnya. Namun keberadaan tanah kubur mereka tak dipersoalkan mengingat jasa besar mereka terhadap penyebaran Islam di nusantara. Pembangunan tanah kubur seperti di atas bagi sebahagian orang dianggap penting sebagai penanda bahawa di tempat itulah bersemadi tokoh besar yang punya jasa besar di tengah masyarakat. Pembangunan tanah kubur juga dimaksudkan agar para penziarah yang berdatangan dari berbagai kota dapat mendoakan orang yang meninggal di tempat itu dengan nyaman. Atas dasar banyak juga makam para Nabi, para wali dan banyak tokoh yang dibangun cukup megah tersebut, maka Ustaz Aswan, Abang Uda dan beberapa pendukungnya menilai bahawa pemugaran makam Uda dengan batu marmar setinggi pinggang orang dewasa tak perlulah diperdebatkan. Menurutnya, Uda layak mendapat ‘penghargaan’ seperti itu. Sebab sebelum pemugaran, di sekitar tanah kubur tersebut tampak becak dan kotor sehingga membuat para penziarah tampak kurang nyaman. Masalahnya, kuburan Uda berdiri di atas tanah kubur awam.  Padahal aturan tidak boleh membangun bangunan yang melebihi dari ketentuan yang sudah diatur. Ketika ada kubur dibangun lebih menonjol berbanding kubur-kubur lain di tempat itu, maka boleh jadi membuat perbedaan antara satu dengan yang lain. Ini akan berbeda apabila pembangunan atas kubur berada di tanah milik keluarga atau tanah peribadi. Dari kaca mata agama disebutkan sebuah riwayat bahawa Rasulullah s.a.w. pernah memerintahkan sahabat agar kuburan Uthman bin Mazh’un diberi tanda dengan cukup menancapkan batu atau kayu di atasnya. Inilah yang kemudian menjadi landasan umat Islam, di mana di tiap-tiap tanah kubur diberi tanda berupa batu nisan. Jadi pesan soal tanah kubur dari riwayat tersebut hendaknya dibuat sederhana saja, sama sekali tak menonjolkan kemewahan.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Januari 2014 di pasaran...

No comments: