Monday, January 13, 2014

Syria: Tragedi Pilu Umat Islam

DALAM sejarah Islam, Syria memang negeri yang menyimpan kenangan. Di sanalah bercokol kesan peradaban Islam masa lalu. Damascus – ibu kota Syria sekarang ini - pada masa-masa kejayaan Islam, pernah tercatat menjadi ibu kota kekhalifahan disamping menjadi pengkalan tentera Islam yang merebak ke segenap penjuru bumi dengan mengibarkan dakwah perkembangan Islam. Tak salah, jika Syria disebut sebagai gerbang sejarah. Selain itu, Syria juga dijuluki sebagai tempat lahirnya peradaban. Maklum, jika ditelusuri jauh ke belakang, kemajuan peradaban zaman moden sekarang ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan perabadan bangsa-bangsa di wilayah Syria kuno, yang membentang mulai  pergunungan Taurus (Turki) hingga Sinai (dekat Mesir), dan dari Mediteranian hingga ke daerah Sungai Eufrat (di Iraq).
Dari penelitian arkeologi, pada tahun 1975 di Kota Ebla - bahagian utara Syria — disebutkan ada kerajaan Semit yang sempat berdiri dan menyebar dari Laut Merah ke Turki dan Mesopotamia (2500-2400 SM). Syria memang ‘kerak’ peradaban. Beragam jejak peradaban menancapkan peninggalannya di sana, mulai peradaban Arab kuno, Rom, Parsi, hingga peradaban Islam. Sayang, kini sejarah dan peradaban yang dimiliki Syria itu seperti berubah warna. Negeri itu berubah akibat krisis politik. Syria jadi “gelanggang pergolakan politik” yang masih terus mendidih. Ribuan orang harus jadi korban: meninggal dan tercedera dan melibatkan ribuan pelarian. Sungguh memilu dan menyedihkan. Padahal, dahulu Syria - yang dikenal  dengan negeri Syam - itu merupakan wilayah yang dalam sejarah Islam disebut-sebut sebagai negeri yang sangat diberkati. Di atas bumi Syria itulah, dulu para Nabi a.s. diutuskan. Tidak sedikit sahabat Nabi s.a.w. dan pejuang muslim kenamaan dikebumikan di Syria. Selain dikenal sebagai bumi para Nabi, Syria juga dikenal kaya dengan para ulamanya. Ulama kenamaan seperti Umar bin Abdul ‘Aziz, Ibnu Tayymiyah, al-Awza’i, an-Nawawi, Ibnu Katsir, Ibnu Qayyim al-Jauziyah bahkan deretan ulama lain adalah ulama ternama yang dibesarkan di negeri Syam.

Sekilas Sejarah Syria
Syria dikenal sebagai negeri yang memiliki sejarah tua. Syria dulu disebut bahagian pinggiran Timur laut Tengah yang menjulang dari gunung Thuruus sampai Sinai. Ada yang menyebut Syria dengan Syam. Orang Eropah menyebutnya Lipant. Dalam catatan sejarah Islam, wilayah yang sekarang dikenal dengan Syria itu masuk dalam negeri Syam (bersama Palestin, Lebanon, Jordan) Tak salah, jika Syria pada masa lampau dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan dunia. Beberapa abad lampau, Syria merupakan pusat pemerintahan Islam. Selain itu, wilayah Syria kuno sempat menjadi daerah yang diduduki selama berabad-abad dan juga merupakan wilayah yang diperebutkan oleh Rom dan Mongolia. Syria dikuasai Rom pada 64 SM oleh Pompeius setelah meraih kemenangan dalam Perang Mithridates Ketiga. Syria terus berada di bawah kekuasaan Rom selama tujuh abad berikutnya, termasuk oleh kemaharajaan Bizantium. Tetapi pada 637, negeri itu berada di dalam kekuasaan kaum muslim - pada zaman Khalifah Abu Bakar As-Siddiq. Di bawah kekuasaan Islam, Syria yang waktu itu disebut Syam masih dikenal sebagai negeri perdagangan. Konon, nama Syam mengacu salah satu nama putera Nabi Nuh a.s. yang selamat dari banjir besar: Sam. Dari Sam, kemudian lahir Bangsa Semit yang memunculkan agama Ibrahimiyyah, Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tapi Syam pada saat itu memang tak semata meliputi Syria, namun juga Palestin, Lebanon, dan Jordan. Dalam catatan sejarah, Rasulullah s.a.w. pernah beberapa kali berkunjung ke Syria, bahkan sebelum diangkat Allah sebagai seorang Rasul ketika melakukan perdagangan. Di Syria, peradaban Islam sempat mengukir sejarah. Kekuasaan Islam dengan cepat menyebar. Puncak peradaban Islam di Syria terjadi pada masa Dinasti Umayyah. Khalifah pertamanya, Mu’awiyyah, memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damascus (Syria). Dalam sejarah moden, negara Syria dicatat sebagai negeri merdeka pada tahun 1946. Tapi tragisnya, sejak merdeka, tidak lepas dari rentetan rampasan kuasa. Rampasan kuasa pertama: Mac 1949, di bawah kepemimpinanan Sami’ al-Hanawi. Rampasan kuasa kedua: di bawah kepemimpinan Hasan al-Zaim (Ogos 1949), dan rampasan kuasa ketiga: September di bawah pimpinan Adib Al-Syisyakli. Pada tahun 1954, terjadi rampasan kuasa lagi dipimpim Hasyim al-Aqhasi. Pada tahun 1957 terjadi rampasan kuasa kembali di bawah kepemimpinan Syukri al-Quutli. Saat itu sudah terjadi persatuan antara Mesir - Syria. Kemudian, September tahun 1961, terjadi rampasan kuasa oleh Tadzim al-Qudsi, memberhentikan pemerintahan Al-Quutli. Saat itu, berakhir persatuan antara Mesir-Syria.
Pada tahun 1966, di bawah Shalah Gadid, Syria dilanda rampasan kuasa lagi. Nurdin al-Anaasi jadi Presiden. Shalah Gadid jadi Perdana Menteri. Pada tahun 1971, Hafidz al-Asad naik menjadi Presiden. Selama 30 tahun di bawah kekuasaan al-Asad, Syria memasuki masa sulit. Setelah Hafidz meninggal dunia, Bashar al-Asad menggantikan ayahnya.

Selanjutnya dapatkan Hidayah Januari 2014 di pasaran...

No comments: