Sunday, November 13, 2011

Ajal Setelah Membaca Yasin

CERITA yang terjadi di sebuah kampung di tepi jalan raya pantura, Jawa Tengah ini, tentu boleh menjadi nasihat bagi kita semua bahawa kematian bukan hanya datang secara tiba-tiba, tapi juga ehwal bagaimana husnul khatimah kematian yang menjemputnya. Tiga tahun lalu, bertepatan pada malam Jumaat, bulan kelihatan terang purnama. Langit penuh bintang gemintang bertaburan. Cahaya lembut bulan dan bintang yang mempesona di malam Jumaat itu memancarkan cahayanya di sebuah rumah sederhana bercat putih milik Awang, 50. Di ruang tengah rumah itu, dua lampu neon dipasang hingga tampak terang dibandingkan dengan rumah yang lainnya.
Malam itu, suasana rumah Awang memang berbeda dari hari biasanya. Maklum, pada malam itu dia mendapat giliran menjadi tuan rumah untuk menganjurkan acara membaca ‘Yasin’. Memang menjadi tradisi pengajian berkumpulan membaca yasin itu sudah lama berlangsung, bahkan hingga kini masih dipelihara terus. Acaranya dilangsungkan setiap malam Jumaat, dan diadakan secara bergiliran dari satu rumah ke rumah lainnya. Kerana sudah menjadi acara rutin, dan anggotanya adalah orang-orang kampung dalam kawasan Rukun Tetangga (RT), maka Awang tak perlu mengundang orang-orang itu untuk datang. Setiap warga akan berusaha datang sendiri, kecuali jika sedang berhalangan. Dalam acara itu, tidak jarang, dijadikan pula sebagai majlis silaturahmi dan pertemuan peringkat RT secara tak rasminya. Bahkan dalam acara Yasin itu, kerap dijadikan tempat pengumpulan dana atau yuran bulanan jika ada salah satu anggota yang sedang dalam kesusahan, seperti sakit atau ditimpa musibah lain. Malam merangkak perlahan. Azan waktu isyak sudah lama berlalu, bahkan solat isyak berjemaah di surau pun sudah usai 20 minit yang lalu, tapi warga tak langsung datang ke rumah Awang. Memang, ada sebahagian yang langsung datang setelah selesai dari surau, tetapi sebahagian ada yang singgah ke rumah mereka terlebih dulu. Di depan rumahnya, Awang berdiri menunggu para tetamunya dan menyambut dengan ramah. Satu per satu orang-orang berdatangan. Tak lama kemudian, hampir sebahagian warga sudah berkumpul dan duduk bersila di dalam rumah Awang. Tapi Awang, orang yang dituakan dan menjadi pemimpin dalam setiap acara pengajian Yasin, belum ada dalam majlis. Warga yang sudah datang, berbual antara satu sama lainnya. Selang sepuluh minit kemudian, Awang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Tak perlu berbasa basi, Awang sebagai tuan rumah lalu membuka acara. Pengajian Yasin itu pun dimulai. Alunan zikir dialunkan dan pembacaan surat Yasin pun dimulai dengan tertibnya. Hingga tidak terasa, waktu sudah berlalu dan acara tinggal ditutup dengan membaca doa. Dengan suaranya yang serak, Awang membacakan doa. Warga yang berkumpul di rumah Awang pun mengaminkannya. Entah apa yang ada di hati Awang. Ia terlihat khusyuk memimpin doa, dengan tangan menengadah ke atas. Tapi, kepalanya terlihat tampak terantuk-antuk. Namun demikian, dia masih mampu menegakkan kepalanya, tetap terlihat khusyuk. Hingga akhirnya doa pun selesai. Orang-orang menangkupkan kedua tangan dan berharap doa yang baru dipanjatkan oleh Awang itu terkabulkan. Tetapi, beberapa saat kemudian, seusai memimpin doa itu, Awang yang kebetulan menjadi tuan rumah hendak mengungkapkan rasa terima kasih dan bercakap sepatah dua kata, tiba-tiba, ia terkulai lemah dan rebah ke lantai. Warga yang ikut pengajian Yasin itu masing-masing terperanjat. Seketika, orang-orang panik, tak tahu apa terjadi dengan Awang. Sukri, yang kebetulan tepat berada di sebelah Awang terkulai itu, segera bertindak cekap. Dia berusaha memeriksa keadaan Awang. Sementara itu, orang-orang merebahkan lelaki itu yang baru habis memimpin doa tersebut. Beberapa saat kemudian, orang-orang tahu bahawa Awang ternyata telah tutup usianya. Setelah diperiksa, tak ada denyut nadi lagi di tangan Awang, tak ada tanda-tanda kehidupan. Jantung Awang pun berhenti berdegup. Para hadirin terkejut menghadapi peristiwa itu. Mereka digelayuti perasaan sedih. Baru sekitar sepuluh minit yang lalu, mereka berdoa bersama-sama Awang. Kini lelaki yang belum lagi memasuki usia emas itu sudah pulang kembali ke rahmatullah. Akhirnya, tubuh lelaki itu diusung ke ruang tengah rumahnya. Berita duka pun segera diumumkan melalui pembesar suara surau. Maimunah, 50, isteri Awang yang waktu itu sedang dalam keadaan uzur, tak dapat berbuat apa-apa, kecuali bersimpuh dan sesekali menatap jenazah si suami yang sudah tak bernyawa lagi. Ia ditikam rasa sedih dan terkejut. Kini, dia harus sendiri, kerana selama berpuluh tahun berkahwin dengan Awang, Allah belum memberi kurnia cahaya mata mereka. Itulah yang membuat dia kian dilanda sedih. Si suami yang selama keuzurannya selama ini merawat dan mengambil berat terhadap dirinya, kini ternyata meninggalkannya lebih dulu.

Selanjutnya dapatkan Hidayah November 2011 di pasaran...

No comments: