Wednesday, June 11, 2014

Kisah Tragis Ayah Pembohong

PAGI masih begitu dingin dan aroma embun masih begitu terasa saat Darmaji, 40an sampai di depan pintu pagar sekolah tingkatan satu, tempat anaknya bersekolah. Lelaki tampan dan bertubuh gagah itu kemudian mencari tempat duduk untuk menunggu anaknya datang di sekolah. Dia duduk di sebuah warung, tepat di seberang jalan. Dia mengamati dengan cermat pintu pagar sekolah seraya mengambil sebungkus rokok dari saku bajunya, lalu mengeluarkan sebatang rokok; menyalakannya dan menghisapnya dalam-dalam. Dia melihat beberapa pelajar sekolah berseragam putih-biru sudah banyak yang berdatangan ke sekolah itu.
Tapi, sejauh mata Darmaji memandang, dia belum melihat Ujang (14 tahun), anak tunggal dari perkahwinannya dengan Wulan (37) itu, tampak batang hidungnya. Darmaji mulai gelisah dan tak sabar. Lima minit berlalu, sepuluh minit pun sudah terlewat dan Ujang yang sengaja ditunggu Darmaji belum juga sampai ke sekolah. Darmaji sudah datang jauh-jauh ke sekolah tempat anaknya. Dia tidak ingin rencananya untuk menemui anaknya kali ini tak membuahkan hasil. Dia seperti tak sabar menunggu, lantas berdiri, dan membuang puntung rokok yang sudah habis dihisapnya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Darmaji mengamati jalanan, dan hatinya tiba-tiba berbinar-binar saat dari jauh dia melihat sosok anaknya datang ke sekolah menunggang motosikal baru. Dengan terburu-buru, dia berdiri dan melangkahkan kaki ke depan pintu pagar sekolah. Ujang tak menyedari dan terperanjat ketika hendak memasuki pintu pagar sekolah tiba-tiba tangan gagah Darmaji menghentikan laju motosikalnya yang ditunggang dengan perlahan itu. Ujang kaget, dan nyaris menggesel ayahnya. Tapi, dia buru-buru menginjak menekan breknya. “Ayah mahu pinjam motosikal kamu sebentar ya!” ujar Darmaji kepada Ujang sebaik enjin motosikal itu dimatikan. Ujang yang merasa kaget dengan kehadiran ayahnya, tak dapat berkata apa-apa pun. Maklum, dia masih canggung dan bingung bagaimana menyambut ayahnya yang datang secara mendadak begitu. Sebabnya, dia sudah lama tak bertemu ayahnya, dan bahkan sudah lupa bila kali terakhir melihat ayahnya. Sebab, ayahnya memang sudah lama tidak tinggal bersamanya; bahkan ayahnya telah pergi meninggalkannya dan ibunya sejak Ujang masih dalam kandungan. Tetapi, dari ibunya, Ujang tahu jika Darmaji itu adalah ayah kandungnya. Pernah satu dua kali ia melihat Darmaji datang ke rumah datuknya untuk menemuinya, tetapi itu sudah cukup lama sekali. “Nanti tengah hari ketika pulang sekolah, ayah janji akan datang lagi dan memulangkan motosikal kamu,” lanjut Darmaji, melancarkan rayuan manisnya. Ujang seperti terhipnotis. Dia tak kuasa menolak keinginan ayahnya, apalagi dia tahu Darmaji memang ayah kandungnya – bukan orang yang tidak dikenalnya. Dia akhirnya tak kuasa menolak, merelakan motosikalnya itu dipinjam oleh ayahnya. Ia sama sekali tidak memiliki fikiran jahat apa pun. Apalagi curiga. Otak remaja yang fikirannya bersih dan jujur. Sesaat kemudian, motosikal itu sudah berpindah tangan, dan dia masih berdiri, tak juga kunjung masuk ke sekolah sampai ayahnya membelok dan hilang dari pandangan. Sementara itu, Darmaji menungang motosikal dengan kencang menembus jalanan pagi ke arah pergunungan. Tipu daya Darmaji pagi itu rupanya berhasil, dan anaknya percaya begitu saja dengan Darmaji. Padahal, di balik semua itu, Darmaji punya rencana. Dia sengaja meminjam motosikal anaknya untuk tujuan jahat. Ia lupa daratan kerana begitu senang. Hati Darmaji berbunga-bunga, membayangkan sejumlah wang yang akan digenggamnya tidak lama lagi.
Ketika melintasi jalanan berbelok-belok ke arah pegunungan itu, sesuatu terjadi...

Srlanjutnya dapatkan Hidayah Jun 2014 di pasaran...

No comments: