BAGI kebanyakan rakyat Malaysia, Bangladesh bukan nama asing lagi. Kebanjiran pendatang dari negara itu untuk mencari rezeki di bumi Malaysia yang bertuah ini membuat kita tidak lupa nama Bangladesh. Di sini mereka mudah disebut ‘Bangla...’ saja. Menyebut nama Bangladesh sama seperti kita menyebut nama negara India atau Pakistan yang sudah sebati dalam kehidupan kita sejak sebelum merdeka lagi. Bangladesh sekalipun belum boleh lepas dari jerat kemiskinan yang membuat negeri ini digelar “simbol kemiskinan Asia”, secerah harapan kemakmuran telah terbit. Pandangan dunia yang sinis terhadap negara yang penduduknya hanya hidup kurang dari beberapa ringgit sehari ini beralih menjadi gembira setelah konsep ekonomi dari Muhammad Yunus berhasil membuat jutaan warga muslim di sana keluar dari kepompong kemiskinan. Di Dhaka, ibu kota Bangladesh bahkan sudah dibangun pusat perbelanjaan terbesar di kawasan Asia Selatan. Sumbangan Muhammad Yunus sudah mendunia. Tahun 2006 lalu Muhammad Yunus meraih Nobel Perdamaian atas jerih payahnya mendirikan Grameen Bank, sebuah bank yang banyak membantu kaum miskin di negerinya. Itulah untuk usaha pemberantasan kemiskinan mendapatkan penghargaan yang tinggi. Jawatankuasa Nobel pun dinilai makin berpihak kepada usaha pencegahan perang yang paling fundamental, yakni pemberantasan kemiskinan. Kemiskinan adalah biang keladi peperangan konflik di negara-negara miskin, termasuk Bangladesh. Kini, kisah Yunus dan harapan kemakmuran seperti tak habis diceritakan dan menjadi semacam identiti tersendiri bagi bangsa Bangladesh. Dimulai sejak tahun 1974, saat ia menjadi guru besar ekonomi di Universiti Chittagong, Yunus memimpin para mahasiswanya untuk berkunjung ke kampung-kampung miskin di Bangladesh. Dia begitu terkejut saat menyaksikan warga miskin di desa-desa berjuang mati-matian dari kelaparan yang melanda negeri itu, dimana telah menewaskan ratusan ribu orang. Sebagai ahli ekonomi, hatinya tersentuh melihat realiti itu. Dia merasa berdosa kerananya. “Ketika banyak orang sedang nazak di jalan-jalan kerana kelaparan, saya justeru sedang mengajarkan teori-teori ekonomi,” kata Yunus dengan nada menyesal. Dari perasaan bersalah itu Yunus mulai mengembangkan konsep meningkat daya usaha kaum miskin dan papa. Falsafah yang dia bangun adalah bagaimana membantu kaum miskin agar boleh mengangkat darjat mereka sendiri. Dia tidak ingin memberi ikan, melainkan memberi pancing kepada kaum papa itu untuk mencari ikan sendiri. Kailnya tak lain adalah wang pula sebagai modal usaha. “Anda tak boleh mendapat satu dollar tanpa satu dollar di tangan,” kata Yunus saat diundang oleh Oprah Winfrey di acara televisyen. Awalnya Yunus mengeluarkan wang dari sakunya sendiri sebesar 27 dollar untuk memberi pinjaman. Saat itu, dia begitu yakin bahawa jika orang miskin diberi kemudahan kredit seperti yang diberikan kepada orang kaya mereka pasti boleh mengelolanya dengan baik. Keyakinan yang kemudian terbukti kebenarannya. Dua tahun kemudian, Yunus mulai mengembangkan program kredit mikro tanpa cagaran untuk kaum papa kedana itu yang tidak dapat membuat pinjaman bank. Yunus kemudian menjadikan lembaga kreditnya menjadi sebuah bank formal dengan aturan khusus bernama Grameen Bank, atau Bank Desa dalam bahasa Bengali. Kini, Bank ini memiliki 2,226 cabang di 71,371 kampung. Ada hampir 7 juta penduduk Bangladesh yang menjadi ahli Bank ini. Sistem kerjasama menjadi inti aturan kredit. Seorang anggota sebuah kumpulan petani, misalnya, akan menjadi penjamin bagi temannya yang meminjam. Dana yang dikelola dan berhasil dikembalikan akan digunakan untuk anggota lainnya. Begitu seterusnya. Tak hanya petani miskin yang diberi, pengemis pun diberikan pinjaman. Pinjaman diberikan tanpa bunga dan waktu pembayarannya fleksibel. Syarat pinjaman dan pengembaliannya sangatlah unik dan menyentuh hati: wang pinjaman dan pengembaliannya harus melalui usaha, bukan melalui mengemis. Puluhan ribu pengemis sudah mengikuti program ini dan sebahagian besar berhasil mengembalikan pinjaman melalui usaha itu. Gerakan Yunus ini kini dicontohi lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat miskin di seluruh dunia. Bahkan, Bank Dunia yang sebelumnya memandang program ini secara sebelah mata kini meniru gagasan kredit mikro. Lebih dari 17 juta orang miskin di seluruh dunia telah terbantu dengan program kredit mikro ini. Apa yang dilakukan Yunus mengangkat darjat Bangladesh dan dengan sendirinya mengangkat nama Islam, kerana ia adalah muslim yang menolong saudara muslimnya yang lain. Harapan kemakmuran itu lebih bermakna kerana boleh menjadi senjata ampuh menangani isu murtad yang marak di Bangladesh yang masuk melalui jalur kemiskinan.
Selanjutnya dapatkan Hidayah keluaran Mac 2010 di pasaran...
Wednesday, March 3, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment