Menurut sebahagian ahli hadis, fikih dan tasawuf, roh itu bukanlah jiwa. Muqatil bin Sulaiman berkata, “Manusia itu memiliki kehidupan, roh dan jiwa. Jika ia tidur, maka jiwanya keluar dan ia boleh memikirkan segala hal, namun tidak meninggalkan badan. Yang keluar darinya seperti benang yang panjang dan memiliki sinar, sehingga orang yang bersangkutan bermimpi dengan jiwa yang keluar darinya. Sementara kehidupan dan roh tetap berada di dalam badan, membolak-balik dan bernafas. Jika dia bergerak, maka jiwa itu secepat kilat kembali kepadanya, lebih cepat daripada kerdipan mata. Jika Allah hendak mematikannya di dalam tidur, maka Dia memegang jiwa yang keluar tadi.” Lebih lanjut Muqatil mengatakan, “Jika seseorang tidur maka jiwanya keluar dan naik ke atas. Jika dia bermimpi maka jiwa itu kembali dan mengkhabarkan kepada roh. Kerana roh ini diberitahu, maka dia pun mengetahuinya bahawa dia telah bermimpi begini dan begitu.” Abu Abdullah bin Mandah berkata, “Kemudian mereka saling berbeza pendapat tentang makrifat roh dan jiwa. Sebahagian orang berpendapat, jiwa itu bersifat liar dan memiliki unsur api. Sementara roh memiliki unsur api dan rohani. Yang lain berpendapat, roh itu bersifat ketuhanan dan jiwa itu bersifat kemanusiaan, yang dengan tabiat inilah manusia diuji.” Golongan lain dari ahli atsar berkata, “Roh itu bukan jiwa, dan jiwa bukan roh. Tegaknya jiwa dengan roh. Jiwa merupakan gambaran hamba (manusia), sedangkan hawa nafsu, syahwat dan ujian merupakan adunan di dalam jiwa.” Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Atau, ada yang mengertikannya sebagai “badan halus” manusia. Sementara tubuh kita adalah badan kasarnya. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, fikiran, emosi (perasaan) dan kehendak. Dengan fikirannya, manusia dapat berfikir. Dengan perasaannya manusia dapat mengasihi dan dengan kehendaknya, manusia dapat memilih. Jiwa memiliki indera penglihatan dan pendengaran, yang disebut juga indera jiwa atau indera batin. Dari situlah syaitan (dan jin) memberikan pengaruhnya ke jiwa, berupa suara-suara di hati kita yang mengajak ke perbuatan negatif. Sementara kalbu [hati] adalah jantungnya jiwa. Kalbu yang menentukan baik-buruknya jiwa. Gelap-terangnya jiwa. Jiwa biasa pergi dari jasad manusia, iaitu ketika bermimpi atau pengsan. Jiwa memiliki tingkat-tingkat yang menyebabkan manusia dicap sebagai makhluk sosial, makhluk cerdas, dan makhluk spiritual (kalbu). Jiwa yang menanggung semua akibat perbuatan tubuh fizikal dan tubuh dalam. Jiwa diciptakan sempurna tanpa cacat. Tidak ada yang terlahir sakit jiwa. Tidak ada bayi cacat. Jiwa adalah putih bersih ketika dilahirkan, lingkungan dan pengalamanlah yang membuatnya tetap putih atau kotor. Jiwa mampu menyimpan semua memori dari semenjak lahir sampai jasad meninggal dunia. Ibarat sebuah ‘server’ yang besar, mampu menyimpan data yang besar pula. Tidak ada yang luput dari ‘server’ ini, semua tersimpan dengan baik. Baik itu data kejahatan mahupun data kebaikan. Berbeza dengan memori otak yang sangatlah terbatas. Data kejahatan membuat jiwa menjadi redup cahayanya atau bahkan padam sama sekali. Sedangkan data kebaikan membuat jiwa bersinar terang. Dan sinar ini mampu menghalau cahaya gelap. Di akhirat, kelak, data di ‘server’ ini akan ditampilkan semua. Di dalam system DOS, misalnya, kita biasa mengetik perintah DIR, maka semua file akan muncul. Begitu pula dengan jiwa, semua akan ditampilkan sebutir-butirnya dari yang sekecil-kecilnya. Namun, sebenarna file kejahatan tidak semuanya akan ditampilkan. Kerana ada fungsi Delete File atau Hidden File. Siapa yang boleh melakukan ini? Tentunya Allah. Dia mengampuni siapa yang di kehendakinya.
Selanjutnya dapatkan Hidayah September 2010 di pasaran...
Wednesday, August 25, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment